Lupa! Sibuk....
Saya lupa untuk menulis catatan harian bulan sakral ini. Kemarin pelajaran yang diambil adalah sikap tahu diri dan menghargai nyawa orang lain. Diambil dari cerita nyata, seorang pemuda pulang kampung dengan segenap uang diperoleh dan rasa kalut akibat pandemi virus baru korona. Merasa dirinya baik-baik saja, tidak ada tanda gejala dan juga merasa kampungnya sendiri yang setiap orang paham betul akan dirinya sendiri. Kejenuhan yang melela membuat dirinya kabur dari kamar karantina dan berkunjung ke tetangga, tak menghiraukan maklumat dari negara. Syahdan dia berkunjung ke tetangga yang menjalani kemoterapi, pasien yang ber-resiko tinggi.
Suami dari pasien kemoterapi ini sangsi akan kehadirannya. Nyawa istrinya terancam untuk kedua kali dengan kemungkinan resiko yang tinggi dari seorang inang dari kota episentrum pandemi. Akhirnya sang suami menyatakan langsung maksudnya kepada orang tua pemuda itu agar tidak main ke rumahnya. Si orang tua mangkel, sakit hati. Di sini ada pelajaran kehidupan yang mesti diambil dimana kita harus menghargai nyawa orang lain, taat pada himbauan pemerintah, dan sayang terhadap diri sendiri. Pada saat pandemi berlangsung bukan masalah ekonomi, kesehatan yang terpukul, juga aspek psikologi setiap orang. Curiga, waspada pada setiap orang, bahkan orang satu rumah. Terlebih jika ada ciri-ciri yang ada pada diri seseorang, maka timbul kewaspadaan menjadi siga satu hingga siaga tiga.
Pagi
Kegiatan pagi ini seperti biasanya ada pembebasan nafsu. Aku khawatir nafsu itu menjadi liar, menjaga bumerang yang nikmat dan menggairahkan. Senggolan, gesekan, imajinasi, dan hal yang nyrempet pada salah satu kebutuhan dasar manusia yang satu itu akan aktif. Memberikan signal kuat! Dan aku takut menodai kesakralan bulan ini terlebih pada zona waktu yang dilarang oleh aturan yang ada. Akhirnya malam dan pagi menjelang waktu yang dilarang oleh leluhur yang suci itu, aku mengeluarkan banyak tetesan dari segala kebutuhan dasarku. Lemas. Maaf, adalah jalan yang bersifat win-win solutions, entahlah hukumnya untuk urusan fiqih.
Setelah mandi yang diwajibkan, semua seperti disetel ulang (restrat) menjadi suci. Dan aku kembali berbincang santai selama dua sesi dengan-Nya di saat fajar timur memberikan tebaran pesona untuk bumi yang sakit keras ini. Bumi terpesona dan mulai bangkit dengan sejuta harapan untuk kembali membalas senyum Fajar timur hingga kerningan matari siang.
Kegiatan gowes pagi ini tidak terlalu jauh hanya membentuk huruf O, mulai dari rumah ke Balater, Pamarican, Cigintung, Kertahayu, Bojongnangka, Bubutulan, Cikarang dan berakhir di Kubang Pari. Peluh menyucur mengantre tidak terlalu ramai, menetes seperti keran yang memasuki masa rusak. Aku takut setelah gowes akan terjadi perubahan otak yang lainnya seperti ngantuk dan tidur di pagi hari hingga akhirnya pening. Terjadilah. Inilah kekurangan dari gowes pagi dengan hasil akhir ngntuk dan tidur di pagi hari.
Siang
Bahan bacaan yang berisi 260 halaman itu tak kunjung berakhir. Bahan materinya terlalu berat dan agak memakan waktu untuk mencerna terlebih dengan bahasa Melayu Indonesia tempo itu, istilah Islam yang belum dikenal dan rasa ingin menyerap betul isi kandungan materi itu terasa berat dan lama. Harapan demi hari untuk merubah diri dengan pedoman dari buku itu yang bisa membawa kebahagiaan esensial, ketenangan jiwa dan keilahian yang merasuk dalam setiap sel tubuh.
Program Injil Matius rupanya harus di-istirahatkan karena jumlah halaman yang terlalu besar dan bahasannya yang luas. Semoga minggu kedua Mei 2020 akan segera dimulai kembali. Amin.
Sore
Melihat senarai catatan yang telah dibuat, aku ambil buku sejarah kolonial yang berkesan hommie untuk diriku sedari dulu. Pada akhir hari ini, masih banyak kelakuan tubuh ini yang selalu nurut pada kesombongan jiwa dan kesurjanaan lisan. Sekali dua kali menyinggung orang, bergunjing menjilat nanah busuk yang terasa nikmat. Oh diri ternyata aku sudah menjadi durjana sejati, kengerian akan neraka menjadi hal surgawi yang nikmat dirisai. Aku terlampau hewan dan tak menjadi manusia, tak ada lagi ilahiah yang menabur cahaya dalam sempit dan gelapnya ego. Sore ini aku kalah oleh ruang bibir yang liar. Tuhan, semoga nama yang terucap oleh durjana ini memaafkan ku. Dan aku menghadap padaMu untuk menjaga mulutku yang bajingan ini. Tabik Tuhan.
Komentar