Tidak dipungkiri dalam diri saya terdapat "chip" yang berisikan kesyahduan dalam perjalanan terutama dengan kereta api. Bagi saya kereta dan stasiun adalah hal yang susah untuk dipisahkan antara rasa bahagia dan sedih karena pertemuan dan perpisahan.
Stasiun lah tempat berkumpulnya berbagai perasaan jiwa diri anak manusia. Semua ungkapan jiwa atau raga terungkap tulus di stasiun. Sebagaimana fungsinya stasiun adalah tempat berhentinya kereta api untuk menaikkan atau menurunkan barang ataupun penumpang dengan adanya penumpang yang mempunyai jiwa jelas saja stasiun merupakan tempat dimana semua rasa terluahkan baik itu kepada kekasih hati, orang tua, teman ataupun sanak saudara.
Dua hari lepas (19/9) saya melepaskan diri untuk berpisah dengan saudara yang berada di Kalikudi - Adipala untuk kembali pulang ke kampung halaman di Pamarican - Banjar. Tiket kereta Kutojaya Selatan telah saya pesan saat liburan di Cilacap dengan harga yang lumayan murah karena memang kereta jenis ekonomi PSO alias kereta ekonomi subsidi. Hanya dengan Rp 62.000 saja dari Stasiun Maos ke Stasiun Banjar namun sebenarnya 62 ribu tersebut bisa dari Stasiun Kutoarjo sampai Stasiun Kiaracondong di Bandung.
Menara pantau di sisi timur stasiun Maos |
Ada keistimewaan tersendiri bagi Stasiun Maos karena merupakan depo Pertamina untuk mendistribusikan produk minyaknya ke berbagai wilayah Jawa dengan menggunakan kereta ketel dari PT KAI. Persis di utara stasiun terdapat dipo Pertamina dengan beberapa kilang minyak. Tidak jauh dari Stasiun Maos ke sebelah barat ada sungai Serayu yang menjadi dambaan kaum tani dan semua orang karena selalu memberikan kesejahteraan kepada semua orang. Ada dua jembatan rel yang melintas di atas sungai Serayu dan ada jembatan jalan raya di sebelah selatan jembatan rel. Keindahan tiada tara yang dipadu dengan keindahan alam Serayu dengan jembatan permanen yang kokoh.
Tepat di barat jembatan rel Serayu terdapat percabangan rel antara relasi Bandung/Banjar - Kroya/Yogyakarta dan Maos - Cilacap. Tak jauh di percabangan juga terdapat Stasiun Kesugihan yang berada di jalur Maos - Cilacap saking dekatnya Anda yang berada dalam kereta menuju Bandung/Banjar bisa melihat dengan jelas. Terdapat halte Pasar Kliwon di jalur Bandung - Kroya yang dulu masih digunakan saat ada kereta lokal yang disebut "Sepur Klutuk " relasi Kroya - Banjar. Sekarang halte Pasar Kliwon sudah rusak hanya bangunan tua yang terbengkalai di sisi rel.
Kereta Purwojaya adalah satu - satunya kereta penumpang yang menggunakan jalur Cilacap - Maos selain itu hanya kereta ketel Pertamina ataupun kereta batu bara. Kereta Purwojaya jurusan Gambir - Cilacap dengan kelas eksekutif juga berhenti di Stasiun Maos. Ada 2 peron yang tertutup oleh atap sehingga hanya 2 peron yang selalu digunakan untuk menaikkan atau menurunkan penumpang yakni peron satu dan dua. Bersyukur sekali stasiun ini masih memelihara warisan menara baik yang ada di sisi barat maupun timur yang berfungsi sebagai pengontrol layaknya ATC di bandara.
KA Purwojaya memasuki stasiun Maos |
Fasilitas check in sudah tersedia jadi sama seperti stasiun besar lainnya. Toilet dan lantai bersih tanpa adanya sampah yang berserakan jauh berbeda saat 10 tahun yang lalu. Stasiun Maos menjadi salah satu stasiun yang mempunyai alarm unik karena alarm stasiun ini tidak menggunakan alarm seperti biasa yang bunyinya tineng... tineng.... tineng..... Namun menggunakan instrumen dan lagu keroncong yang berjudul "Di Tepi Sungai Serayu" ciptaan dari R Soetedjo. Menarik sekali dengan alarm atau loceng yang diganti dengan instrumen dan lagu "Di Tepi Sungai Serayu " akan menarik para penumpang dan bahkan akan terkenang oleh para penumpang. Saya pun merasa merinding saat mendengar lagu ini karena liriknya yang begitu menyentuh.
Inilah alasan saya untuk menulis tentang Stasiun Maos yang terlalu menyentuh hati dengan lagu "Di Tepi Sungai Serayu". Semoga bisa kembali lagi untuk mendengarkannya dengan kehangatan cinta keluarga.
Komentar