Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Dengan akal dan pikirannya, manusia dapat berbuat yang macam-macam sesuai dengan keinginannya. Tetapi kemampuan manusia itu terbatas, sehingga tidak setiap keinginannya dapat terpenuhi. Sudah terbiasa dengan cara yang ini, maka ia ingin mencoba cara yang lain. Masing-masing cara akan dibandingkan dan dilihat hasilnya. Semua ingin yang paling baik, paling enak, paling menguntungkan.
Begitu juga masalah hubungan seks. Bagaimana Asmaragama mengajarkan posisi hubungan seks? Umumnya istri posisinya ada di bawah, maka untuk variasi diharuskan mereka tukar posisi: Istri ada di atas dan suaminya di bawah. Tukar posisi ini perlu untuk mengurangi rasa jenuh. Tentu Anda mengerti, dengan posisi istri di atas, maka payudaranya akan lebih menggantung. Situasi ini akan lebih menguntungkan karena suami akan lebih enak dalam meremas-remasnya.
Posisi-posisi tersebut berguna untuk memberikan variasi dan pengendalian orgasme. Cara yang sama dan dilakukan berulang-ulang adalah berbahaya, karena akan meningkatkan kejemuan dan menjadikan seks suatu rutinitas bersifat mekanis. Pindah posisi yang ringan saja sudah cukup untuk selingan pengalaman luar biasa. Asmaragama bukan rutinitas yang membosankan. Asmaragama merupakan bagian dari seni yang membutuhkan penghayatan dan pemahaman, kenikmatan seks akan diperoleh bila pasangan merasakan kepuasan. Untuk mencari sensasi baru dan menghindari kejenuhan, setiap pasangan harus pandai menciptakan suasana baru. Lakukan teknik dan cara permainan yang berganti-ganti. Jangan pasrah dengan posisi bermain konvensional yang kolot.
Jawa adalah suatu negeri yang memiliki akar budaya yang kuat dan prinsip keharmonisan yang tinggi, sehingga dalam seni berhubungan asmara pun, mereka tidak hanya melihat secara fisik. Lebih dari itu, orang Jawa melihat sisi kehidupan, seni, alam, cinta dan etika. Sehingga tak pelak lagi apa bila keharusan ini kemudian menuntut suatu kemapanan dan aturan yang penuh pernik. Satu contoh, adalah tata cara penyambutan selir sang raja di istana. Sikap sayang dan memepesona, kesopanan membuka pakaian, tata cara mempersilakan ke ranjang, dan merangsang tanpa keraguan. Namun semua dilakukan dengan lembut. Terlebih saat memasuki coitus dan pemberian penutup badan serta membersihkan sisa senggama.
Orang Jawa memiliki banyak kitab rahasia disusun pada zaman kerajaan masa lampau. Kitab-kitab tersebut berisi dari pelbagai macam detail pengalaman yang akan diikuti pada zaman modern. Juga diperkenalkan berbagai teknik dan posisi
dalam berhubungan asmara. Berikut dua belas posisi dan teknik hubungan asmara untuk mencari sensasi luar biasa dan menghindari pasangan dari kejemuan dalam berhubungan seksual.
1. Posisi Laki-laki di Atas
Posisi ini merupakan posisi telentang umum. Dalam khasanah Jawa Klasik disebut Tawon Ngisep sari yang berarti lebah menghisap madu. Sedangkan dalam Kamasutra disebut posisi pendeta muhibah. Dalam posisi ini, wanita terlentang, sementara pria menopang pada kedua siku dan lututnya. Wanita lalu menarik kedua kakinya sampai lutut dan mendekati kupingnya. Posis ini akan mengembangkan vulva serta memberikan tancapan yang dalam, sehingga akan mencapai puncak kenikmatan.
Posisi seperti ini merupakan lagu wajib yang paling klasik dan konvensional dalam bersenggama antara pria dan wanita. Bahkan setiap suami istri pasti pernah melakukannya. Pasangan ini saling berpelukan sehingga keduanya bagaikan satu tubuh. Batang penis melakukan penetrasi dengan gerakan perlahan dan akhirnya makin cepat seiring dengan gairah yang semakin menggelora, sehingga pada puncak kenikmatan. Posisi klasik ini yang barangkali paling sering diterapkan pasangan suami istri yang mana pria memimpin hampir secara total. Posisi itu sangat baik bagi pria yang ramping dan aktif serta wanita yang kuat dan bergairah. Kelemahannya adalah terlalu mudah mencapai orgasme.
