Termasuk orang paling beruntung, saya mempunyai teman Liana Safitri dari Yogyakarta. Seorang penulis dan juga pendengar Radio Taiwan International seksi bahasa Indonesia. Sejak adanya acara Baca Buku, kami yang gemar membaca buku tentunya sangat girang.
Buku yang saya baca sekarang ini merupakan efek dari acara Baca Buku dari RTI Bahasa Indonesia. Dari acara tersebut saya bisa kenal dengan Liana Safitri, beliau lah yang memberi buku ini kepada saya sebagai hadiah. Memang saya sendiri pernah berbicara kepada beliau tentang kecintaan saya terhadap karya Pramoedya.
Bukan sebuah review buku yang resmi tapi merupakan sebuah luahan akan karya milik Pramoedya Ananta Toer. Bagi saya karya ini sangat luar biasa, dimana bung Pram membuka luka dalam kepada masyarakat Indonesia sebelum dia berangkat ke Jepang untuk memperoleh penghargaan sebagai penulis. Pembukaan luka dalam ini bukan sebuah kepedihan yang selalu ditangisi tapi untuk dibela dan dihargai sebagai korban ataupun perempuan yang ikut berjuang untuk Indonesia. Selain membuka luka juga Pram meninju pemerintah Jepang dengan kebiadaban tentaranya selama menjajah Indonesia.
Buku Karya Pramoedya Ananta Toer |
Dalam buku tersebut menceritakan kekejian tentara Dai Nippon yang menipu para perawan remaja Indonesia yang pada umumnya para gadis remaja di pulau Jawa. Perawan remaja berumur 14-18 tahun itu di-iming-imingi pendidikan gratis di Singapura dan Tokyo yang dibiayai oleh pemerintah Dai Nippon. Dengan iming-iming itu banyak sekali perawan remaja dari pulau Jawa tertarik dengan tawaran palsu tentara Dai Nippon.
Betapa perasaan mereka tertekan dimana harus meninggalkan ayah bunda, tempat tinggal dan teman-teman lainnya. Beberapa perawan remaja juga turut bangga dengan keberangkatan mereka ke Singapura maupun Tokyo, namun di tengah laut dan di pulau lainnya janji itu terbukti palsu! Perawan remaja menangis dengan nasibnya yang begitu buruk.
Tubuh perawan remaja itu begitu dihinakan oleh tentara Dai Nippon, beberapa perawan remaja melawan dengan cara kabur dan tak sedikit pula menerima nasib dengan tangis yang begitu menyedihkan untuk tubuhnya yang selalu dihinakan oleh para tentara Dai Nippon.
Perawan remaja yang masih berpegang teguh pada adat budaya Jawa atau Sunda, dalam hatinya perang batin hingga enggan pulang kampung karena kesucian tubuhnya sudah hilang karena kekejian tentara Dai Nippon.
Di pulau Buru, Maluku. Mereka perawan remaja dilepaskan tentara Dai Nippon begitu saja ketika Jepang kalah perang dengan sekutu. Nasibnya begitu mengenaskan dan terlunta-lunta di pulau yang sangat asing bagi mereka, keterasingan itu membuat mereka mencari perlindungan dengan cara menikah dengan suku setempat dan juga suku pendatang.
Beberapa Tapol (Tahanan Politik) sedikit banyak menyelidiki sebagian keberadaan mereka baik di kota maupun pelosok hutan. Pada umumnya mereka menolak identitas mereka dibuka karena sakitnya perasaan mereka terhadap kebiadaban tentara Dai Nippon, mereka malu terhadap dirinya sendiri, kepada saudara, kepada bangsanya dan semuanya. Hingga perang batin yang begitu berkecamuk dalam hatinya menutup rapat akan identitasnya dulu semasa di Jawa.
Perawan remaja ini bisa dikatakan sebagai Jugun ianfu atau budak seks tentara Jepang. Belakangan ini banyak sekali media internasional membicangkan tentang jugun ianfu dan sikap pemerintah Jepang yang belum mau memberikan permintaan maaf dan kompensasi terhadap keluarga maupun korban.
Para jugun ianfu bukan hanya perempuan Jawa saja melainkan perempuan Jepang sendiri juga diperlukan sama. Selain itu sebagian besar jugun ianfu berasal dari China, Taiwan, Korea dan Vietnam. Tentunya dalam novel ini saya mendapatkan nilai kemanusiaan yang luar biasa. Benar sekali apa yang disebut oleh bung Pram "kalau kemanusiaan tersinggung, semua orang yang berperasaan dan berpikiran waras akan ikut tersinggung, kecuali orang gila, dan orang yang berjiwa kriminal, biarpun mereka sarjana"
Komentar