Langsung ke konten utama

Corat Coret Di Toilet - Eka Kurniawan

Bab I Pendahuluan

Jauh sebelum masuknya Adam dan Eva cerita ini sudah dibuat oleh-Nya. Dari idea berlanjut being menjadi eksis. Crazy about you!

Inilah Bab I Pendahuluan dimana suatu perkenalan mulai berjalan dan saling merajut. Menghubungkan satu benang ke ujung benang lainnya, entah simetris, lurus, atau kacau. Di sini aku memulai bercerita tentang arwah penasaran yang pernah diceritakan pada Catatan Kecil, sehari yang lalu. Aku (penulis) bukanlah seorang sejarawan ataupun penilai, yang bisa saja takut dan dibayar untuk menulis hal-hal yang baik saja. Aku sendiri pelaku cerita, walaupun bukan sebagai objek.

Menyusun cerita ini membuat otak saya diputar ke beberapa kejadian, ke beberapa hal dan beberapa tahun yang sudah musnah ditelan kalender. Beruntung ada beberapa dokumen yang tersimpan sebagai hadiah hidup, yang bisa saja dihapus karena sudah tidak menarik. Sayang juga jika dihapus karena luapan emosi, pernah dua kali dihapus karena luapan emosi. Inilah aku yang terlalu emosi. Dan tepat pada saat menulis ini, terpaut 24 jam dimana emosi itu menjadi buntut kekecewaan pada diri sendiri. Mamah yang dikecewakan. 

Baiklah, menjadi diri saya sendiri adalah suatu keputusan Tuhan yang tak pernahku mengerti sebelumnya. Dengan segala rasa yang tak pernahku mengerti juga. Jika dari setan, mungkin saja. Penulisan ini berharap membawa pada hal yang lebih baik untuk subjek dan objek. Penulisan ini bukan untuk puja-puji ataupun sekedar monumental sebuah lembaran kehidupan. 

Seperti sebelumnya saya bingung memulai dari mana, terlebih untuk penggambaran seseorang yang masih dikagumi.

Kepada Tuhan si juragan kehidupan, saya berterima kasih atas kehadiratNya. Tanpa campur tangan-Nya dalam dunia ini, aku bukanlah sebuah ciptaan. Aku bersyukur masih bisa hidup sampai sekarang, terlebih pada peristiwa sebuah kegiatan yang pernah kami lakukan setahun lalu. Pada sebuah puncak tanpa pepohonan dekat pada sebuah kematian yang mengerikan, kami terjebak pada amukan angin dan hampir saja mengalahkan kekuatan jasmani. Di sini juga aku berhutang nyawa padanya yang sudah menghangatkan tubuh, tanpa ada rasa malu dia menyelamatkan roh yang terkandung dalam badan agar tidak keluar. Saya sangat berterima kasih sekali pada dirinya dan Tuhan yang memberi kesempatan untuk hidup. Sebenarnya sudah patah arang untuk bertahan, ujung kaki, tangan sudah sedikit membiru, tidak ada aliran darah yang sanggup untuk masuk ke daerah itu. 

Memang saya yang meminta untuk memeluknya dan bersedia, aku belum tahu jika dia adalah orang lain. Mungkin saja menolaknya, terlebih itu adalah saya. Bisa jadi dari peristiwa inilah saya semakin dekat dengan dirinya, juga ada tuntutan untuk selalu mencintai. Aku terpaut hutang nyawa. 

Benar saja sepulang dari peristiwa itu kami selalu sedia berkirim kabar, entah itu untuk basa-basi ataupun sekedar membahas tentang keluarga. Aku belum pernah melihat sisi lain darinya, hanya saja terlihat lebih lembut, banyak berdiam, berpikir dewasa dan tenang. Beberapa kali di hutan kami bersama, tidak pernah melihat sisi lainnya. Hanya itu. Mungkin saja sikapnya terhalang karena adanya aku, di luar sana (dengan temannya) saya tidak tahu. 

Beberapa kali cukup malu mendengar temanya mengatakan dia rindu dan membutuhkan wali untuk upacara perpisahan sekolah. Jelas ini bukan darinya, tapi keisengan temannya. Hanya aku saja yang merasa bahwa saya dibutuhkan, dan aku datang untuk memberikan kata selamat. Penolakan bantuan finansial dengan alasan masih ada uang, saya kurang percaya. Untungnya saat pulang ada teman yang bersedia membonceng. Dia terlalu menyimpan diri untuk sendiri, sementara aku masih menjadi alien dalam dirinya.

Jelas di situ saya tidak menginginkan pengakuan dari dirinya. Otaku masih terpaut akan hutang nyawa yang seminggu sebelumnya dia jaga. Bukan hal lain yang bisa menggerakkanku untuk dirinya, kami masih sebatas Bab I Pendahuluan. 

