Kunjungan ke saudara kali ini memang berbeda karena tidak ada persiapan sama sekali karena diajak paman untuk mengantar sepupu perempuan yang akan kembali belajar di Pondok Pesantren di Kesugihan - Cilacap. Karena kurangnya persiapan baju pun hanya bawa 3 pasang termasuk celana renang yang dipersiapkan untuk berenang di pantai tak sampai ketinggalan kamera pun dibawa hanya saja tripod tidak dibawa.
Perbedaan ini memang saya rencanakan karena kali ini saya tidak ingin kembali mengunjungi pantai selatan di Kabupaten Cilacap hanya lagi-lagi karena tidak ada kegiatan di rumah tante akhirnya dengan sepeda kumbang milik tante akhirnya saya tetapkan pergi kembali ke pantai Teluk Penyu yang menawan itu. Tetap dengan pendirian saya dengan destinasi yang super nyeleneh yakni dengan mengunjungi kampung nelayan yang padat dan sedikit kumuh. (Artikel Teluk Penyu di edisi sebelumnya dengan menggunakan bahasa Jawa).
Hari ketiga di Cilacap memang sudah sangat menjemukan terutama saat hari kedua yang penuh dengan rintik hujan yang tidak pernah berhenti lama olehkarena itu sepeda salah satu andalan saya untuk menghilangkan kejenuhan walaupun harus menunggu hujan reda. Waktu memang tidak pernah bisa disingkat ataupun dipercepat hanya aktivitas yang bisa menggilas waktu itu sendiri sehingga kejenuhan dan kebosanan hilang ditelan keringat beraktifitas.
Sebuah jembatan kecil di Kebasen |
Hari Ahad pun menyapa semua orang di dunia kali ini memang agak ragu untuk mengajak saudara (Hendrik dan Fitroh) saya paham benar dengan isi mulutnya yang hanya berbusa banyak tanpa ada isi akhirnya saya putuskan untuk pergi sendiri. Bersumber dari cerita dan pengalaman temen-temen Blogger yang selalu memberikan pengetahua. Akhirnya saya bisa melakukan perjalanan sendiri ke Baturaden tanpa pemandu. Artikel dari temen-temen Blogger lah yang menjadi pemandu dalam perjalanan ke Baturaden.
Dimulai dari jam 08:10 WIB Ku melangkah menuju jalan lintas Adipala - Purwokerto dari Gang Melati yang tak jauh. Cukup menggilas waktu 10 menit untuk melambaikan tangan kepada bis jurusan Adipala - Purwokerto sebagai tanda ingin menumpang ataupun menghentikan laju bis untuk menumpang. Untuk kenyamanan dan keamanan harta yang saya bawa saya putuskan untuk duduk di samping bapak supir, saya merasa nyaman dan aman saat duduk sebelah supir yang kemungkinkan kecil untuk dicopet. Tidak ada orang lain yang mau duduk di sebelah saya sampai akhirnya sang kernet memindahkan semua penumpang dengan bis lain.
Dalam perjalanan banyak hal yang membuat saya kagum akan ciptaan Tuhan yang memang sempurna yang tercipta di wilayah bantaran sungai Serayu ini. Sungai yang melajur dari utara keselatan bagaikan benang sutra berwarna coklat, halus aliran air yang mengalir sampai keujung muara di Kecamatan Kesugihan - Cilacap tak banyak material sampah yang dibawa dan tidak ada bau yang khas seperti bau khas sungai - sungai di Jakarta ataupun wilayah Jabodetabek. Serayu seakan seperti wanita muda yang sedang meranum indah untuk dipetik. Sepanjang bantaran sungai terdapat pepohonan nan hijau serta tanaman palawija yang memberikan rejeki yang luar biasa untuk para petani.
Bukan hanya alam yang indah saja untuk dinikmati sepanjang perjalanan menuju Purwokerto. Di sisi sungai Serayu juga Anda bisa menikmati warisan kolonial Belanda yang menunjukkan keahliannya dalam bidang perkeretapian. Jembatan dan terowongan kereta api di wilayah Kebasen terlihat indah dan menawan. Bus menghentikan lajunya di Kedungwaringin untuk berganti bis, entah apa alasan para penumpang dialihkan bis namun tidak kenapa karena tidak dipungut biaya kembali. Bicara soal biaya untuk ke Purwokerto dari Kalikudi - Adipala bisa ditebus dengan uang Rp 10.000 saja termasuk murah bagi saya karena mengingat jarak yang jauh, kira-kira sekitar 30 Km (HEREmap).
Pergantian bis tak bisa dielakkan lagi, akhirnya saya duduk tepat di belakang pak supir dengan alasan yang sama seperti di atas. Bagiku ini adalah tindakan yang tepat. Mengapa bisa? Begini ceritanya, bis melaju dengan kecepatan 40 Km perJam namun dengan lambaian nenek bis terhenti dengan rem yang diinjak pak sopir. Sang nenek pun angkat kaki untuk memasuki bis dan langsung memburu sang supir dengan sederet kalimat yang menyedihkan. Sang nenek dengan mata yang tak bisa menahan air mata karena dompet berserta isinya raib dibawa copet. Sang nenek memang tidak mengutamakan uang yang ada dalam dompet hanya ia menginginkan kembalinya kartu BPJS dan KTP yang dia miliki untuk berobat rutin. Berkat sang supir akhirnya nenek tersebut dibawa ke kantor polisi yang ada di dalam terminal Purwokerto. Sungguh miris kejadian ini, semoga dompet dan isinya bisa kembali ke genggaman sang nenek.
Bersambung..........
Komentar