Air terjun di Jogjogan |
Tidak ada niat sebelumnya untuk berkunjung ke Jogjogan hanya rasa penasaran saja yang membuat saya tertarik untuk berkunjung ke sana lagi pula ke pantai sekitar Batukaras sudah terlalu sering. Sebenarnya yang menjemukan adalah mengunjungi pantai yang tidak bisa untuk berenang hanya untuk swafoto saja atau menikmati keindahan alamnya. Orang super aktif seperti saya menginginkan adanya kegiatan seperti berenang ataupun hal lainnya jadi kalau berkunjung tanpa adanya aktivitas rasanya kurang berkenan.
Pagi itu nampak mendung mengundang hujan namun silih berganti detik dan menit, susana menjadi lebih terang benderang dan panas khas pesisir. Saya sendiri tinggal di kosan sepupu yang sedang magang di Dinkes Pangandaran bersama temannya, Gingin nama popularnya. Berbagai diskusi telah kami perbincangkan sedari malam hari sebelum tidur sampai menjelang pagi kami masih memikirkan destinasi yang akan dituju. Gingin sendiri menyarankan untuk pergi ke Bukit Pepedan, tempat hits untuk swafoto. Tempat seperti itu bukan 'tipe' saya jadi saya berfikir ulang untuk tempat yang akan dikunjungi.
Bersihnya Air |
Pencarian melalui peramban Google memberi ide-ide cemerlang karena dengan peramban ini, saya bisa membaca apa saja yang ada di sana dan melihat apa saja yang ada di sana. Sangat membantu. Sesuai anjuran peramban dan kecocokan tempat, saya sendiri memilih untuk pergi ke Jogjogan yang berjarak 30 menit dari Cijulang. Bersyukur sekali semua setuju untuk pergi kesana. Persetujuan ini bukan hanya berdasarkan saran dari peramban Google tetapi juga berdasarkan kunjugan pertama untuk saya dan Gingin, sementara Rylo berkunjung untuk kedua kalinya.
Awal mula sebelum pergi, kami tampak malas untuk angkat badan dari tempat tidur entah kenapa rasanya tapi setelah Rylo mulai siap, saya pun bersiap-siap. Adapun si jahanam Gingin menampakan kemalasanya, seperti enggan ikutan tapi ingin ikut. Kan goblog!! Paksaan demi paksaan akhirnya kita berangkat.
Sekadar Pose |
Berbekal Google Map yang saya unduh di telpon genggam pintar membawa kami ke tempat tujuan walaupun di pertengahan jalan menemukan kendala berupa perbaikan jalan yang mengharuskan kami untuk menyelusuri jalan alternative. Untungnya jalan alternative yang disarankan Google Map tidak melenceng banyak seperti cerita-cerita orang lain yang sampai masuk ke hutan ataupun masuk ke jalan setapak. Jalan alternative sebagian beraspal namun rata-rata dari beton kelas KW namun cukup mulus. Sepanjang jalan kami disuguhi berbagai hidangan hijau nan rindang membuat paru-paru kami segar kembali, berbagai pemandangan gunung dan lembah unik menjadi santapan lezat buat kami. Hingga perjalanan sejauh 18 km tidak terasa.
Kami Bertiga |
Sesuai dengan perkiraan Google Map, kami sampai tujuan tepat 30 menit dari keberangakatan. Memasuki gerbang desa, kami disodorkan tiket masuk yang harganya lumayan mahal buat kantong Rp 10.000 perorang. Walaupun cukup mahal memasuki dan menikmati keindahan alam sekitar Jogjogan tidak membuat menyesal untuk berkunjung kembali. Dari gerbang desa jarak ke area wisata lumayan agak jauh. Perlu waktu sekitar 5-10 menit dengan sepeda motor. Beberapa ruas jalan masih rusak dan licin hingga membuat laju motor diturunkan untuk keselamatan bersama. Hamparan hijau pepohonan dan birunya samudra tampak di bukit Jogjogan ini. Keren!!! Kami sempatkan untuk mampir ke area swafoto yang sangat terkenal di Instagram ataupun di media sosial lainnya. Spot swafoto ini berbentuk perahu tradisional yang terbuat dari bambu bercat cokelat. Perahu buatan ini menjorok jauh ke arah selatan/tenggara menghadap hamparan hijau pepohonan/hutan dan samudra. Di bawah terdapat jurang kurang lebih 10-14 meter dalamnya.
Tempat Swafoto |
Berbagai banyolan kami keluarkan untuk menghibur diri dari kepenatan, bahasa campuran mulai dari bahasa Inggris sampai ke Jawa keluar dari mulut kami. Kekaguman akan keindahan memuat kami mabuk dalam kesenangan. Saya sendiri yang berpakaian bendera Viet Nam memperkenalkan diri sebagai turis Viet Nam, ada juga Rylo berbicara dalam bahasa Thai yang dia kagumi karena pengaruh drama-drama Thailand yang luar biasa. Sementara si gila Gingin hanya berbahasa Inggris yang tidak jelas hahahaha.....
