Langsung ke konten utama

Corat Coret Di Toilet - Eka Kurniawan

Dari Hajatan Kami Berkumpul

Lama sudah tidak ada pertemuan keluarga besar, keluarga dari pihak ayah, jalur kakek. Untuk dekat dengan keluarga pihak kakek memang agak memerlukan keberanian juga butuh modal sukses untuk bisa dekat. Sementara untuk kondisi miskin dan bodoh rasanya kurang pas di level mereka. Inilah penyakit yang menggerus kekuatan tali kekeluargaan selama ini, keluarga jalur kakek memang bukan orang biasa. Dan aku pun mengetahui sejak dulu, namun tak pernah menyadari juga tak banyak bertemu. Dari mulai pejabat tingkat desa sampai tingkat kabupaten pun ada, tersedia dan mblarah-mblarah tak terhitung dengan jumlah jari yang ada. Semua bermobil dan berkain 'sutra', silau rasanya.

Awal bulan Maret 2022 adalah satu langkah untuk bergabung dengan keluarga besar demi untuk mempererat persaudaraan yang memang lama telah memudar. Kematian Bibi Jayeng (Yenti) seperti batu nisan yang digunakan sebagai ciri atau tanda. Ya tanda sebuah kerekatan keluarga kembali, saat kematiannya kami datang dengan segala tangis yang ada. Tangis ringan saja, karena memang beliau adalah seorang ODGJ yang tak banyak memberikan cerita kehidupan. Lubang kuburan menganga akan memasukkan beliau kepada hakekat keabadian. Di sisi semua sisi berbentuk lingkaran semua orang saling memandang dan membasahi bibir dengan doa-doanya. Kepergiannya seperti sebuah awal kami bersatu.

Dua bulan sudah dari kematiannya, kini kami berkumpul kembali untuk saling mengingat akan hubungan darah. Hajatan. Salah satu acara pengumpulan saudara, yang sebelumnya jauh kini diundang dengan hormat untuk saling menghargai dan saling menguatkan. Pagi sebelum jam delapan, ibu dan anggota keluarga sudah siap berangkat untuk melihat saudara kami yang sedang berbahagia.

Dari acara hajatan saya mendapatkan informasi jalur darah dari pihak kakek, juga mendapatkan informasi saudara-saudara yang sukses. Juga mengetahui betapa dekatnya darah persaudaraan yang sebelumnya hanya tahu sebagai tukang tambal ban di pinggir jalan raya. Semua tersingkap dengan jelas. Perkenalkan, salam salaman menjadi pintu pembuka untuk saling kenal pada saudara yang sudah padam apinya. Kini sinarnya kembali menyala walaupun hanya beberapa hari, semoga saja sinar itu terus menyala walaupun hanya sebatas bara api di arang yang rapuh.

Hajatan juga membawa kami sedikit minder dengan gaya dan perkenalkan yang berlebihan terutama menyangkut nama gelar dan juga kekayaan yang terlalu menyilaukan. Satu demi satu tanganku menempel pada orang yang disebut sebagai keponakan, kakek, nenek, sepupu. Setalah perkenalan dilanjut dengan cerita usang sebagai sambungan keluarga, cerita para mendiang ayah dan kakek sebagai jalur utama darah yang mengalir pada diriku kini.

Aku dapat menyimpulkan bahwa darah ini memang terlalu istimewa, dimana para turunnya berkualitas baik. Tidak diragukan turunan dari pihak kakek adalah utama dan berisi ketimbang pihak nenek yang terlalu sederhana. Runut cerita memang kakekku, Santa Dirja adalah seorang sederhana dengan pemikiran sederhana. Bisa saja pemikiran njawani penuh filosofi terlalu berakar sehingga kemajuan duniawi tak pernah diraih, namun saya percaya kemajuan psikologi dan batin selalu diraih dengan sukses. Sama persis dengan bapakku.

Bukan saja orang Minang yang selalu menceritakan kesuksesan di rantau, pulang dengan segala dunia yang dibawanya dari rantau nan jauh. Begitu pula orang Jawa yang suka membicarakan dunia yang dimilikinya hari ini, pada gelar-gelar dan kehormatan lainnya. Di sini aku mulai muak, bukan berarti aku tidak selevel ataupun tidak mempunyai hal serupa. Tapi demi keutuhan keluarga, harusnya yang demikian tidak usah dibicarakan terlebih-lebih pada mobil -mobil, gelar dan pekerjaan sekarang.

