Jilid ke-6 ini penuh dengan resepsi pernikahan dari Syekh Amongraga dan Niken Tambangraras. Berbagi sumbangan dari para bupati dan pejabat lainnya datang silih berganti, begitupun hiburan yang disediakan bermacam-macam pula. Perayaan pesta perkawinan ini memakan waktu lebih dari seminggu. Kemeriahan pesta pernikahan sama seperti yang ada di kota, bahkan seperti pesta pernikahan setingkat bupati.
Selain berbagai jenis tamu yang datang, para tamu pun duduk sesuai dengan kelasnya masing-masing seperti mengalir begitu saja. Para dalang akan berkumpul dengan dalang lainnya, begitu juga dengan para petani. Berbagai hidangan disajikan, bukan hanya tiga atau sepuluh hidangan saja melainkan puluhan jenis hidangan. Para santri makan dengan penuh nafsunya, setelah buang air bisa melanjutkan makannya lagi. Ada satu petuah bagus dari ki Buyut (ayah dari Ki Bayi Panurta) dia berpesan agar orang tua tidak boleh makan brutu (buntut), kulit, jeroan dan telur agar kesehatannya terjaga tidak sakit sakitan dan seperti bayi. Dia juga mengatakan bahwa makan daging landak dan biayawak mempunyai berbagai manfaat, namun diragukan kehalalannya. Walaupun demikian mereka percaya petuah orang tua ada benarnya.
Pada malam pertama, Syeh Amograga dan Niken Tambangraras tidak langsung tidur ataupun melakukan hubungan seksual. Melainkan belajar agama, Syekh Amograga sebagai suami berkewajiban menuntun istrinya pada jalan agama yang benar. Pertama-tama Syekh Amograga menuntun Tambangraras untuk bersahadat, terutama sahadat fatimah. Selanjutnya penjelasan mengenai dasar-dasar ilmu agama. Centhini yang berada di depan kamar pengantin menangis mendengar percakapan mereka berdua. Centhini yang juga berilmu merasakan masuknya ilmu yang diajarkan Syekh Amograga pada istrinya di dalam kamar.
Sisi lain ada adik Niken Tambangraras, Jayengraga sedang birahi. Selir dan istrinya kesemuanya tidak bisa memenuhi permintaan Jayengraga. Mereka berempat hanya bisa seks oral saja, sementara Jayengraga menginginkan penetrasi. Dia ingat beberapa waktu lalu berhubung seks dengan rongeng lanang, Senu dan Surat. Kedua laki-laki tersebut dipanggil, sayang Surat tidak bisa melayani lama-lama berhubung sedang mencret. Tak lama kemudian Senu datang, akhirnya penetrasi terjadi dengan dibantu oleh Surat.
Malam berikutnya Syekh Amongraga, Niken Tambangraras dan Centhini diboyong ke rumah Jayengraga. Sebelumnya memang sudah sepakat bahwa pengantin harus menginap satu atau dua malam di setiap rumah saudara atau anak dari Ki Bayi Panurta. Saat bermalam di rumah Jayengraga mereka ditanggap dengan berbagai hiburan seperti wayang, debus, dan lainnya. Berbagai makanan dihidangkan. Pada bagian ini Jamal Jamil juga memperkenalkan pengobatan tradisional seperti pengobatan untuk bisul dan encok.
Komentar