Ahmad Tohari adalah sastrawan Banyumas dan Indonesia yang saya cintai, karya-karyanya sangat mengena di hati terlebih beliau selalu mengangkat kehidupan kelas bawah. Bukan hanya itu saja Ahmad Tohari dengan latar belakang banyumasan menjadi arwah yang kuat bagi diriku. Setiap kalimatnya seakan nyata di depan mata, terasa pasa ujung saraf dan budaya-budaya yang masuk ke dalam seluruh organ sosial. Membaca karya Ahmad Tohari tidak lah rumit, bahasa yang digunakan selalu mudah dipahami.
Pernah satu kali mendengar wawancara beliau di stasiun televisi, beliau ditegur temannya yang menanyakan perihal karya dan kontribusi. Kira-kira kalimatnya seperti ini "Kang sampeyan kan suka menulis cerita tentang orang miskin, kira-kira kontribusi apa yang sampeyan berikan pada orang-orang miskin tersebut?" Betapa terkejutnya beliu mendapat pertanyaan seperti itu, dengan hati terenyuh beliau berpikir hening dalam sucinya cita-cita masa depan. Kini beliau tinggal di Jatilawang Banyumas menjadi seorang kiyai dan turut membangun masyarakat yang mengelilinginya.
Kali ini Ahmad Tohari menyajikan sungguhan yang menarik dari cerita kehidupan masyarakat, semua bisa dinikmati sesuai selera masing-masing. Banyak kelezatan-kelezatan sastra yang penuh hikmah di setiap judul karyanya, ada 15 judul cerpen. Kumpulan cerpen ini diberi judul Mata Yang Enak Dipandang, cerpen pembuka sebagai pengingat kita di dunia. Berikut beberapa judul cerpen yang menjadi favoritku:
Mata yang enak dipandang
Mengisahkan dua insan manusia dalam kehidupan sehari-hari, anatara si buta dan penuntutnya. Mirta adalah seorang tunanetra yang sehari-harinya menjadi pengemis, sementara Tarsa adalah seorang yang menuntun Mirta dalam kegiatan mengemisnya. Pada cerita ini Tarsa ditampilkan sebagai pemeras uang dari jerih payah Mirta yang mengemis. Bagiku cerpen ini sangat filosofis mengenai kehidupan manusia dan Tuhannya, Mirta sebagai representasi jiwa yang selalu berdoa, berusaha dan meminta belas kasih. Dan nafsu, keinginan, egoisme tercitra pada Tarsa. Pada akhir cerita Mirta mengajarkan kepada Tarsa bahwa orang yang baik yang selalu memberi adalah orang enak dipandang. Siapa mata yang enak dipandang itu? Tuhan.
Bila Jebris Ada di Rumah Kami
Adalah cerita tentang bagai mana agama dan akhlak berperan dalam kehidupan sehari-hari, dimana kehidupan nyata disandingkan dengan persoalan sosial yang tanpa batas. Jebris seorang wanita tuna susila menjadi tetangga seorang sahabat yang kini menjadi kiyai. Pergolakan agama, sosial dan akhlak menjadi sajian utama. Cerita ini sangat menginspirasi dimana ketiga tema tersebut sangat terbatas saat ini, kehidupan nyata saat ini umumnya menonjolkan satu sisi saja (agama), tanpa memandang sisi lainnya hingga akhirnya ada yang tersisihkan.
Kehidupan yang tergambar begitu indah baik dalam sisi sosial, agama dan moralitas. Inilah wujud manusia sejati, dimana semuanya terangkum.
Bulan Kuning Sudah Tenggelam
Bagiku cerpen ini membuat harap-harap cemas, dimana ada pergolakan batin yang mendalam dari Yuning seorang isteri dari Koswara. Perang batin menjadi sajian utama dari tokoh Yuningsih yang mana membagikan cintanya pada orang tua dan suami, disisi lain Yuning merasa kasihan pada Koswara yang pernah diejek oleh mertuanya.
Cerita yang sederhana, namun pergulatan batin inilah yang menjadi dasar dari kecamuk hati yang hebat. Saya sebagai pembaca merasa tercabik-cabik oleh perasaan Yuning saat mempertahankan posisi sebagai istri dan anak dari Raden Barnas Rahadikusimah. Pergolakan terakhir datang dari suami yang beberapa bulan ditinggalkan, sementara di rumahnya terkabar ada mahasiswa yang magang di peternakan babi miliknya. Kabar burung yang tersiar bahwa Koswara mabuk asmara dengan mahasiswi yang magang di peternakannya. Huh sungguh menyakitkan. Cobalah anda baca sendiri rasanya sangat geram.
Judul: Mata Yang Enak Dipandang
Pengarang: Ahmad Tohari
Dimensi: 216 halaman, 20 cm
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
ISBN: 978-602-03-0045-0
Komentar