Langsung ke konten utama

Corat Coret Di Toilet - Eka Kurniawan

Wisata Pegunungan Di Purwokerto

Hutan Pinus Limpakuwus

Kesenangan manusia biasanya tidak hanya satu tempat atau jenis saja. Saya sendiri bukan maniak dengan wisata bahari, tapi saya menyukai segala jenis tempat wisata mulai dari wisata bahari sampai ke pegunungan. Layaknya lidah yang ingin merasakan segala jenis rasa, dari manis hingga rasa yang tidak jelas. Semua dirasakan dengan cara yang luar biasa.

Sebagai penutup tahun saya memadukan dua elemen berbeda untuk plesiran. Bisa ditebakkan? Ya pantai dan pegunungan. Selepas berkunjung ke dua pantai di kabupaten Cilacap, saya melanjutkan plesiran ke wilayah pegunungan tepatnya di kaki gunung Slamet, Purwokerto. Sebelumnya tidak ada rencana matang untuk mampir ke sini,  rencana sederhana yang membuat datang ke Purwokerto kembali yakni bertemu kawan lama. Hampir setahun pertemuan pertama dengan dua sahabat yang asli orang Purwokerto. Dia bernama Muhammad Asegaf dan Yudha. Pertama sekali saya berjumpa dengan mereka saat berjalan menuju ke curug Pitu di lokawisata Baturaden. Nah hampir lebih setahun kali ini saya bertemu kembali hanya saja, Yudha batal berangkat karena berbenturan dengan waktu kerja.

Saya Dan Asgaf
Berangkat dari Adipala jam 7:30 pagi diiringi dengan mendung. Mendung sepertinya tidak membuat saya gentar untuk melanjutkan perjalanan ke Purwokerto. Ya cuaca bukan halang utama bagi saya. Sempat bingung mencari rumah Asegaf yang lokasinya persis di jantung kota. Untung saja ada teknologi yang mumpuni di telpon genggam pintar, semua lokasi dan jalan dicapai dengan mudah. Sampai di depan gang rumah Asegaf sekitar 8:25 pagi dan masih dalam keadaan mendung. Tak berapa lama dia pun datang.

Beberapa percapakan ringan dengan Pak Warsono, ayah Asegaf. Membuat perpustakaan otak saya kembali kaya akan pengalaman tentang kehidupan, bahasa, budaya dan hal lainnya. Kesederhanaan dan sikap tegas Pak Warsono membuat saya ingat akan bapak sendiri yang sudah lama meninggalkan saya. Segala tuah yang diberikan saya, simpan dengan baik. Tidak ada persiapan lebih jadi saya hanya menunggu sekitar 15 menit saja.

Sesuai rekomendasi dari Yudha, kami sepakat untuk pergi ke Limpakuwus. Daerah ini memang baru masuk ke telinga saya. Sedikit aneh namanya. Saya pikir Limpakuwus mempunyai jarak yang cukup jauh dari kota Purwokerto, ternyata bertetangga dengan lokawisata Baturaden. Jaraknya tidak lebih dari 5 Km dari lokawisata Baturaden. Dekat!!

Hutan Homogen Untuk Peternakan
Berbagai sambutan alam kepada kami menggetarkan jiwa yang haus akan kedamaian. Suara alam yang khas pegunungan, susana dan aroma menenangkan membuat saya jatuh dalam kedamaian. Sampai di lokasi kami kehilangan signal internet, hal ini membuat kami klimpungan karena akses informasi tertutup. Maklumlah tidak ada persiapan sama sekali, terlebih kami tidak tahu apa yang menjadi 'hidangan' wisata di Limpakuwus itu. Parah!!! Sejalan dengan nurani kami melanjutkan perjalanan yang cukup asyik sampai ke arah timur sampai bertengger di sebuah warung sederhana untuk menikmati suguhan kopi panas dengan tempe mendoan yang sudah dingin.

Beruntung tidak ada yang tahu dan malang juga tidak ada yang mengetahuinya kecuali kota Malang di Jawa Timur. Bertuntung memang nasib kami saat itu yang tidak sengaja masuk ke jalan utama ke hutan pinus Limpakuwus. Ketidaksengajaan ini bermula saat mencoba untuk berjalan ke jalanan kecil yang sedikit jelek. Agak bingung saat sampai ujung jalan karena jalan buntu. Untung saja ada aliran sungai kecil yang bagi mata saya cocok untuk foto. Berbagai pose telah terekam di kameraku. Giliran kini saya berbaur dengan masyarakat sekitar yang sedang bekerja. Berbaur dengan masyarakat adalah keindahan tersendiri dalam hidup saya. Singkat cerita obrolan kecil itu mengantarkan saya sampai ke tujuan yang Yudha rencanakan sebelumnya! Thanks God.