Dan harapan pada waktu, bara persaudaraan kembali menyala walaupun di arang yang ringkih.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nama-nama Tai

Sega, beras yang ditanak Apa benar bahasa Jawa itu terlalu 'manut' ke bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris? Tampaknya ada benarnya juga, bahasa Jawa terpengaruh/meminjam banyak kosa kata dari bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Kekurangan kosakata dalam bahasa Jawa memang kebanyakan untuk hal-hal seperti teknologi ataupun hal lainnya. Jangan berkecil hati untuk penutur bahasa Jawa di seluruh dunia! Perlu diingatkan bahasa Jawa mempunyai keunikan tersendiri, misalnya saja untuk belajar bahasa Jawa 'satu paket' atau juga keseluruhan dari bahasa kasar/ngoko, bahasa sedang/madya hingga bahasa halus/kromo, sama saja belajar tiga bahasa!! Bayangkan belajar tiga bahasa, apa gak repot ya?! Itulah keistimewaan bahasa Jawa. Bersyukur! Berbagai keistimewaan bahasa Jawa juga terdapat di istilah-istilah yang sangat detail/spesifik pada suatu beda yang mengalami sebuah perubahan sedikit maupun perubahan besar. Misalnya saja untuk rangkaian nama dari sebuah padi/po...

Mengenal Tanaman Kangkung Bandung (Kangkung Pagar)

Kangkung Bandung, sudah tahu tanaman ini? Menurut buku  biologi tanaman ini berasal dari Amerika Latin (Colombia, Costa Rica). Ciri tanaaman ini tumbuh tidak terlalu tinggi cuma sekitar satu meter sampai dua meter maksimal tumbuhnya. Kangkung Bandung tidak bisa dimakan layaknya kangkung rabut atau kangkung yang ditanam di atas air. Bentuk daun menyerupai kangkung yang bisa dimasak (bentuk hati) begitu juga dengan bentuk bunganya. Bunganya berbentuk terompet berwarna ungu muda terkadang juga ada yang berwarna putih. Batang Kangkung Bandung cukup kuat sehingga memerlukan tenaga cukup untuk memotongnya (tanpa alat).  Tanaman Kangkung Bandung Sebagai Patok Alami Pematang Sawah Fungsi dan manfaat Kangkung Bandung sendiri belum diketahui banyak, beberapa sumber mengatakan tanaman ini bisa dijadikan obat dan dijadikan kertas. Pada umumnya masyarakat desa menjadikan Kangkung Bandung sebagai tanaman untuk ciri (patok) batas antar pemantang sawah. Daya tumbuh tanaman ini cuk...

Menegang dan Mengeras Oleh Nyai Gowok

Ah...sialan! Padahal aku sudah kenal buku ini sejak Jakarta Islamic Book Fair tahun 2014 lalu! Menyesal-menyesal gak beli saat itu, kupikir buku itu akan sehambar novel-novel dijual murah. Ternyata aku salah, kenapa mesti sekarang untuk meneggang dan mengeras bersama Nyai Gowok. Dari cover buku saya sedikit kenal dengan buku tersebut, bang terpampang di Gramedia, Gunung Agung, lapak buku di Blok M dan masih banyak tempat lainnya termasuk di Jakarta Islamic Book Fair. Kala itu aku lebih memilih Juragan Teh milik Hella S Hasse dan beberapa buku agama, yah begitulah segala sesuatu memerlukan waktu yang tepat agar maknyus dengan enak. Judul Nyai Gowok dan segala isinya saya peroleh dari podcast favorit (Kepo Buku) dengan pembawa acara Bang Rame, Steven dan Mas Toto. Dari podcast mereka saya menjadi tahu Nyai Gowok dan isi alur cerita yang membuat beberapa organ aktif menjadi keras dan tegang, ah begitulah Nyi Gowok. Jujur saja ini novel kamasutra pertama yang saya baca, sebelumnya tidak pe...