2. Posisi Tidur Miring
Posisi ini dalam khasanah Jawa Klasik disebut Kijing Miring. Praktik posisi ini, wanita harus menarik kedua kakinya sehingga pahanya menyudut tegak lurus dengan badan. Sementara posisi pria tidur menyamping tepat di belakang wanita. Variasi pada posisi ini akan memberikan kesan rileks dengan gerakan ringan. Bila pria berada di sebelah kiri wanita maka kaki kiri wanita diletakkan di atas kedua kaki pria. Gaya ini tidak begitu melelahkan bagi kedua belah pihak, namun memerlukan sedikit ketangkasan dan koordinasi erat.
Posisi ini boleh dibilang sama rata. Pria dan wanita mengambil tempat sejajar bersisian berhadapan. Variasinya pria dapat memegang kaki pasangannya yang sebelah atas dan menyilangkannya pada pahanya sendiri. Sementara dalam waktu bersamaan kedua pasangan saling berciuman bibir. Dalam posisi saling berciuman inilah batang penis menyusup memasuki liang senggama.
Untuk posisi kijing miring ini, ketangkasan dan koordinasi itu sangat diperlukan terlebih ketika pertama kali pria berusaha untuk memasukkan penisnya ke lubang vagina pasangan. Dalam hal tersebut diperlukan gerakan-gerakan yang tertentu dari sang wanita, seperti mengangkat sebelah kaki atau dorongan tangan wanita pada bagian bawah tubuh pria. Posisi ini juga sering dilakukan kebanyakan untuk hubungan sesudah orgasme.
3. Posisi Kaki Berayun
Posisi ini dalam khasanah Jawa Klasik disebut Tancep Kayon. Dalam posisi ini, wanita duduk di tepi ranjang sambil mengayun-ayunkan kaki, sedangkan pria berdin di depan
Posisi ini bisa diatur sesuai selera. Kelebihan posisi ini, ketika wanita bersandar pada kedua tangan dan mendorong dorong bagian vitalnya akan merasakan rangsangan yang nikmat. Sayangnya pada posisi tancep kayon ini tidak menguntungkan pria, pasalnya untuk mengalami orgame pada posisi berdiri umumnya tidak disukai oleh pria.
4. Posisi Duduk di Kursi
Dalam khasanah seks Jawa Klasik posisi ini disebut Prenjak Miber. Permainan ini sebaiknya dilakukan di depan cermin, pasalnya bayangan akan terpantul yang menghasilkan dimensi baru pada rangsangan asmara. Caranya pria duduk di kursi yang tak berlengan, sementara wanita duduk di pangkuan berhadapan.
Untuk mengatur gerakan pada posisi prenjak miber, wanita harus memeluk erat tubuh pria sekaligus mengatur gerakannya. Sedangkan tugas pria hanya membelai dan mencium mesra pasangannya. Salah satu kelebihan dalam posisi ini adalah keduanya dapat melihat reaksi masing-masing di cermin.
5. Posisi Pria Telentang
Posisi ini dalam khasanah Jawa Klasik disebut Taksaka Magelangan. Pria melipatkan kedua kakinya pada lutut, tapi kedua ujung kakinya tetap menginjak tempat tidur, sementara wanita meletakkan tubuhnya di atas kedua paha pria dan harus menopang tubuhnya pada kedua tangan dan lutut. Setelah itu wanita berbaring menelungkup di atas tubuh pria. Pada posisi ini lebih romantis, karena wanita dapat membelai dan mencium pasangannya. Jika pada posisi yang di atas wanita berada di bawah.
Dalam posisi ini pria berbaring telentang dan wanita duduki selangkangannya dengan kedua kakinya bertumpu di atas kasur. Kedua tangannya menjangkau ke belakang untuk menggenggam batang penis pasangannya dan mengarahkannya masuk kedalam gerbang kenikmatan. Dengan gerakan maju mundur pasangannya dapat dengan mudah keluar masuk ke dalam gerbang yang sensitif tersebut.