Semua akhirnya menjadi berlalu dan pautan hutang nyawa sudah tidak mendasari dari sebuah aksi. Semakin hari semakin dekat melalui pesan instan di aplikasi, kini aku membuka diri untuk dirinya. Instagram dan facebook yang hanya orang terpilih kini, dia menjadi salah satunya. Aku mengenalkan diriku sendiri pada dirinya di sisi lain yang jarang orang tahu, aku tidak peduli pada penilaian akhir darinya. Saya cukup percaya pada seseorang yang sudah saya akui. Termasuk dia yang baru aku kenal selama enam bulan lebih. 

Betapa terbukanya pada seseorang yang baru dikenal selam enam bulan. Kadang aku merasa orang lain saat menerima orang lain yang baru mengenal, aku sedikit takut. Banyak cerita hidup yang membuatku takut pada orang lain, terlebih saat bekerja di ibukota dulu. Dan kini menjadi orang lain dalam diri sendiri.

Pernah satu kali mengeluarkan dia dari Instagram dan facebook, entahlah apakah dia merasa tersakiti atau tidak. Yang pasti saya merasa ketakutan luar biasa terlebih banyak dari temanya yang ingin menambahkan aku sebagai teman Facebook atau Instagram. Kata maaf berlaku untuk dirinya entah diterima atau tidak, yang pasti selalu menunjukkan ketenangan dan kesahajaan. Sikap yang selalu aku irikan sejak dulu, karena memang aku tidak mempunyai itu.

Dunia ini semakin menyambung terlebih dari pemikirannya yang mendekati pemikiranku. Keputusan pengambilan jurusan pun aku terlibat, entah diterima ataupun tidak yang pasti aku terlibat di dalamnya. Serasa tidak percaya pada pilihannya, terlebih sikapnya yang kadang membuatku cukup geram. Malas baca. Katanya tidak banyak membaca, satu hal yang jomplang ketika seseorang menginginkan ilmu filsafat dengan karakter malas membaca. Kala itu saya memberikan pilihan lain seperti jurusan teknik untuk pilihan ke dua, namun tetap kekeuh. Yang kulakukan saat itu hanyalah berdo'a di setiap sembahyang saat ingat akan dirinya, ataupun saat tertentu mengucap harapan pada Tuhan. 

Menghubungi teman di Jogja untuk mengetahui cara terbaik masuk ke universitas bergengsi itu, beberapa kali lontaran petuah diajukan untuknya. Teman di Jogja pun mendoakan agar bisa 1 di universitasnya. Percobaan pertama gagal, entah kenapa aku pun ikut kecewa. Mungkin saja kecewa itu muncul karena selalu menjawab "malas belajar" di setiap pesan WhatsApp yang terkirim. Kembali lagi menyarankan untuk mengambil jurusan lain yang tak kalah hebat, dan lagi tertolak. Di situ mulai yakin akan tekadnya untuk jurusan yang dipilihnya, terlebih karakter dia yang memang sejatinya pemikir (thinker).

Harapan dan doa selalu ada disetiap sujud, entah apa yang melandasi perbuatan itu. Aku tidak mengerti dan aku mengerjakan. Percobaan kedua dimulai, dan kini dia berhasil. Aku kurang percaya, tapi ini terjadi. Dan aku cukup bangga pada dirinya yang misterius. 

Sisi lain darinya mulai terungkap setelah sekian waktu menemani. Rasa kecewa sempat muncul karena hal sepele dan aku sempat menghilang untuk dirinya. Ini gara-gara pesan yang ku kirim melalui WhatsApp dan jawabnya "ada hal penting yang lain dan bukan ini saja" tertulis dalam bahasa sehari-harinya. Percakapan itu masih ada dalam backup. Kalimat itulah yang membuat aku hilang darinya selama beberapa minggu. Di sini aku merasa orang lain yang tidak pernah tahu apa-apa, dan ku akui ini adalah sebuah keegoisan dari diri sendiri yang tidak pernah tahu kondisi di sana. Mungkin jika mengetahui kondisinya aku pun paham dan tak pernah merasa menjadi asing darinya.

