Ketawa adalah obat jiwa yang paling indah. Orang sakit akan naik imunitasnya saat tertawa lepas, memang tertawa banyak manfaat. Tertawa bagiku adalah rasa surgawi yang bisa dicicipi sebentar saja, coba bayangkan saat anda tertawa seperti terlepas dari dunia. Banyak cara untuk mendapatkan tertawa, baik dari banyolan langsung maupun tidak langsung.
Kini saya mencari sumber tawa tidak langsung yakni dengan media buku. Soleh Solihun si penulis yang sudah terkenal menjadi stand up comedian menulis buku. Isi buku ini tidaklah dibuat langsung, ada beberapa yang diambil dari acara yang pernah ia isi. Stand up comedy adalah salah satu banyolan yang intelektual, tanpa pengetahuan luas dan keterbukaan pikiran orang akan sulit untuk tertawa. Sebab apa? Karena dia terlalu lama mencerna ucapan dari komedian yang melucu dengan intelektual.
Kini Soleh Solihun membawa lelucon ini ke dal buku yang berjudul Majelis Tidak Alim, buku yang cukup tebal. Empat ratus halaman loh.... Mabok...mabok...lu! Banyak kisah lucu yang terkandung dalam buku ini, pada umumnya diambil dari kehidupan sehari-harinya atau pengalaman masa lalunya. Sejatinya baca buku ini seperti membaca autobiografi dari penulis dalam bentuk komedi. Majelis Tidak Alim banyak juga menyinggung kehidupan beragama di Indonesia, hal yang sakral dan serius menjadi hal yang kocak dan pantas ditertawakan dengan kesadaran penuh.
Buku ini tidak hanya berupa naskah yang lucu, tapi juga memuat foto-foto penulis dan kawan-kawannya dalam bingkai hitam putih. Foto-foto yang dipajang lumayan banyak jadi 400 halaman itu serasa 150 halaman saja. Ada beberapa judul yang sangat kocak bagiku, tapi ada juga yang garing. Memang membaca komedi di media buku tidak akan cepat dicerna dibandingkan dengan menonton langsung stand up comedy. Kalau nonton langsung lihat gerak-gerik, mimik muka atau intonasi suara saja kita langsung ketawa. Tapi melalui media buku harus ekstra keras untuk mencerna komedi yang disampaikan. Jika intelektual kurang ataupun malas baca, saya rasa banyak kegagalan untuk tertawa. Percayalah tertawa itu membutuhkan intelektual.
Bahasa yang dipakai pada buku ini mudha dimengerti, tidak banyak istilah-istilah yang mesti buka kamus atau Googling. Semuanya mengalir seperti saat show saja, tapi saya pikir jarang menggunakan bahasa pasar (bahasa gaul). Buku ini bisa menjadi teman ada di kala bosan atau jenuh, bisa dibaca akhir pekan. Semua kejenuhan akan hilang saat membaca hal yang lucu, tapi cukup menjijikkan kalau lelucon jadi garing. Seperti yang saya tuliskan di atas buku ini bukan semata membawa lelucon, tapi juga sebagai autobiografi si penulis, di buku ini juga dia menceritakan betapa terpukulnya saat melepas ayahnya ke kehadiratNya.
Judul: Majelis Tidak Alim
Penulis: Soleh Solihun
Penyunting: Dewi Fita
Dimensi: xiv+400 halaman, 14x20 cm
Penerbit: Rak Buku
Cetakan: Pertama, 2015
ISBN: 978-602-732-302-5
Komentar