Pada posisi ini, pasangan wanitalah yang pegang kendali. Bagi banyak wanita, posisi ini merupakan cara yang paling mudah untuk mencapai orgasme. Bagi sang pria, cukup menguntungkan untuk mengatasi ejakulasi. Posisi taksaka maling ini sangat dianjurkan bagi pria yang agak gemuk dan yang cenderung cepat mengalami ejakulasi. Dan bagi wanita yang aktif, ramping, serta yang memerlukan lebih banyak rangsangan fisik untuk mencapai orgasme.
6. Posisi dari Belakang
Dalam khasanah seks Jawa Klasik posisi unik ini disebut Sutra Ginubet. Pada posisi ini, wanita membungkukkan badan di ranjang dengan bertumpu pada kedua lutut dan kedua tangan dan siku. Sementara sang pria berdiri dengan kedua lutut di belakangnya wanita sehingga pinggul si wanita tepat di depan kemaluannya. Kemudian, ia harus pelan-pelan masukkan penisnya ke liang vagina dengan perlahan-lahan.
Dalam posisi Sutra ginubet ini, kaki pria dapat divariasikan dengan pelbagai sikap. Dengan gerakan maju mundur penis dapat keluae masuk liang vagina. Untuk memproduksi kenikmatan yang lebih mendalam, wanita dapat lebih membungkukkan punggungnya dengan meratakan muka ke bantal. Keuntungan posisi ini, wanita akan memperoleh tancapan terdalam dan berbeda. Sementara laki-laki akan dapat berekspresi dengan leluasa. Orgasme dalam posisi seperti ini banyak disukai pria.
7. Posisi Berjongkok
Posisi unik, maka dalam khasanah Jawa Klasik disebut Kodhok Ngemuli Lengè. Untuk posisi ini wanita jongkok berlutut, meringkuk di depan pria. Sementara pria berlutut dibelakang wanita di antara kedua kakinya. Bisa juga dengan pria menelungkup di atas wanita yang juga berbaring menelungkup.
Pada posisi ini, penis sang pria memasuki gerbang kemaluan sang wanita dari arah belakang melalui bawah, purnama sidi. Pria kemudian memeluk pinggang wanita dan menarik ke arahnya sehingga selangkangan bertemu. Saat menarik itu kaki wanita dikangkangkan lebih lebar sehingga berimpit dengan paha pria. Setelah itu batang penis dapat dimasukkan ke dalam gerbang kemaluan Posisi ini memungkinkan penetrasi terdalam dan terjepit lebih kencang dibanding sikap badan yang lain. Meskipun dalam posisi itu hanya memungkinkan terjadinya rangsangan yang kecil pada payudara wanita, tapi penetrasi yang lebih dalam akan merangsang bagian sensitif lain. Teknik kodhok ngemuli leng dapat membuat wanita merasakan penis pria lebih besar dan panjang dari yang sebenarnya, Sebaliknya, lebih memberi rangsangan bagi pria dibanding posisi lain.
Sebab posisi ini sangat cocok bagi pria yang sempurna menguasai cara pengaturan ejakulasi, karena bila tidak hati-hati, pria yang tidak menderita ejakulasi dini pun akan sangat cepat mencapai ejakulasi. Pasalnya, posisi ini memberikan rangsangan yang sangat optimal bagi pria. Posisi ini mudah dilakukan. Posisi jongkoknya harus sedemikian agar kelamin mereka saling bertemu. Bagi wanita yang menikmati penetrasi yang sangat dalam dan kuat dapat mencoba jurus kodhok ngemuli lenge. Pria yang ukuran penisnya pas-pasan pun akan merasa menjadi lebih super dalam posisi ini.
8. Posisi Duduk di Lantai
Posisi ini sering disebut Kinjeng Tanpa Soca atau Kinjeng Mabur Tanpa Elar. Pria duduk di lantai menghadap wanita dengan menjulurkan kaki di bawah kursi tempat duduk wanita. Kemudian sang pria menjulurkan tangan menarik wanita dari tempat duduknya secara perlahan, sehingga jatuh sedemikian rupa. Sang wanita dapat bersandar pada kursi dan menopangkan dirinya di atas kedua tangan dan sikunya. Wanita juha dapat mempertinggi dan merendahkan posisinya. Gaya ini akan diperoleh orgasme yang saling berbalasan.
