Berlatar di Jakarta zaman pasca kemerdekaan, di mana Jakarta masih banyak rumah-rumah dengan daun rumbia dan masih jarang yang menggunakan genteng. Cerita ini sepenuhnya membawa imajinasi Anda untuk tidak memikirkan kondisi Jakarta saat ini yang hingar bingar, penuh pencakar langit dan sesak. Geserlah agak jauh imajinasi Anda pada sebuah kampung yang bernama Jakarta dengan peperangan yang belum usai.
Cerita dari Mochtar Lubis mengetengahkan seorang guru sekolah SD yang mengalami ketakutan di tengah perang kemerdekaan Indonesia, namanya Guru Isa. Kelembutan dalam kehidupan sehari-hari membuat beliau tidak pernah sekali-kali melihat kekerasan, sekali melihat kekerasan psikologisnya drop. Ketakutan itu sudah berdampak pada kehidupan sehari-hari bahkan dengan rutinitas ranjang dengan sang istri.
Cerita novel ini titik besarnya bukan pada masalah ketakutan perang saja, namun diangkat juga soal percintaan. Fatimah adalah istri dari Guru Isa, seorang yang penurut dengan suami. Bisa dikata istri yang baik, walaupun tidak ada sinar cinta di matanya. Hanya sebagai teman hidup saja, selebihnya tidak. Fatimah sama sekali tidak dinafkahi batin hingga akhirnya terpincut oleh bara muda dari Hazil. Pemuda pejuang kemerdekaan anak dari kepala sekolah dimana pak Guru Isa mengajar.
Bahasa yang digunakan pada novel ini masih mudah untuk dimengerti, ejaan juga masih dimengerti. Mungkin karena menggunakan EYD, buku ini terbit pada tahun 1982 dimana rezim Soeharto yang memperkenalkan EYD.
Gaya bahasa yang dipakai tidak membuat para pembaca milenial menjadi kleyengan. Begitu pula alur cerita yang mudah, lurus dan tidak ada kelokan sehingga buku ini bisa dibaca oleh anak kelas 2-3 SMP.
Judul: Jalan Tak Ada Ujung
Pengarang: Mochtar Lubis
Gambar Jilid: A Wakidjan
Tahun Terbit: Cetakan Ke-5, 1982.
Dimensi: 202 halaman
Penerbit: Pustaka Jaya
Komentar