Langsung ke konten utama

Corat Coret Di Toilet - Eka Kurniawan

Antara Kelahiran Pernikahan Dan Kematian

Ijab Kobul Pernikahan Dengan Upacara Kematian

Boleh jadi hari ini adalah peringatan besar bagi saya bahwa kehidupan ini hanya sebatas "segitiga" yang tidak banyak mempunyai lekuk dan waktu, segitiga dimana garis turun sebagai kelahiran dan garis lurus sebagai pernikahan dan garis naik untuk sebuah kematian. Hari ini gambaran "segitiga" kehidupan manusia itu begitu nyata dalam kisahku hari ini. 

Pagi hari yang tak biasanya, keluarga sedikit geger dengan suara tangis dari mata perempuan. Suara tangis itu sesekali mengucapkan nama dan kalimat suci, sementara dua kebahagiaan tertutup rapat oleh kematian sang nenek. Dua kebahagiaan ini tercipta dengan lahirnya cucu pertama bibi-ku dan kebahagiaan kedua tercipta oleh anak pertamanya menikah. Betapa sulit dirasakan oleh keluarga bibiku, semua perasaan bercampur menjadi satu hingga muncul "abu-abu". 

Perasaan bercampur itu tentunya mempunyai porsi masing-masing namun jika dilihat dari mimik muka, rasa kesedihan adalah yang terkuat. Diantaranya segitiga kehidupan itu yang paling disakralkan manusia atau ditakuti manusia adalah kematian. Manusia meninggalkan jazadnya dan bertemu dengan Dzat yang kekal, menjadi hal sakral. Dan kematianlah salah satu peristiwa yang sulit untuk dihindari oleh siapapun termasuk tumbuhan. 

Bibiku dan keluarganya adalah orang Jawa, sama seperti saya sendiri. Ada beberapa kepercayaan dan kebudayaannya yang melekat pada logika berbudaya kami, dimana sebuah peristiwa pernikahan dan kematian yang bersamaan mempunyai tatacara tersendiri. Perhitungan logika kebudayaan masuk ke ranah sebuah kolom agama dan berjalan dengan dinamis di tengah-tengah sirkulasi kebudayaan.

Agama Dan Kebudayaan
Bagi saya agama adalah hal utama dalam lajur kehidupan dan kebudayaan mengikuti sebagai nomor dua. Keduanya bisa berkolaborasi, kadang agama menjadi "menang" dan kebudayaan juga bisa "menang" dalam keadaan tertentu.

Dalam kebudayaan jawa versi masyarakat di lingkungan saya (Banjar - Jawa Barat) jika ada peristiwa pernikahan dan kematian terjadi dalam waktu bersamaan atau rencana pernikahan tersandung oleh kematian maka pernikahan disegerakan. Biasanya prosesi pernikahan (ijab kobul) dihadapkan langsung dengan keranda jenazah, istilahnya disekseni mayit (disaksikan mayat).

Prosesi pernikahan ini berlangsung sama seperti penikahan lainnya hanya saja dihadapkan/disaksikan oleh mayit. Setelah ijab kobul selesai, upacara kematian dilanjutkan kembali dengan menyolati mayit dan penguburan. Pengantin yang "tersandung" kematian biasanya hanya menggunakan pakaian sederhana tanpa adanya riasan wajah dan pakaian yang glamour, terkecuali kematian terjadi saat pesta pernikahan berlangsung.

Pernikahan dalam upacara kematian kebanyakan hanya menikah secara agama (tanpa dicatat oleh Kementrian Agama), yang disaksikan dan dinikahkan oleh tokoh masyarakat dan tokoh agama setempat. Dan biasanya ijab kobul resmi dari petugas Kementrian Agama akan dilakukan kembali pada hari yang sebelumnya sudah ditentukan. Kadang juga ada yang mendatangkan langsung petugas Kementrian Agama untuk mencatat perkawinan mereka dan juga mengurusi jenazah.

Saya belum tahu filosofi atau logika kebudayaan tentang mengapa pernikahan harus didahulukan daripada upacara kematian. Belum ada sumber yang bisa menjelaskan dengan lebih terperinci, namun pada umumnya mereka mengatakan bahwa perkawinan setelah upacara kematian serasa suatu yang ganjil. Keganjilan itu terletak pada suasana hati setelah bersedih langsung bergembira pada pesta pernikahan. Namun logika jawa membaliknya dengan menemui "kebahagiaan" pada upacara pernikahan kemudian menemui "kesedihan" pada upacara kematian. 

Upacara pernikahan bisa jadi batal dilakukan pada hari yang ditentukan jika anggota keluarga satu rumah ada yang meninggal. Berbagai sumber jika seseorang tidak dinikahkan di hadapan mayit dan tetap melakukan ijab kobul pada hari yang sudah ditentukan maka dinilai tidak pas. Misalnya dalam satu rumah ada seorang kakak hendak mengadakan pesta pernikahan pada minggu depan, namun ada salah satu anggota keluarga meninggal maka upacara pernikahan dipercepat dengan dibarengkan dengan upacara kematian. Sementara jika ada pihak yang menolak maha pernikahan akan dilakukan pada tahun berikutnya, jadi harus melewati tahun yang berbeda.

Pada umumnya pasangan yang "tersandung" kematian selalu dipercepat ijab kobul-nya pada upacara kematian. Mereka enggan menunggu lama dan enggan malu karena undangan sudah dibagikan ke masyarakat. 

Sekedar Tambahan
Terdapat filosofi yang dalam pada tradisi kematian adat jawa, dimana seseorang akan menyawer jenazah dengan beras kuning, uang, dan bunga sebelum jenazah dibawa ke pemakaman. Saweran ini merupakan bahasa simbol yang kadang masyarakat awam kurang mengenal arti dan maksud di balik saweran pada iring-iringan jenazah.