9. Posisi Duduk Berayun
Posisi ini dalam khasanah Jawa Klasik disebut Regol Menga Mingkem. Pasangan suami istri duduk saling berhadapan dan saling berpelukan dibantu dengan kaki. Gerakan dilakukan dengan sangat perlahan dan berirama, berayun ke depan dan ke belakang, sehingga menghasilkan kenikmatan.
Posisi ini terbilang jenaka dan pasangan harus betul-betul menahan menahan tawa sebelum posi ini berlangsung lima menit. Bila orgasme dalam posisi ini sebaiknya sang pria menarik sang wanita lebih dekat, sehingga tubuhnya saling menempel.
10. Posisi Bantal di Bawah Pinggul
Posisi ini sangat menguntungkan pria yang memiliki batang penis agak pendek. Dalam khasanah Jawa Klasik posisi ini disebut Podhang Ngisepo Sekar. Letakkan bantal tepat di bawah pinggul wanita, dalam posisi sedang terlentang sehingga menbentuk buruf V ke bawah dan ke luar. Kontak asmara akan menjadi maksimal bila ingin menambah kenikmatan maka bantalnya bisa ditarik lebih ke bawah pantat, sehingga sudut V akan berubah melengkung ke atas dan ke dalam. Ini akan menjadikan posisi kelamin wanita tepat berhadapan organ seks pria. Posisi ini juga sangat ideal untuk wanita tubuhnya yang agak gemuk.
11. Posisi Berlawanan Arah
Posisi ini dalam khasanah seks Jawa Klasik dinamakan Mina Tanding, artinya ikan berkelahi. Posisi ini sangat rileks karena kepala pria berada di atas kaki wanita. Pasangan bisa saling melihat organ intim pasangannya.
Gerakan posisi berlawanan arah ini dilakukan pria dengan mengencangkan dan mengendurkan punggungnya, sehingga memberi gerakan naik turun yang fleksibel pada wanita yang mendorong tercapainya kenikmatan yang luar biasa. Untuk mencapai kenikmatan yang lebih, wanita harus merendahkan tubuhnya ke belakang dengan perlahan-lahan sehingga ia terlentang di antara kedua kaki pria.
12. Posisi Kaki di Bahu
Dalam khasanah Jawa Klasik posisi ini disebut Srikatan Nyambêr Walang. Posisi ini sang pria harus tegak pada kedua tangannya. la harus tahu saat menekan. Dengan gerakan berulang akan menghasilkan gerakan erotik. Tetapi variasi ini akan memberikan desakan pada bagian perut dan otot-otot panggul pria. Untuk mencapai puncak ben yang lebih, posisi kaki wanita dapat direndahkan dengen menyilangkan kedua kakinya melalui pinggang sang pria, sang wanita dapat mengunci, mempererat dekapannya mengunakan otot-otot kakinya. Dalam posisi ini mudah untuk memperpanjang hubungan asmara.
Asmaragama memberikan ekspresi seks sepenuhnya ke pada suami istri untuk membentuk keluarga yang harmonis. Keluarga adalah suatu dasar dari masyarakat yang stabil sebab keluarga adalah satuan yang terkecil dari masyarakat. Asmaragama mengajarkan variasi seks suami istri unnuk memperkuat ikatan perkawinan. Sepasang suami istri yang mendapat kepuasan di dalam kehidupan seks perkawinnya akan lebih stabil. Ikatan perkawinan yang stabil akan menyebabkan terjadinya keluarga yang stabil pula, dan sebuah keluarga yang stabil akan memungkinkan terdapatnya masyarakat yang dinamis.
Perceraian, larinya seorang istri dari keluarganya, hubungan seks di luar pemilihan, merupakan gejala-gejala yang negatif yang menunjukkan suatu kehidupan keluarga yang labil. Keluarga-keluarga yang mengikuti Asmaragama diikat dengan suatu ikatan percintaan dan kestabilan, karena mereka telah mendapatkan kepuasan di dalam kehidupan seks mereka, tanpa perlu mencarinya di luar rumah tangga. Hal ini akan memberikan perasaan batin yang lebih tenang dan lebih mengembangkan potensi berpikir manusia.
Artikel ini diperoleh dari buku Kitab Seks Leluhur Jawa karangan Budiono Hadi Sutrisno.
Komentar