Ijab Kobul Pernikahan Dengan Upacara Kematian |
Boleh jadi hari ini adalah peringatan besar bagi saya bahwa kehidupan ini hanya sebatas "segitiga" yang tidak banyak mempunyai lekuk dan waktu, segitiga dimana garis turun sebagai kelahiran dan garis lurus sebagai pernikahan dan garis naik untuk sebuah kematian. Hari ini gambaran "segitiga" kehidupan manusia itu begitu nyata dalam kisahku hari ini.
Pagi hari yang tak biasanya, keluarga sedikit geger dengan suara tangis dari mata perempuan. Suara tangis itu sesekali mengucapkan nama dan kalimat suci, sementara dua kebahagiaan tertutup rapat oleh kematian sang nenek. Dua kebahagiaan ini tercipta dengan lahirnya cucu pertama bibi-ku dan kebahagiaan kedua tercipta oleh anak pertamanya menikah. Betapa sulit dirasakan oleh keluarga bibiku, semua perasaan bercampur menjadi satu hingga muncul "abu-abu".
Perasaan bercampur itu tentunya mempunyai porsi masing-masing namun jika dilihat dari mimik muka, rasa kesedihan adalah yang terkuat. Diantaranya segitiga kehidupan itu yang paling disakralkan manusia atau ditakuti manusia adalah kematian. Manusia meninggalkan jazadnya dan bertemu dengan Dzat yang kekal, menjadi hal sakral. Dan kematianlah salah satu peristiwa yang sulit untuk dihindari oleh siapapun termasuk tumbuhan.
Bibiku dan keluarganya adalah orang Jawa, sama seperti saya sendiri. Ada beberapa kepercayaan dan kebudayaannya yang melekat pada logika berbudaya kami, dimana sebuah peristiwa pernikahan dan kematian yang bersamaan mempunyai tatacara tersendiri. Perhitungan logika kebudayaan masuk ke ranah sebuah kolom agama dan berjalan dengan dinamis di tengah-tengah sirkulasi kebudayaan.
Agama Dan Kebudayaan
Bagi saya agama adalah hal utama dalam lajur kehidupan dan kebudayaan mengikuti sebagai nomor dua. Keduanya bisa berkolaborasi, kadang agama menjadi "menang" dan kebudayaan juga bisa "menang" dalam keadaan tertentu.
Dalam kebudayaan jawa versi masyarakat di lingkungan saya (Banjar - Jawa Barat) jika ada peristiwa pernikahan dan kematian terjadi dalam waktu bersamaan atau rencana pernikahan tersandung oleh kematian maka pernikahan disegerakan. Biasanya prosesi pernikahan (ijab kobul) dihadapkan langsung dengan keranda jenazah, istilahnya disekseni mayit (disaksikan mayat).
Prosesi pernikahan ini berlangsung sama seperti penikahan lainnya hanya saja dihadapkan/disaksikan oleh mayit. Setelah ijab kobul selesai, upacara kematian dilanjutkan kembali dengan menyolati mayit dan penguburan. Pengantin yang "tersandung" kematian biasanya hanya menggunakan pakaian sederhana tanpa adanya riasan wajah dan pakaian yang glamour, terkecuali kematian terjadi saat pesta pernikahan berlangsung.
Pernikahan dalam upacara kematian kebanyakan hanya menikah secara agama (tanpa dicatat oleh Kementrian Agama), yang disaksikan dan dinikahkan oleh tokoh masyarakat dan tokoh agama setempat. Dan biasanya ijab kobul resmi dari petugas Kementrian Agama akan dilakukan kembali pada hari yang sebelumnya sudah ditentukan. Kadang juga ada yang mendatangkan langsung petugas Kementrian Agama untuk mencatat perkawinan mereka dan juga mengurusi jenazah.
Saya belum tahu filosofi atau logika kebudayaan tentang mengapa pernikahan harus didahulukan daripada upacara kematian. Belum ada sumber yang bisa menjelaskan dengan lebih terperinci, namun pada umumnya mereka mengatakan bahwa perkawinan setelah upacara kematian serasa suatu yang ganjil. Keganjilan itu terletak pada suasana hati setelah bersedih langsung bergembira pada pesta pernikahan. Namun logika jawa membaliknya dengan menemui "kebahagiaan" pada upacara pernikahan kemudian menemui "kesedihan" pada upacara kematian.
Upacara pernikahan bisa jadi batal dilakukan pada hari yang ditentukan jika anggota keluarga satu rumah ada yang meninggal. Berbagai sumber jika seseorang tidak dinikahkan di hadapan mayit dan tetap melakukan ijab kobul pada hari yang sudah ditentukan maka dinilai tidak pas. Misalnya dalam satu rumah ada seorang kakak hendak mengadakan pesta pernikahan pada minggu depan, namun ada salah satu anggota keluarga meninggal maka upacara pernikahan dipercepat dengan dibarengkan dengan upacara kematian. Sementara jika ada pihak yang menolak maha pernikahan akan dilakukan pada tahun berikutnya, jadi harus melewati tahun yang berbeda.
Pada umumnya pasangan yang "tersandung" kematian selalu dipercepat ijab kobul-nya pada upacara kematian. Mereka enggan menunggu lama dan enggan malu karena undangan sudah dibagikan ke masyarakat.
Sekedar Tambahan
Terdapat filosofi yang dalam pada tradisi kematian adat jawa, dimana seseorang akan menyawer jenazah dengan beras kuning, uang, dan bunga sebelum jenazah dibawa ke pemakaman. Saweran ini merupakan bahasa simbol yang kadang masyarakat awam kurang mengenal arti dan maksud di balik saweran pada iring-iringan jenazah.
Beras kuning, melambangkan bahwa manusia dengan jazadnya tercipta dari bumi dan dikembalikan lagi ke bumi seperti beras yang diciptakan dari bumi (tanah) dan akan hancur menjadi tanah juga. Kenapa harus beras? Karena beras perlambang jenazah yang tidak akan bisa hidup lagi sama seperti beras yang tidak mungkin tumbuh menjadi tanaman padi, melainkan rusak dan membusuk menyatu kembali ke bumi.
Bunga tujuh rupa, melambangkan kewangian dan keindahan. Dimana diharapkan orang yang meninggal akan meninggalkan keharuman nama baiknya, perbuatan baiknya pada masyarakat. Keindahan juga perlambang jenazah semasa hidupnya dikenang sebagai keindahan yang selalu diingat. Bahasa simbol ini bukan hanya ditujukan pada sang mayit tapi lebih tertuju pada manusia yang masih hidup, dimana orang yang masih hidup diharapkan selalu mengharumkan namanya di hadapan manusia lainnya dengan kebajikan.
Uang, perlambang suatu harta yang tak akan mungkin dibawa ke dalam kubur. Badan yang sudah mati sudah tidak membutuhkan "uang" atau hal-hal keduniawian. Badan mati hanyalah seonggok daging busuk yang akan menyatu dengan tanah dan tak perlu kebutuhan duniawi. Hanya jiwa yang kekal membawa nama harum dari perbuatan baik selama hidupnya.
Hari ini dari peristiwa ini, semoga bahasa simbol kehidupan terbaca baik dengan pemahaman dan diolah menjadi sebuah tindakan penuh kesadaran. Semoga nanti saat kita berjumpa pada sebuah ujung waktu akan mendapatkan keharuman yang selalu akan terus mewangi, hingga keharuman itu menimbulkan doa-doa terbaik untuk jiwa kita. Amin
Komentar