Beras kuning, melambangkan bahwa manusia dengan jazadnya tercipta dari bumi dan dikembalikan lagi ke bumi seperti beras yang diciptakan dari bumi (tanah) dan akan hancur menjadi tanah juga. Kenapa harus beras? Karena beras perlambang jenazah yang tidak akan bisa hidup lagi sama seperti beras yang tidak mungkin tumbuh menjadi tanaman padi, melainkan rusak dan membusuk menyatu kembali ke bumi.

Bunga tujuh rupa, melambangkan kewangian dan keindahan. Dimana diharapkan orang yang meninggal akan meninggalkan keharuman nama baiknya, perbuatan baiknya pada masyarakat. Keindahan juga perlambang jenazah semasa hidupnya dikenang sebagai keindahan yang selalu diingat. Bahasa simbol ini bukan hanya ditujukan pada sang mayit tapi lebih tertuju pada manusia yang masih hidup, dimana orang yang masih hidup diharapkan selalu mengharumkan namanya di hadapan manusia lainnya dengan kebajikan.

Uang, perlambang suatu harta yang tak akan mungkin dibawa ke dalam kubur. Badan yang sudah mati sudah tidak membutuhkan "uang" atau hal-hal keduniawian. Badan mati hanyalah seonggok daging busuk yang akan menyatu dengan tanah dan tak perlu kebutuhan duniawi. Hanya jiwa yang kekal membawa nama harum dari perbuatan baik selama hidupnya. 

Hari ini dari peristiwa ini, semoga bahasa simbol kehidupan terbaca baik dengan pemahaman dan diolah menjadi sebuah tindakan penuh kesadaran. Semoga nanti saat kita berjumpa pada sebuah ujung waktu akan mendapatkan keharuman yang selalu akan terus mewangi, hingga keharuman itu menimbulkan doa-doa terbaik untuk jiwa kita. Amin

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nama-nama Tai

Sega, beras yang ditanak Apa benar bahasa Jawa itu terlalu 'manut' ke bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris? Tampaknya ada benarnya juga, bahasa Jawa terpengaruh/meminjam banyak kosa kata dari bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Kekurangan kosakata dalam bahasa Jawa memang kebanyakan untuk hal-hal seperti teknologi ataupun hal lainnya. Jangan berkecil hati untuk penutur bahasa Jawa di seluruh dunia! Perlu diingatkan bahasa Jawa mempunyai keunikan tersendiri, misalnya saja untuk belajar bahasa Jawa 'satu paket' atau juga keseluruhan dari bahasa kasar/ngoko, bahasa sedang/madya hingga bahasa halus/kromo, sama saja belajar tiga bahasa!! Bayangkan belajar tiga bahasa, apa gak repot ya?! Itulah keistimewaan bahasa Jawa. Bersyukur! Berbagai keistimewaan bahasa Jawa juga terdapat di istilah-istilah yang sangat detail/spesifik pada suatu beda yang mengalami sebuah perubahan sedikit maupun perubahan besar. Misalnya saja untuk rangkaian nama dari sebuah padi/po

Menegang dan Mengeras Oleh Nyai Gowok

Ah...sialan! Padahal aku sudah kenal buku ini sejak Jakarta Islamic Book Fair tahun 2014 lalu! Menyesal-menyesal gak beli saat itu, kupikir buku itu akan sehambar novel-novel dijual murah. Ternyata aku salah, kenapa mesti sekarang untuk meneggang dan mengeras bersama Nyai Gowok. Dari cover buku saya sedikit kenal dengan buku tersebut, bang terpampang di Gramedia, Gunung Agung, lapak buku di Blok M dan masih banyak tempat lainnya termasuk di Jakarta Islamic Book Fair. Kala itu aku lebih memilih Juragan Teh milik Hella S Hasse dan beberapa buku agama, yah begitulah segala sesuatu memerlukan waktu yang tepat agar maknyus dengan enak. Judul Nyai Gowok dan segala isinya saya peroleh dari podcast favorit (Kepo Buku) dengan pembawa acara Bang Rame, Steven dan Mas Toto. Dari podcast mereka saya menjadi tahu Nyai Gowok dan isi alur cerita yang membuat beberapa organ aktif menjadi keras dan tegang, ah begitulah Nyi Gowok. Jujur saja ini novel kamasutra pertama yang saya baca, sebelumnya tidak pe

Mengenal Tanaman Kangkung Bandung (Kangkung Pagar)

Kangkung Bandung, sudah tahu tanaman ini? Menurut buku  biologi tanaman ini berasal dari Amerika Latin (Colombia, Costa Rica). Ciri tanaaman ini tumbuh tidak terlalu tinggi cuma sekitar satu meter sampai dua meter maksimal tumbuhnya. Kangkung Bandung tidak bisa dimakan layaknya kangkung rabut atau kangkung yang ditanam di atas air. Bentuk daun menyerupai kangkung yang bisa dimasak (bentuk hati) begitu juga dengan bentuk bunganya. Bunganya berbentuk terompet berwarna ungu muda terkadang juga ada yang berwarna putih. Batang Kangkung Bandung cukup kuat sehingga memerlukan tenaga cukup untuk memotongnya (tanpa alat).  Tanaman Kangkung Bandung Sebagai Patok Alami Pematang Sawah Fungsi dan manfaat Kangkung Bandung sendiri belum diketahui banyak, beberapa sumber mengatakan tanaman ini bisa dijadikan obat dan dijadikan kertas. Pada umumnya masyarakat desa menjadikan Kangkung Bandung sebagai tanaman untuk ciri (patok) batas antar pemantang sawah. Daya tumbuh tanaman ini cukup baik d