Sedari awal saya ingin sekali mengumpulkan beberapa terbitan buku tentang Centhini, entah dalam bentuk penjelasan atau novel. Novelisasi Centhini sangatlah enak dibaca dan mudah dimengerti ketimbang tembang/syair dalam bahasa Jawa asli. Jelas Serat Centhini asli membutuhkan keahlian terdiri untuk membacanya, saya yakin tidak setiap orang Jawa paham dengan bahasa yang digunakan. Setelah novelisasi Serat Centhini yang ditulis oleh Agus Wahyudi kelar dibaca, kini saya tertarik untuk membaca naskah lainnya mengenai Centhini. Lirikan pertama jatuh pada terbitan UGM Press dan lirikan kedua pada karya Achmad Chodjim. Pada perjalanannya akhirnya saya memilih membeli dari UGM Press, terlebih lagi saat kunjungan ke Museum Radyapustaka Solo minggu lalu. Di sana saya menemukan beberapa buku tentang Centhini, termasuk terbitan UGM Press ini.
Mencari ke sana kemari melalui marketplace akhirnya nemu langsung di lapak UGM Press. Lapak ini dikelola langsung dari UGM Press jadi tak ragu lagi akan keaslian buku ini. Selanjutnya Centhini diterbitkan seperti aslinya dengan 12 jilid buku, namun sayang sekali saya hanya bisa membeli 8 jilid saja. Delapan jilid tidak beraturan dari 1—8 melainkan acak, terdampak dari stok buku yang habis. Satu buku terbitan teranyar, tujuh buku lainnya masih terbitan lama dengan sampul berwarna kuning. Terbitan terbaru yang saya dapatkan yakni pada jilid ke-2, sampul berwarna hijau tua bergambar gapura khas Mataram.
Penulisan ulasan (review) buku Serat Centhini cetakan UGM Press tidak akan berurutan dari 1—12, melainkan acak dengan ketersediaan buku yang saya beli. Mudah-mudahan pembaca sekalian senang dengan tulisan ini.
Awal sekali Serat Centhini Jilid 2 dari UGM Press menjelaskan dengan singkat pada titik penting dari Centhini, semisal pengetahuan tentang Serat Centhini merupakan serat tertebal di seluruh Nusantara, perjalanan tokoh cerita (plot), kandungan serat Centhini, dan hasil telaah penelitian dari UGM. Jelas ini berbeda dengan Serat Centhini versi novel, terbitan UGM lebih pada akademis dengan penyajian tembang atau suluk, selanjutnya diterjemahkan dalam bahasa Indonesia juga diceritakan dengan jelas. Istimewa!.
Buku terbitan UGM Press lebih tertata dalam pembagian cerita, mereka membagi berdasarkan pupuh dan terdapat keterangan berapa bait. Semisal. Mas Cebolang di Borobudur dan Mendut. Pupuh 105, Sinom:35 bait. Setiap akhir baut terdapat sebuah keterangan, misal:
"Atas belas kasih Tuhan Yang Mahakasih maka ia (Mas Cebolang) dapat lupa kepada mereka yang ditinggalkan di gunung. Tak mengira perjalanannya telah tiba di candi besar yang tampak menarik hati, yaitu Candi Borobudur, candi Buddha yang banyak terdapat arca besar-kecil, tergelar bagai tubuh para Buddha. (105: 1).
Alur cerita pada cetakan UGM Press tidak jauh beda dengan yang dinovelisasikan. Hanya beberapa saja yang beda dalam penggunaan istilah atau bahasa. Bila dibandingkan seperti dua orang yang kembar identik.
Judul: Centhini II - Tambangraras Amongraga
Penulis: KGP Anom Amangkunegara III (Sunan Pakubuwana V)
Penyadur: Marsono, dkk.
Penyelaras: Nanik
Dimensi: 15,5x23 cm; x + 302 hlmn
Cetakan: Pertama, September 2019
Penerbit: Gadjah Mada University Press
ISBN: 978-602-386-784-4
Komentar