Langsung ke konten utama

Corat Coret Di Toilet - Eka Kurniawan

Serat Centhini VIII - Terbitan UGM Press

Kehidupan Syekh Amongraga dan dua santrinya tertulis lengkap di Jilid 8 ini, perjalanan dari gunung ke gunung, lembah ke gua. Berbagai setan demit sudah dijamah, begitu juga dengan orang yang sedang bersemadi di tempat-temopat wingit. Diceritakan juga Syeikh Amongraga pertama mendapatkan seorang santri (pengikut), pengikut pertamanya adalah seorang pintar pada bidang hitungan wuku, namanya Wergasana. Setelah menjadi murid Syeikh Amongraga serta turut kemanapun pergi, dia menjadi seorang mualaf. Dan diberi nama Wergajati.

Kini Jamal Jamil mendapat teman dalam perjalanan yakni Ki Wergajati yang tak kalah pintar. Perjalanan demi perjalanan hingga sampai pada sebuah desa, di sana Syekh Amongraga bertapa di sebuah pucuk gunung. Sementara tiga muridnya berasa di desa. Kegiatan ketiga muridnya di desa sangat aktif seperti ber-ojrat, debus, berkesenian dan mengajarkan ilmu agama sehingga masyarakat desa setempat dan desa tetangga tertarik dengan ilmu agama yang disebarkan. Beratus murid (pengikut) Syekh Amongraga bermula di desa ini, pembuatan masjid dan padepokan pun dibuat dengan segala upaya. 

Ada keunikan tersendiri pada penanaman tempat yang ditinggali oleh Syekh Amongraga atau muridnya. Seriap tempat diberinya nama —abang seperti Lemahbang. Nama muridnya pun sangat khas seperti Gorajati, Wergajati. Nama depan atau belakang ditambahkan kata 'jati'. 


Setelah cerita Seykh Amongraga yang sudah mempunyai banyak pengikut, cerita beralih pada kehidupan di Wanamarta. Keluarga yang ditinggalkan masih dirundung sedih, terutama Niken Tambangraras. Mata pucat pasi, badan kurus tak terurus karena meriang akan kerinduan pada suaminya. Berbagai selamatan digelar agar Syekh Amongraga selalu sehat dan dapat kembali lagi ke Wanamarta. 

Dua adik Tambangraras merasa kasian pada kakaknya yang ditinggal suami, berbagai upaya telah dikerahkan seperti bertanya pada pedagang ataupun sesiapa yang berasal dari Bang Wetan. Namun semuanya tiada arti hingga akhirnya mereka merencanakan menyusul Syekh Amongraga ke arah timur pulau Jawa. Dalam perjalanan tersebut turut serta sang paman, Kulawirya dan abdinya Ki Nuripin. Perjalan mereka mencari Syekh Amongraga menemui berbagai tantangan, berbagai jenis dosa, kehidupan seni dan lain sebagainya. 

Tantangan jenis dosa zina selalu muncul, pertama sekali Kulawirya bermain perempuan dan juga keponakannya Jayengraga dengan anak penghulu. Jayengraga gagal mencicipi daun muda yang belum pernah mengerti akan persetubuhan, beda cerita dengan Ki Kulawirya bersetubuh nan hambar dengan seorang penari ronggeng. Celaka persetubuhan tersebut membuat Kulawirya bangkrut karena beberapa barangnya dicuri termasuk tempat sirih kinang yang terbuat dari perak. 

Tak ada tobat, birahi masih saja menyala kepada kedua orang tersebut. Kini di desa yang berbeda mereka memainkan gamelan dan bertamu pada pemimpin desa, dengan permainan gamelan inilah semua orang tertarik untuk berkumpul termasuk Ni Janda. Diceritakan Ni Janda adalah seorang janda tua kaya raya, mempunyai nafsu seksual yang sangat tinggi. Kulawirya kalah bersebadan dengan Ni Janda. Hampir tiap jam Ni Janda minta disetubuhi, selalu tidak ada puasnya. Bahkan semua pria di desa tersebut mendapatkan jatah untuk bersetubuh dengannya. 

