Melanjutkan edisi sejarah sebelumnya dalam segmen spesial Bahasa Indonesia di blog ibdisch ini. Sebelumnya saya ucapkan terima kasih telah membaca blog ini semoga bermanfaat.
Kecintaan Letnan Anumerta Soediro Wirjo Soeharjo melebihi apa yang kita kira sebelumnya sebagai bukti nyata Beliau menjadikan anak-anaknya untuk menjadi tentara pelajar diantara Eddy, Herman Sarens, Oete dan Djoni. Tak lupa Beliau mengajarkan sikap kesatria pada putri - putrinya yakni Mince, Tince, Leni, Nani dan Nine yang melibatkan diri di Palang Merah Indonesia (PMI), Laskar Wanita Indonesia (LASWI) dan dapur umum. Istri tercinta Beliau R.A.H Artini Diposaputro pun tak ketinggalan dalam laga perjuangan kemerdekaan dengan ikut serta dalam LASWI. Soekarna dan Soemarja sebagai menantu menyerahkan nyawa dan harta untuk memperjuangkan kepentingan negara untuk kemerdekaan Indonesia di barisan tentara Indonesia.
Sebuah perasasti kepahlawanan yang di letakkan di masjid dekat tempat pembantaian |
Kerjasama yang baik dilakukan Beliau bukan karena anak-anaknya yang menjadi bagian dari Tentara Pelajar Siliwangi (TPS) melainkan kelihaiannya dalam negosiasi dan hubungan sosial yang baik sehingga bisa mendapatkan bantuan logistik dari Markas Besar Tentara Jawa (MBTJ) di Yogyakarta yang dipimpin oleh Jenderal Soedirman hal ini berkat Herman Sarens Soediro sebagai perwira tentara pelajar pertama yang menghubungi langsung Jendral Soedirman. Tak kalah pentingnya Ibu Parma yang merupakan rekan Beliau yang turut memberi sumbangsih terhadap perjuangan mempertahankannya kemerdekaan Indonesia. Ibu Parma yang tinggal di Banjar - Ciamis ini rela mengorbankan rumahnya sebagai markas logistik Batalion IV Resimen XI Devisi III Siliwangi.
Perasasti peringatan pertempuran di Panyusupan, Cikupa - Pamarican |
Pada 1947 Letnan Anumerta Soediro Wirjo Soeharjo diperintahkan untuk kembali ke Ciamis dan Banjar. Tepatnya di Desa Panyusupan - Pamarican Beliau ditugaskan untuk konsolidasi dan persiapan logistik yang memadai. Karena posisi Beliau dianggap penting oleh pihak militer Belanda akhirnya menjadi target yang penting. Pada 21 Juli 1947 Agresi Militer Belanda I telah menduduki kota - kota di Jawa dan Sumatera termasuk di Banjar sendiri yang mulai pada Agustus hingga Desember 1947 Beliau selalu mempertahankan diri dari serangan musuh. Pada tanggal 19 Desember 1947 terjadi pertempuran yang sengit dan tidak seimbang antara militer Belanda dengan Batalion IV Resimen XI Devisi III Siliwangi di Desa Panyusupan - Pamarican.
Pasukan Belanda menyerang markas dari arah Cikupa pada pagi hari dengan serangan tembakan gencar di bantu mortir khususnya diarahkan ke arah TPS di sekitar hutan jati Gegerbentang. Ketika serangan terjadi Letnan Anumerta Soediro Wirjo Soeharjo sedang membereskan sisa perbekalan, dalam kondisi seperti itu membuat persiapan tempur terkendala sehingga pasukan Indonesia kalah digempur dengan gencar oleh pasukan Belanda. Letnan Anumerta Soediro Wirjo Soeharjo akhirnya ditangkap dengan keadaan tidak berdaya Beliau dibacok kedua kakinya dengan golok dan ditembak mati oleh tentara Belanda.
Pertempuran yang tidak seimbang ini telah menggugurkan beberapa pejuang Indonesia selain Letnan Anumerta Soediro Wirjo Soeharjo yakni Ajudan Saiban yang gugur dengan tragis sama seperti Beliau dengan dibacok dan dibelah dadanya sebelum ditembak mati. Turut gugur juga sebagai kusuma bangsa putra - putra terbaik bangsa Indonesia yang bergabung dengan Tentara Pelajar Siliwangi (TPS) seperti Kalwan, Sadli, Sumardi dan Supena. Seorang anggota TNI turut gugur yakni Abdul Madjid. Ibu Patma dan Hadili rakyat biasa yang turut membantu perjuangan kemerdekaan turut gugur dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Demikian perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang dilalui dengan penuh tumpah darah, kenanglah Beliau dan yang gugur lainnya sebagai kusuma bangsa Indonesia. Dari sejarah ini saya harapkan manusia modern dari Pamarican sendiri mengetahui sejarah yang terjadi di kampung halamannya.
Komentar