Tatanan taman yang indah membuat saya dan Rylo terkesima karena sederhana dan unik terlebih lagi karena lahan berbatu sehingga kami berfikir akan susahnya membuat taman di lahan berbatu cadas ini. Berbagai tanaman bunga ditanam mulai dari anggrek, pacar air, bunga mawar, bunga aster, dan bunga-bunga lainnya. Musim penghujan adalah musim bagi bunga bermekaran jadi beruntunglah kami berkunjung saat bunga bermekaran.
Air Terjun Yang Menjadi Andalan |
Spot swafoto ini tidak hanya replika perahu saja namun tersedia gazebo yang cukup besar beralaskan kayu kokoh. Lebih girangnya lagi ada fasilitas colokan listrik jadi gak usah sedih hati jika telpon genggam pintar mu kehabisan batrei. Tinggal colok saja energi akan tersimpan kembali di telpon genggam pintarmu dan siap cekrek...cekrek kembali. Puas dengan swafoto kami melanjutkan perjalanan kembali ke lokasi utama dari Jogjogan ini yakni aliran sungai dan air terjun yang masih asri.
Pose Sebelum Ke Taman |
Di titik utama wisata ini terdapat berbagai fasilitas yang disediakan diantaranya
tempat parkir yang sangat luas, warung-warung, penyewaan pelampung, mushola dan toilet. Harga yang ditawarkan untuk makan tidak terlalu tinggi namun cukup wajar untuk wilayah wisata. Kami tidak menyempatkan berlama-lama di area tersebut karena tujuan sudah dekat. Kurang lebih 500 meter ke bawah jurang dari area parkir terdapat aliran sungai yang sangat bening dan dingin airnya, air terjun yang berundak dan lorong gua aliran sungai yang mencekam.
Kesejukan udara segar membuat kami semakin mencintai tempat ini, berjalan menuruni tangga sambil bercanda membuat hati berbunga-bunga karena kemuncak kebahagiaan. Berbagai video ala traveller direkam sedemikian rupa sehingga membuat gelak tawa yang cukup membuat orang sirik memandang kita. Tangga terbuat dari beton membuat jalan semakin licin jika hujan atau selepas hujan, tidak ada pengaman khusus yang dibuat dipinggir jurang, jadi mesti hati-hati saat berada di jalan menuju air terjun.
Pertama yang kami hampiri adalah gua kelelawar. Gua ini merupakan aliran sungai bawah tanah dimana banyak kelelawar tinggal di sana. Aroma kelelawar dan aroma seperti belerang pun tak terhindarkan oleh hidung kami. Kami hanya melihat-melihat muka gua saja selepas itu pergi ke wilayah curug kecil yang indah. Di sini kami mengadakan sesi foto dengan berbagai peralatan yang dibawa seperti kain tenun, ikat kepala khas Lombok dan yang lainnya. Berbagai pose telah terekam di kamera dan telpon genggam pintar masing-masing. Puas dengan semua itu kami beranjak kembali ke air terjun sebelahnya yang lebih tinggi dan berundak.
Gardu Pandang |
Milik pribadi, bisa dikatakan seperti itu karena saat itu pengunjung sangat sedikit hanya beberapa orang saja (saat itu 3-4 orang). Jadi wajarlah bila saya menyebutnya air terjun pribadi karena yang menggunakan tidak banyak. Hal pertama yang kami lakukan adalah swafoto setelah itu memulai dengan membuka baju dan celana.....siap memperkosa keindahan dan kesegaran aliran sungai. Pertama yang turun ke arena keceburan adalah saya sendiri tanpa menggunakan pelampung atau pengaman lainnya. Langsung saja terjun dan berenang, yang lainnya menyusul. Nah sepertinya pelampung ban tidak digunakan dan hanya tergeletak di pinggir tong sampah akhirnya saya ambil untuk berenang dan berasyik ria.
Hijaunya air membuat kami semakin mengagumi keindahan dan keasrian dari alam Pangandaran. Hampir tidak ada pengunjung lainnya kami mencoba/menggunakan pelampung secara ilegal hahahaha..... Karena tidak ada penunggu akhirnya kami menggunakanya dengan bebas. Saya merasa bersalah karena menyuntrungkan Gingin ke aliran sungai tanpa aba-aba, sedikit benturan batu yang dia rasakan. Aduh deg-degan juga karena anak orang, celaka siapa yang tanggung jawab. Aku merasa bersalah. Tapi bersyukur tidak ada masalah fisik pada dirinya. Saya sendiri gemas dengan Gingin yang sepertinya enggan berenang ataupun merasa kurang jantan saat berenang.
Bermain Ayunan |
Kami sudah memakai baju pelampung dan asyik dengan bermain air tiba-tiba ada sekelompok pengunjung yang mengklaim dirinya dari kota Cirebon. Mereka bersaksi telah mengunjugi gua kelelawar yang tak jauh dari air terjun. Mereka bercerita bahwa pemandangan di sana sangat menarik sekaligus mencekam. Naluri buasku mulai membara untuk segera mengunjugi tempat itu. Rylo dan Gingin sendiri setuju akan saran saya.