Kami mulai komunikasi kembali entah dari hal apa, yang pasti aku yang memulai. Dari komunikasi intens itu hanya akulah yang selalu memulai. Serasa sebagai pelacuran. Menjajakan diri untuknya dengan rasa senang dan rasa sakit yang dibuat sendiri. Bagiku dia adalah orang yang sangat dingin, tanpa dipancing tak akan pernah memulai kecuali hal yang penting. Jika digambarkan pada sebuah bagan percakapan kami seperti ini:

Y: xxxx xxxxx xxxxx xxxxx
X: yyyy
Y: xxxxxx xxxxxx xxxxx xxxxx xxxxx?
X: y
Y: xxxxx, xxxx xxxxx 

Seperti itulah adanya dan sampai sekarang kadang begitu, tapi inilah dia. Saya tidak akan bisa membuatnya seperti diri saya ataupun orang lain. Dan kadang aku merasa sakau pada karakternya. 

Kembali pada cerita sebelumnya, entah apa yang bisa merajut kembali komunikasi itu, yang pasti aku yang memulai. Komunikasi berlanjut kembali dan entah apa yang ada di dalamnya, aku tidak terlalu ingat dan malas membaca teks WhatsApp yang sudah masuk ke kolom backup.

Rasa melepasnya ke Jogja untuk kuliah adalah hal yang aneh pertama untuk diri saya sendiri. Seperti melepas Ayah untuk bekerja jauh dari tempat tinggal. Dua hari sebelum keberangkatannya ada tumpukan percakapan di WhatsApp, entah apa yang ada di dirinya untuk mengundangku untuk menginap. Seakan merengek untuk memintaku pergi ke sana, mungkin ucapan perpisahan karena akan pergi jauh untuk belajar atau sekedar basa-basi untuk mengisi kehidupan. Entahlah yang pasti aku menunggu jawaban tulisan darinya untuk diriku.

Benar saja aku menyanggupi keinginannya. Ramah tamah ibunya selalu menjadi hal manis untuk diriku, begitu sikap dinginnya yang kadang membuatku geram. Pukul sepuluh pagi saya sudah di rumahnya, istirahat hanya beberapa menit saja dan pergi ke curug dekat rumah untuk menjadi alasan. Alasan untuk menghapus rasa malu jika ditanya oleh siapapun. 

Ada sikap yang kurang begitu mengenakan, bisa jadi ini memang trend di kalangan muda. Saat berjauhan (melalui WhatsApp) begitu hangat dan saling memperhatikan, namun saat dekat begitu intimnya dia dengan handphone. Aku merasa teracuhi, tapi apa daya inilah hidup. Di kamar lantai dua atau terpaku tanpa bicara, sementara di sudut sana sedang senyum pada pesan yang masuk. Aku merasa cemburu.

Stasiun pagi hari, menjelang kereta datang. Aku menunggu untuk melepasnya pergi pada cita-cita dan harapan. Ada rasa yang membucah pada pelukan terakhir, sama rasanya saat perpisahan dengan Ayah sewaktu pergi ke Jawa Tengah. Sampai pada gerbong masih ku lihat jaket merah hitam dan tas besar miliknya memasuki ruang kereta yang sesak. Ada doa di situ dan aku merasa dia menganggap aku ada. 

Aku yang terlalu beringas dan dia terlalu dingin, kompilasi yang menurut filsafat Timur adalah hal yang wajar sebagai penyeimbang dunia. Yin Yang. Bisa diceritakan sebagai simbol itu, karakter yang beda bisa menjadi pelengkap yang sempurna. Hanya saja butuh keteguhan untuk menjadi seimbang. Kekurangan padaku bisa diisi dengan kelebihan padanya, begitu pun sebaliknya. Hanya saja aku terlalu kagum dengan karakternya.

Masa berlanjut dari detik ke tahun sisi dengan hal yang biasa terjadi, sikap dingin dianggap suatu yang khas dan ada. Entah bagi dia apakah aku orang terlalu ceroboh, berlebihan atau egois. 

Sementara perjalanan kampus dimulai dengan berbagai cerita yang diperoleh, aku bangga dengannya. Perubahan sikap menjadi lebih dewasa pada satu sisi, namun beberapa masih tampak menyebalkan terlebih soal kemalasan, abai soal mata kuliah dan kesehatanya. Semua terasa menyebalkan, mungkin ini yang bisa saya kerjakan untuk membuatnya lebih baik lagi dari sudut pandangku. 

Oh anak ayam yang ditinggal ibunya, itulah rasanya mendengar berita sakit. Tiap jam dipantau secara berlebihan, dan ini adalah suatu hal menyebalkan baginya. Tidak pernah terpikir sampai sejauh itu, hanya saja ingin selalu memberi ketenangan dan kepastian. Tapi terlalu kelewatan, hingga akhirnya puluhan kali pesan dan miss call diacuhkan. Dan Aku tersisih oleh pikiranku sendiri, merasa bersalah berminggu-minggu hingga lupa. Sesekali melihat ruang chatnya dan menunjukkan "online", aku cemburu dan iri. Ku akui ini salahku yang terlalu berlebihan.