Mungkin saja orang yang baru pertama ke sini akan kebingunggan karena akses jalan yang rumit (jalan utama ditutup karena perbaikan) terlebih lagi memasuki kawasan peternakan sapi jadi mungkin mesti izin dulu untuk lewat ke sini. Jalan (alternative) menuju hutan pinus Limpakuwus berupa jalan setapak menyusuri hutan tanaman yang mirip kelor yang sengaja ditanak untuk keperluan peternakan. Setelah melewati hutan homogen itu barulah menemukan jalan yang sejatinya dipergunakan menuju hutan pinus Limpakuwus. Jalan cukup mulus dengan balutan aspal dan sebagian berlapis beton. Tampak di ujung jalan aktivitas pembangunan sedang berlangsung. Usut punya usut pembangunan itu untuk keperluan peternakan (tempat pengeringan rumput untuk pakan ternak).

hutan Homogen Pinus
Signal internet kembali muncul di telpon genggam pintar kami. Wah bersyukur sekali karena kami bisa mengakses informasi lebih banyak lagi soal Limpakuwus ini. Baiklah saya harus menjelaskan apa yang dihidangkan oleh Limpakuwus untuk pengunjungnya. Hidangan utama dari Limpakuwus adalah hamparan perkebunan untuk pakan ternak yang luas dan hutan pinus yang asri, biasanya digunakan untuk berkemah ataupun untuk berswafoto saja.

Hutan pinus Limpakuwus masih sangat asri sekali, jarang sekali ditemukan sampah plastik ataupun sampah lainnya. Tidak ada fasilitas warung, toilet ataupun lainnya di sini karena memang bukan tempat wisata yang benar-benar resmi dibuka oleh masyarakat ataupun pemerintah setempat. Jadi layaknya alam bebas yang boleh dikunjungi. Untuk masuk ke dalam kawasan hutan pinus tidak dikenai tiket masuk ataupun tarikan lainnya, tapi entah kalau misalnya ada niat untuk berkemah di sana. Apakah perlu izin atau tidak, namun sepatutnya harus menghormati warga lokal.

Jalan Setapak Di Huta Pinus
Bunga matahari kecil mekar di sana-sini membuat hutan pinus ini terasa menarik bak Mbak-mbak Banyumas yang cantik. Susana hening jauh dari keramaian dan kesejukan udara ditambah harum pinus yang menenangkan membuat anda betah untuk berlama-lama di sini.

Dua kali kami didera hujan deras, Kami bersyukur karena bisa berteduh di kadang ternak yang sedang dibangun. Sedikit cengkrama dengan tukang bangunan membuat waktu bergulir begitu cepatnya. Baiklah untuk sekedar informasi apa saja persiapan untuk ke sini. Berikut ini tips untuk kalian:
1. Bawa mantel/ponco/payung saat datang di musim hujan.
2. Bawa cukup makanan dan minuman karena tidak ada warung.
3. Bawa tisu basah untuk jaga-jaga kalau kebelet BAB.

Sedikit informasi untuk kalian yang hanya datang dan menikah hutan pinus Limpakuwus. Silahkan untuk para pengunjung yang ingin berkemah pastikan perlengkapan lengkap dan jangan lupa izin ke masyarakat sekitar.

Lokawisata Baturaden

Mengulang sejarah, kali ini saya mengunjugi kembali Baturaden untuk ketiga kalinya. Dan kali ini saya gratis tiket masuk (ada bos) luamyan kan hemat Rp 14.000, sekedar informasi tiket masuk naik dari awal tahun 2017 dengan fasilitas gratis lainnya seperti kolam renang air dingin dan air panas. Wah keren ya walaupun bayar sedikit Mahal tapi ga bayar untuk masuk ke kolam renang.

Hal pertama yang kami lakukan di sini adalah makan siang, maklum perut belum diisi lagi jadi butuh tambahan energi baru. Lagi-lagi saya harus berterimakasih banyak ke Pak Warsono dan Sinyo Asegaf karena telah mentraktir saya. Kali ini saya makan ikan laut favorite saya dengan lauk yang enak. Wah lumayan wareg nih. Usai makan seluruh pengunjung di lokawisata Baturaden dihadiahi hujan rintik-rintik, seiring dendang calung khas Banyumas dan tarian sang ronggeng hujan pun mengering dengan cepat.
Pentas Ronggeng Calung Banyumas
Berbagai atraksi turis dihidangkan di lokawisata Baturaden mulai dari tabuhan calung khas Banyumas, lengger, dan ronggeng. Wah begitu meriah saat itu. Karena waktu yang tidak terlalu banyak yang saya punya, akhirnya saya putuskan untuk berkeliling di wilayah Baturaden saja. Tapi kali ini tidak berkunjung ke Gang Sadar. Maklumlah saya sudah gak sadar lagi atau memang lendir yang saya punya sudah kering hahahaha hahahaha.