Gua aliran sungai itu tampak angker ditambah aroma dan ciat kelelawar, gua itu sedikit gelap jadi siapa pun orang yang melihatnya akan merasa merinding ataupun takut. Saya sendiri saat itu sedikit takut tapi apa daya nafsu penasaran saya lebih kuat. Tidak ada yang mau di depan sebagai pemimpin dalam berenang, saya menawarkan Rylo sebagai pemimpin tapi dia menolak. Tentu saja saya tidak menawarkan Gingin sebagai pemimpin 'ekspedisi' ini wong dia sendiri tampak belum bisa berenang. Akhirnya saya yang menjadi pemimpin dalam 'ekspedisi' ini, dengan pelukan doa kami memohon keselamatan dan kepada kekuatan Gusti Ing Kang Dumadi.
Berbekal baju pelampung dan tali yang telah disediakan, saya memimpin ekspdisi. Awalnya memang agak ragu melihat seramnya gua itu. Terus berenang hingga akhirnya sampai ke batu besar, kami berdiri di situ menikmati keagungan Gusti. Sayang sekali saya tidak membawa alat perekam ataupun kamera. Padahal susana dan pandangan di sana sangat indah. Di mana di dalam gua juga terdapat air terjun dan berbagai batu stalaktite. Kelelawar di atas pun merasa terganggu akan kedatangan Kami bertiga, ciatan-ciatan kelelawar kadang membuat bulu kuduk merinding, wajar saja saya terlalu banyak menonton film horor yang banyak menceritakan akan kemisteriusan kelelawar maupun hubungan kelelawar dengan para hantu.
Bangku Di Taman |
Keberanian memuncak saat hendak pergi meninggalkan gua, saya dan Rylo mulai berenang tanpa bantuan tali yang disediakan. Kami berdua berenang seperti berlomba siapa cepat sampai. Wah ada sesuatu yang tertinggal nih. Ternyata benar, Gingin tertinggal cukup jauh hingga akhirnya saya kembali dan membawa Gingin dengan teknik evakuasi.
Selepas dari gua, kami kembali ke air terjun, di sinilah kami merasa bersalah karena memakai pelampung tanpa membayar. Kami mempunyai sisat jitu yakni dengan menyimpan pelampung di semak-semak. Pengunjung ini menggunakan seragam berwarna merah bata dengan tulisan yang menerangkan sedikit tentang identitas mereka, KKN UNS/Universitas Sebelas Maret Surakarta. Ya setelah ditelisik lebih dalam kepada yang bersangkutan mereka berasal dari UNS dan sedang KKN di wilayah kabupaten Pangandaran.
Pose Gingin di Depan Muka Gua |
Saya dan Rylo kembali terjun kembali ke air tanpa pelampung, pastinya tanpa pelampung wong pelampung diumpetin di semak-semak hahahaha. Demi menghindari denda. Berenang tanpa pelampung membuat tantangan tersendiri bagi kami. Asyik. Keakraban di mulai dengan salah satu mahasiswa, penasaran dengan orang bertopi cokelat dan saya tanyakan kepada mereka "apakah orang yang bertopi cokelat pemandu wisata?" Mereka menjawab " Ya, dia pemandu wisata Kami". Girang bukan main karena ancaman denda tidak ada. Saya sendiri langsung pergi ke semak-semak di mana pelampung itu saya simpan. Akhirnya lega!!!
Kembali menikmati air yang bening saya dan Rylo mengarungi hal-hal ekstrim yakni berenang melawan arus dan pergi memanjat tebing curug. Puas dengan semua itu dan berhubung mendung semakin kuat mengundang hujan maka kami menghentikan semua aktivitas itu. Saya sendiri tidak mengganti celana basah karena keterbatasan celana dan kemalasan mengganti celana. Saya pikir mereka berdua sudah pergi ke atas lebih dahulu ternyata mereka yang saya tinggalkan.
Hujan semakin deras membuat kami mlipir ke warung. Tentu saja tank bahan bakar tubuh kami meminta untuk diisi. Memesan mie instan cukup tank penuh. Alhamdulillah. Lebih dari satu jam hujan tercurah ke bumi Pangandaran dan berakhir tanpa ada sisa gerimis. Dengan perinsip harga tiket yang mengharuskan mengunjugi penjuru area wisata, kami berangkat ke taman bunga dan titik swafoto yang indah. Taman ini dihiasi berbagai jenis bunga. Terdapat fasilitas menarik diantaranya warung-warung, ayunan, gardu pandang dan enjat-encit.
Salah Satu Bonsai Di Pameran |
Eksplorasi kami tidak berhenti begitu saja karena di jalan menuju pulang kami mengunjugi pameran bonsai yang cukup besar. Di pameran ini kami mendapatkan banyak ilmu tentang seni bonsai. Wah menarik!!! Selepas kami sampai di kosan hanya istirahat setengah jam saja dan melankolis kembali ke pantai Batukaras.
Pindah judul ya.....
Mabuk Pantai Di Batukaras
Mabuk Pantai Di Batukaras
Komentar