Ni Janda yang sudah tua tidak kehilangan akal dalam memancing pria agar kemaluannya keras sehingga bisa menusuk ke dalam pada miliknya yang sudah tidak empuk lagi. Ni Janda bersiasat dengan para sinden atau penari yang lebih muda sehingga pria siapa saja bisa ngaceng saat melayaninya. Bisa dikata teknik threesome. Pada terbitan UGM Press bahasa yang digunakan termasuk lebih vulgar dibandingkan dengan versi novelisasi. Pada versi novelisasi tidak menggunakan kata kontol untuk menyebut alat kelamin pria. 

"Kacer yang disuruh tidak lama lalu datang. Ni janda memegang kemaluan dibasuh dengan air kendi, dicuci rebah bagai lintah. Kontolnya dicuci dalam bokor. Tidak berdaya lagi tidak berkekuatan, rebah lemah lunglai. Ni Kacêr ikut meraba-raba. Dipegang dengan tidak ditekankan kemaluan itu, terasa geli seram kulit tangan kehangatan. Bergerak-gerak agak bangkit."

Kevulgaran bukan saja pada sebutan nama alat kelamin pria, melainkan juga pada jalan cerita yang lebih terbuka. 

"Ni Janda Sêmbada tertawa kecil sambil menciumi kemaluan mengangguk-angguk sambil mohon belas kasihan membujuk-bujuk, "Aduh-duh kenthol, marilah lagi! Kenthol enak tujuannya, didesakkan ke depan, bawahnya, pinggang membalik menuruti menindih pada paha", Nyai janda memasang sedia diri sambil berkata, "Biyang Kacer ke situ, sandaran jagalah ini. Jangan memakai kêmbên 'kain penutup dada' serta kain panjang. Telanjang bulatlah seperti saya agar inginnya kentholmu ini!". Kemaluan lelakinya dimasukkan menyelam keras suaranya. Bergerak-gerak bagai penabuh gejog 'berlagu di lesung. Dasar tadinya tidak dibasuh, oleh karena itu sangat nikmat tabiatnya bersetubuh. Dipersemangat dalam kenikmatannya Ni Janda sampai sepuas-puasnya. Mendesis-desis menggeliat menggelinjang menggeliat, memejam-mejam meliuk-liuk terpuaskan kehendak inginnya."

Ni Janda sebenarnya juga menginginkan kontol Jayengraga, sayang incarannya selalu gagal. Hanya saja petualangan seks tersebut jatuh pada penari tandhak yang masih segar. Sayang sekali kontol panjang dan besar Jayengraga tidak terlalu kuat berlama-lama dielus oleh Ni Kacer. Beberapa dielus kontolnya menyemburkan mani segar ke seluruh wajah Ni Kacer. 

Tiada hari tanpa hubungan badan, orang yang menggadaikan barang dan tidak bisa ditebus bisa ditebus dengan seks. Ni Janda penguasa desa tersebut, tidak ada satupun laki-laki yang tak pernah mencicipinya. Ki Modin yang tahu agama pun terpaksa melayani nafsu Ni Janda karena paksaan ekonomi. Hingga akhir halaman cerita pengalaman seksual dari Ni Janda belumlah berakhir. 

KEKURANGAN DARI BUKU CETAKAN DAN EDISI KE-8 
UGM Press apakah kalian tidak mempunyai tim QC? Sayang sekali buku yanh saya dapat cacat. Beberapa kecacatan ditemukan sebagai berikut:
1. Halaman tidak tercetak (blank page). Halaman 66&67, 70&71, 90&91 dan 94&95. Hilangnya cetakan dalam beberapa halaman jelas menghilangkan cerita. 
2. Cerita tidak nyambung. Kemungkinan terjadi karena salah cetak pada halaman 151-152 diceritakan dari cerita Syeikh Amongraga dan Jamal Jamil yang berbeda latar belakang cerita disambung ke cerita di Wanamarta pada acara slametan. Cerita tidak singkron kembali ditemukan pada halaman 137-138 dari cerita Syekh Amongraga yang masuk pada pertengahan cerita perjalanan keluarga Wanamarta. Sungguh kesalahan ini sangat fatal. 
3. Cetakan buku dan lem buku tidak menunjukkan kualitas buku asli (buku original). 