Akhir kata terima kasih atas jamuannya sinyo Muhammad Asegaf dan Pak Warsono, untuk Sinyo Yudha semoga lain waktu kita berjumpa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nama-nama Tai

Sega, beras yang ditanak Apa benar bahasa Jawa itu terlalu 'manut' ke bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris? Tampaknya ada benarnya juga, bahasa Jawa terpengaruh/meminjam banyak kosa kata dari bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Kekurangan kosakata dalam bahasa Jawa memang kebanyakan untuk hal-hal seperti teknologi ataupun hal lainnya. Jangan berkecil hati untuk penutur bahasa Jawa di seluruh dunia! Perlu diingatkan bahasa Jawa mempunyai keunikan tersendiri, misalnya saja untuk belajar bahasa Jawa 'satu paket' atau juga keseluruhan dari bahasa kasar/ngoko, bahasa sedang/madya hingga bahasa halus/kromo, sama saja belajar tiga bahasa!! Bayangkan belajar tiga bahasa, apa gak repot ya?! Itulah keistimewaan bahasa Jawa. Bersyukur! Berbagai keistimewaan bahasa Jawa juga terdapat di istilah-istilah yang sangat detail/spesifik pada suatu beda yang mengalami sebuah perubahan sedikit maupun perubahan besar. Misalnya saja untuk rangkaian nama dari sebuah padi/po...

Mengenal Tanaman Kangkung Bandung (Kangkung Pagar)

Kangkung Bandung, sudah tahu tanaman ini? Menurut buku  biologi tanaman ini berasal dari Amerika Latin (Colombia, Costa Rica). Ciri tanaaman ini tumbuh tidak terlalu tinggi cuma sekitar satu meter sampai dua meter maksimal tumbuhnya. Kangkung Bandung tidak bisa dimakan layaknya kangkung rabut atau kangkung yang ditanam di atas air. Bentuk daun menyerupai kangkung yang bisa dimasak (bentuk hati) begitu juga dengan bentuk bunganya. Bunganya berbentuk terompet berwarna ungu muda terkadang juga ada yang berwarna putih. Batang Kangkung Bandung cukup kuat sehingga memerlukan tenaga cukup untuk memotongnya (tanpa alat).  Tanaman Kangkung Bandung Sebagai Patok Alami Pematang Sawah Fungsi dan manfaat Kangkung Bandung sendiri belum diketahui banyak, beberapa sumber mengatakan tanaman ini bisa dijadikan obat dan dijadikan kertas. Pada umumnya masyarakat desa menjadikan Kangkung Bandung sebagai tanaman untuk ciri (patok) batas antar pemantang sawah. Daya tumbuh tanaman ini cuk...

Menegang dan Mengeras Oleh Nyai Gowok

Ah...sialan! Padahal aku sudah kenal buku ini sejak Jakarta Islamic Book Fair tahun 2014 lalu! Menyesal-menyesal gak beli saat itu, kupikir buku itu akan sehambar novel-novel dijual murah. Ternyata aku salah, kenapa mesti sekarang untuk meneggang dan mengeras bersama Nyai Gowok. Dari cover buku saya sedikit kenal dengan buku tersebut, bang terpampang di Gramedia, Gunung Agung, lapak buku di Blok M dan masih banyak tempat lainnya termasuk di Jakarta Islamic Book Fair. Kala itu aku lebih memilih Juragan Teh milik Hella S Hasse dan beberapa buku agama, yah begitulah segala sesuatu memerlukan waktu yang tepat agar maknyus dengan enak. Judul Nyai Gowok dan segala isinya saya peroleh dari podcast favorit (Kepo Buku) dengan pembawa acara Bang Rame, Steven dan Mas Toto. Dari podcast mereka saya menjadi tahu Nyai Gowok dan isi alur cerita yang membuat beberapa organ aktif menjadi keras dan tegang, ah begitulah Nyi Gowok. Jujur saja ini novel kamasutra pertama yang saya baca, sebelumnya tidak pe...