Peta Lama Jalur Kereta Api Tasikmalaya-Singaparna |
Salin tempel kali ini saya dapatkan dari harian Pikiran Rakyat yang diterbitkan pada Sabtu, 17 Februari 2018. Saya menuliskan kembali artikel ini karena saya sangat suka akan dunia perkereta-apian terlebih lagi dengan sejarah kereta api di wilayah Priangan. Artikel ini ditulis oleh Kodar Solihat. Mari kita simak!.
Anyaman Singaparna Pernah Bergengsi
Daerah Tasikmalaya termasuk pernah terdapat jalur kereta api percabangan buntu, yaitu Tasikmalaya - Singaparna yang kini sudah nyaris terlupakan zaman. Keberadaan jejak-jejak bekas lintasan kereta api Tasikmalaya - Singaparna kalah populer dengan jalur-jalur buntu lainnya yang juga pernah ada, seperti Bandung-Ciwidey, Banjar-Cijulang, Rancaekek-Tanjungsari, Cibatu-Cikajang, Kadipaten-Cirebon, atau Karawang-Cimalaya-Rengasdengklok.
Bekas-bekas jalur kereta api Tasikmalaya-Singaparna sudah sulit dikenali, apalagi sangat banyak sudah tertutup bangunan baru perkantoran, rumah, toko, dll. Namun sebagian warga usia lanjut setempat masih sangat menginggat keberadaan jalur kereta api Tasikmalaya-Singaparna tersebut berikut bekas-bekas lintasannya.
Ceceran kisah jalur kereta api Tasikmalaya-Singaparna, juga tercatat pada arsip surat kabar berbahasa Belanda yang tersimpan di Koninklijke Bibliotheek Belanda Delpher. Disebutkan karakteristik jalur kereta api Tasikmalaya-Singaparna, mirip Bandung-Ciwidey, dan Banjar-Cijulang yaitu banyak berjajar dengan jalan raya, sehingga disebut jalur tram.
Het Neuws Van Den Haag Voor Nederlandsch-Indie pada 30 Maret 1911, dengan mengutip Preangerbode, memberitakan jalur kereta api Tasikmalaya-Singaparna melintasi 12 pemberhentian, serta dua halte, yaitu Cibanjaran dan Singaparna. Jalur kereta api Tasikmalaya-Singaparna sepanjang 18 Km dengan hanya menyediakan gerbong kelas dua (penumpang) Dan kelas tiga (kelas pedagang).
Het Neuws Van Den Haag Netherlandsche-Indie terbitan 3 Juni 1911 memberitakan, rute Tasikmalaya-Singaparna pp, telah dibuka secara resmi untuk umum. Mengutip Preangerbode, dari masing-masing arah Tasikmalaya dan Singaparna, jalurnya melintasi daerah padat penduduk melintasi desa. Para peminat kereta api Tasikmalaya-Singaparna sangat banyak, di mana sebanyak empat perjalanan kereta dalam sehari masing-masing kedua arah berperan sebagai kereta api lokal.
Disebutkan, di pertengahan jalur antara Tasikmalaya-Singaparna terdapat stasiun besar penghubung (yang dimaksud adalah Halte Cibanjaran). Selanjutnya, lokomotif uap mengisi air di Singaparna. Jalur kereta api Tasikmalaya-Singaparna melintasi daerah pemandangan indah, serta menyusuri tepian jalan besar.
Diberitakan pula, beroperasinya kereta api jalur Tasikmalaya-Singaparna sekaligus sarana mempermudah perdagangan maupun promosi bagi produk khas asal Singaparna, yaitu kerajinan anyaman rotan. Orang-orang yang berkunjung ke Singaparna, lebih mudah memperoleh produk anyaman yang merupakan produk souvenir menarik dan sering dijadikan hadiah tanda persahabatan.
Keterkenalan kerajinan anyaman bambu asal Singaparna, juga dicatat Nationaal Museum Van Wereldculturen - Tropenmuseum Leiden, Belanda, dengan menyebutkan, pada masa-masa tersebut, kerajinan anyaman bambu Singaparna dalam bentuk wadah, keranjang dan tas, merupakan sesuatu menarik minat orang Eropa di Hindia Belanda. Apalagi, cara pembuatan kerajinan bambu oleh para pengrajin di Singaparna ini dinilai unik, kuat dan tampilannya sangat menarik, banyak produknya sengaja dipasarkan untuk kalangan Eropa.
Seusai kemerdekaan Indonesia 17 Augustus 1945, jalur kereta api Tasikmalaya-Singaparna menjadi ajang rebutan kepentingan antar pihak Indonesia dan Belanda. Gambaran umum, jalur kereta api Tasikmalaya-Singaparna saat itu kondisinya sudah sangat menyedihkan, sehingga tak dapat digunakan.
Catatan dari buku Sejarah Perkereta-apian Indonesia Jilid 2 (disusun Tim Telaga Bakti Nusantara), Angkasa Bandung, tahun 1997 menyebutkan, awal tahun 1948, pihak Indonesia berniat memperbaiki kembali jalur kereta api Tasikmalaya-Singaparna yang banyak sudah tercabut relnya oleh pihak Jepang semasa Perang Dunia II (1942-1945).
Koran PR Edisi Wacana, Sabtu, 17 Februari 2018 |
Namun diberitakan, Het Dagblad pada 8 April 1948, pihak Belanda yang kemudian membangun kembali jalur kereta api Tasikmalaya-Singaparna yang telah dibongkar oleh pasukan Jepang tersebut. Jalur kereta api Tasikmalaya-Singaparna dapat dipulihkan sehingga rangkaiannya dapat melaju sampai Halte Cibanjaran.
Dari sejumlah sumber yang ditelusuri "PR", ada perbedaan yang menunjukan jejak-jejak bekas lintasan kereta api Tasikmalaya-Singaparna. Dalam peta lama arsipnya tersimpan di Koninklijke Bibliotheek Belanda tergambar awal lintasan dari arah selatan Stasiun Tasikmalaya lalu melintasi wilayah yang kini bernama Jalan Merdeka dan Jalan Sutisna Senjaya.
Peta lama tersebut menunjukan pula, jalur rel Tasikmalaya-Singaparna pp, jika dari arah Tasikmalaya adalah pemberhentian Cihideung, pemberhentian Cikurubuk, Halte Mangkubumi, Halte Cibanjaran, Halte Kedung, Pemberhentian Cikunir, Pemberhentian Cibarengkok, Pemberhentian Cihandeleum, Pemberhentian Cikiray, berakhir di Stasiun Singaparna.
Lain halnya sejumlah catatan jejak manapun penuturan sejumlah saksi di masa kini, atas bekas-bekas lintasan jalur kereta api Tasikmalaya-Singaparna, jalur kereta api Tasikmalaya-Singaparna bercabang dari arah utara, tetapi kini bekas jalurnya sudah dipenuhi rumah. Jalurnya diawali melalui Jalan Cimulu, namun ada kesamaan kemudian lintasannya melului jalur Cihideung.
Empat paragrap terakhir tidak dimasukan.
Komentar