Perahu Penambang Pasir |
Minggu pagi di pertengahan bulan Desember 2018 ini ada hal yang menarik dan menuntut jari jempol untuk mengetik kalimat-kalimat gambaran dari seorang penambang pasir. Tulisan ini diinspirasi dari perjalanan ke perbatasan Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat dengan menggunakan sepeda ontel.
Hal yang tak penting kadang aku buat sedemikian rupa hingga naik derajatnya menjadi hal yang cukup penting bahkan lebih penting. Hal yang menjadi penting diketahui oleh saya adalah nasib dari seorang penambang pasir di aliran sungai Cibolang.
Sungai Cibolang yang mengalir dari utara ke selatan hingga bersatu dengan Citanduy di lingkungan Mekarharja, Banjar. Di tempat ini juga menjadi garis batas dua provinsi di pulau Jawa. Tidak ada yang istimewa dari kedua sungai itu kecuali dengan statusnya sebagai garis pemisah administrasi kewilayahan. Namun ada sisi pilu anak manusia yang menoreh kehidupaannya dari sungai itu.
Penambang Pasir Di Sela Istirahat |
Bukan pemancing melainkan tukang pasir alias penambang pasir. Di sungai Cijolang yang lumayan dangkal oleh tumpukan batu dan pasir yang terbawa arus itu menjadi tumpuan oleh masyarakat sekitar yang menjadikannya sebuah ladang untuk makan.
Empat orang berkulit sawo matang legam nan mengkilat oleh percikan cahaya matahari yang memantul pada butiran-butiran peluh, seorang paruh baya itu bercerita tentang dirinya dan Cijolang yang menjadi tumpuan hidupnya. Cerita kehidupannya membuatku kagum, bersyukur sekaligus miris dengan apa yang ada sekarang.
Di bawah rindang pohon warung yang doyong ke arah sungai, bapak bercerita dengan tegar dan sesekali menyedot batang kreteknya. Gumpalan asap putih berbau khas tembakau menyeruak, terasa sesak bagiku yang tak terbiasa. Kata-katanya penuh perih namun sekali-kali hilang dengan pencapaiannya pada keluarga yang ia bina.
Alat Pengangkat Pasir |
Hal yang mesti orang tahu bahwa menjadi penambang pasir di sungai tidak lah mudah. Penghasilannya pun harus benar-benar diterima walaupun nilainya tidak bisa dibayangkan. Bapak itu bertutur untuk harga satu rit (satuan angkutan pasir) dihargai Rp 50.000 Satu rit setara dengan satu perahu dayung. Penambang pasir mau tidak mau harus menggunakan jasa angkat pasir ke atas dengan gerobak yang ditarik oleh katrol bermesin disel, untuk sekali tarikan dihargai Rp 25.000. Jadi Rp 50.000 dikurangi Rp 25.000 jadi sisa uang tinggal Rp 25.000 nah belum lagi uang solar untuk kapal? Belum lagi yang lainnya.
Inilah realita kehidupan. Kamu mau apa?
Komentar