Suatu hari kami sadar soal kesalahan itu, saling mengakui dan saling berkaca diri. 


Terlampau banyak iri pada karakternya yang susah digambarkan, hanya pikiran sendiri yang bisa. Berharap Bab I Pendahuluan ini menjadi titik acu sebagai pelengkap di antara kekurangan yang ada. Dua tahun sudah berlalu, Pendahuluan ini masih ada. Saling mengenali saling melengkapi hingga akhirnya mencapai kata sempurna.

Ini adalah bagan dari Ying dan Yang yang kami punyai:
Aku > egois, perfekesionis, memaafkan, ceroboh, penggembira, kalap, sombong, angkuh, rajin ....

Dia > Diam, dingin, hati-hati, keras kepala, pengasih, memaafkan, acuh, pemikir, malas, baik hati ...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nama-nama Tai

Sega, beras yang ditanak Apa benar bahasa Jawa itu terlalu 'manut' ke bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris? Tampaknya ada benarnya juga, bahasa Jawa terpengaruh/meminjam banyak kosa kata dari bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Kekurangan kosakata dalam bahasa Jawa memang kebanyakan untuk hal-hal seperti teknologi ataupun hal lainnya. Jangan berkecil hati untuk penutur bahasa Jawa di seluruh dunia! Perlu diingatkan bahasa Jawa mempunyai keunikan tersendiri, misalnya saja untuk belajar bahasa Jawa 'satu paket' atau juga keseluruhan dari bahasa kasar/ngoko, bahasa sedang/madya hingga bahasa halus/kromo, sama saja belajar tiga bahasa!! Bayangkan belajar tiga bahasa, apa gak repot ya?! Itulah keistimewaan bahasa Jawa. Bersyukur! Berbagai keistimewaan bahasa Jawa juga terdapat di istilah-istilah yang sangat detail/spesifik pada suatu beda yang mengalami sebuah perubahan sedikit maupun perubahan besar. Misalnya saja untuk rangkaian nama dari sebuah padi/po

Menegang dan Mengeras Oleh Nyai Gowok

Ah...sialan! Padahal aku sudah kenal buku ini sejak Jakarta Islamic Book Fair tahun 2014 lalu! Menyesal-menyesal gak beli saat itu, kupikir buku itu akan sehambar novel-novel dijual murah. Ternyata aku salah, kenapa mesti sekarang untuk meneggang dan mengeras bersama Nyai Gowok. Dari cover buku saya sedikit kenal dengan buku tersebut, bang terpampang di Gramedia, Gunung Agung, lapak buku di Blok M dan masih banyak tempat lainnya termasuk di Jakarta Islamic Book Fair. Kala itu aku lebih memilih Juragan Teh milik Hella S Hasse dan beberapa buku agama, yah begitulah segala sesuatu memerlukan waktu yang tepat agar maknyus dengan enak. Judul Nyai Gowok dan segala isinya saya peroleh dari podcast favorit (Kepo Buku) dengan pembawa acara Bang Rame, Steven dan Mas Toto. Dari podcast mereka saya menjadi tahu Nyai Gowok dan isi alur cerita yang membuat beberapa organ aktif menjadi keras dan tegang, ah begitulah Nyi Gowok. Jujur saja ini novel kamasutra pertama yang saya baca, sebelumnya tidak pe

Mengenal Tanaman Kangkung Bandung (Kangkung Pagar)

Kangkung Bandung, sudah tahu tanaman ini? Menurut buku  biologi tanaman ini berasal dari Amerika Latin (Colombia, Costa Rica). Ciri tanaaman ini tumbuh tidak terlalu tinggi cuma sekitar satu meter sampai dua meter maksimal tumbuhnya. Kangkung Bandung tidak bisa dimakan layaknya kangkung rabut atau kangkung yang ditanam di atas air. Bentuk daun menyerupai kangkung yang bisa dimasak (bentuk hati) begitu juga dengan bentuk bunganya. Bunganya berbentuk terompet berwarna ungu muda terkadang juga ada yang berwarna putih. Batang Kangkung Bandung cukup kuat sehingga memerlukan tenaga cukup untuk memotongnya (tanpa alat).  Tanaman Kangkung Bandung Sebagai Patok Alami Pematang Sawah Fungsi dan manfaat Kangkung Bandung sendiri belum diketahui banyak, beberapa sumber mengatakan tanaman ini bisa dijadikan obat dan dijadikan kertas. Pada umumnya masyarakat desa menjadikan Kangkung Bandung sebagai tanaman untuk ciri (patok) batas antar pemantang sawah. Daya tumbuh tanaman ini cukup baik d