Judul: Serat Centhini - Tambangraras Amongraga Jilid VIII
Penulis: Sunan  Pakubuwana V
Penyunting: Marsono
Dimensi: 14,5x21 cm; viii + 294 hlm.
Cetakan: Kedua, Februari 2018
Penerbit: UGM Press
ISBN: 978-979-420-603-4

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nama-nama Tai

Sega, beras yang ditanak Apa benar bahasa Jawa itu terlalu 'manut' ke bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris? Tampaknya ada benarnya juga, bahasa Jawa terpengaruh/meminjam banyak kosa kata dari bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Kekurangan kosakata dalam bahasa Jawa memang kebanyakan untuk hal-hal seperti teknologi ataupun hal lainnya. Jangan berkecil hati untuk penutur bahasa Jawa di seluruh dunia! Perlu diingatkan bahasa Jawa mempunyai keunikan tersendiri, misalnya saja untuk belajar bahasa Jawa 'satu paket' atau juga keseluruhan dari bahasa kasar/ngoko, bahasa sedang/madya hingga bahasa halus/kromo, sama saja belajar tiga bahasa!! Bayangkan belajar tiga bahasa, apa gak repot ya?! Itulah keistimewaan bahasa Jawa. Bersyukur! Berbagai keistimewaan bahasa Jawa juga terdapat di istilah-istilah yang sangat detail/spesifik pada suatu beda yang mengalami sebuah perubahan sedikit maupun perubahan besar. Misalnya saja untuk rangkaian nama dari sebuah padi/po...

Mengenal Tanaman Kangkung Bandung (Kangkung Pagar)

Kangkung Bandung, sudah tahu tanaman ini? Menurut buku  biologi tanaman ini berasal dari Amerika Latin (Colombia, Costa Rica). Ciri tanaaman ini tumbuh tidak terlalu tinggi cuma sekitar satu meter sampai dua meter maksimal tumbuhnya. Kangkung Bandung tidak bisa dimakan layaknya kangkung rabut atau kangkung yang ditanam di atas air. Bentuk daun menyerupai kangkung yang bisa dimasak (bentuk hati) begitu juga dengan bentuk bunganya. Bunganya berbentuk terompet berwarna ungu muda terkadang juga ada yang berwarna putih. Batang Kangkung Bandung cukup kuat sehingga memerlukan tenaga cukup untuk memotongnya (tanpa alat).  Tanaman Kangkung Bandung Sebagai Patok Alami Pematang Sawah Fungsi dan manfaat Kangkung Bandung sendiri belum diketahui banyak, beberapa sumber mengatakan tanaman ini bisa dijadikan obat dan dijadikan kertas. Pada umumnya masyarakat desa menjadikan Kangkung Bandung sebagai tanaman untuk ciri (patok) batas antar pemantang sawah. Daya tumbuh tanaman ini cuk...

Menegang dan Mengeras Oleh Nyai Gowok

Ah...sialan! Padahal aku sudah kenal buku ini sejak Jakarta Islamic Book Fair tahun 2014 lalu! Menyesal-menyesal gak beli saat itu, kupikir buku itu akan sehambar novel-novel dijual murah. Ternyata aku salah, kenapa mesti sekarang untuk meneggang dan mengeras bersama Nyai Gowok. Dari cover buku saya sedikit kenal dengan buku tersebut, bang terpampang di Gramedia, Gunung Agung, lapak buku di Blok M dan masih banyak tempat lainnya termasuk di Jakarta Islamic Book Fair. Kala itu aku lebih memilih Juragan Teh milik Hella S Hasse dan beberapa buku agama, yah begitulah segala sesuatu memerlukan waktu yang tepat agar maknyus dengan enak. Judul Nyai Gowok dan segala isinya saya peroleh dari podcast favorit (Kepo Buku) dengan pembawa acara Bang Rame, Steven dan Mas Toto. Dari podcast mereka saya menjadi tahu Nyai Gowok dan isi alur cerita yang membuat beberapa organ aktif menjadi keras dan tegang, ah begitulah Nyi Gowok. Jujur saja ini novel kamasutra pertama yang saya baca, sebelumnya tidak pe...