Rylo menjadi penyebab utama cerita ini keluar, dia sendiri seorang mahasiswa yang sedang magang di Dinas Kesehatan Kabupaten Pangandaran selama sebulan penuh. Tiga bulan sebelum magang kami merencanakan berbagai kegiatan plesiran di sana dan ternyata semua terjadi sesuai dengan apa yang telah dibicarakan sebelumnya. Tepat hari jumat (12/1/18) saat lari pagi saya ditelpon dengan aplikasi WhatsApp oleh Rylo untuk segera datang ke Cijulang untuk menggenapkan rencana yang masih menjadi wacana selama tiga bulan yang lalu. Dengan kesepakatan yang sudah disetujui semuanya akhirnya saya berangkat ke Cijulang selepas sembahyang jumat.
Mendung membawa saya untuk selalu sigap dalam menghadapi cuaca buruk, setelah sembahyang jumat bergegas mempersiapkan semua barang yang harus dibawa ke Cijulang. Kali ini memang tidak membawa banyak pakaian dan peralatan plesiran lainnya hanya membawa kamera dengan dua lensa, salon Bluetooth Philips, kain tradisional, seperangkat hammock dan beberapa stel pakaian. Semua cukup dalam bagpack sedang. Saya lupa membawa tenda untuk berkemah, untungnya cuaca saat itu memang kurang baik untuk berkemah jadi lumayan beruntung tidak membawa alat berkemah.
Jarak rumah saya, Pamarican ke Cijulang tidaklah terlalu jauh sekitar 80-86 Km melalui jalur nasional nomor 18 berbeda dengan jalur alternative melalui hutan jati dan hutan homogen karet hanya berjarak 48 km saja, namun jarak yang dekat tersebut tidak serta merta mempersingkat jarak tempuh dengan alasan kualitas jalan yang begitu buruk terutama di wilayah Golempang, Cikupa yang masih masuk ke dalam Kabupaten Ciamis, sementara jalan di wilayah kecamatan Langkaplancar sampai ke Cijulang mempunyai kualitas jalan yang baik, hal lumrah karena jalan tersebut milik pemerintah kabupaten Pangandaran yang merupakan daerah otonomi baru yang masih mempunyai banyak dana untuk pembangunan.
Mendung sepanjang jalan tidak membuat saya patah hati ataupun khawatir berlebihan karena akan datangnya hujan ataupun cuaca buruk. Bagi saya cuaca adalah suatu kejadian alam yang mesti disyukuri dan bukan merupakan suatu rintangan, melainkan hal yang mesti menjadi waspada saat berkendara. Beberapa lagu dari Clean Bandit dan Jess Glyne menemani saya sampai pantai Pangandaran. Sengaja saya mampir ke Pangandaran untuk menghabiskan waktu sampai ke jam dimana Rylo sudah keluar dari kantor. Saat memasuki kawasan pantai timur Pangandaran, saya merasa aneh karena banyak sekali bangunan di pinggir pantai sedang/telah dirobohkan oleh petugas keamanan dan juga pemiliknya sendiri, begitu juga di bagian pantai barat Pangandaran.
Hampir jam 2:30 siang saya kembali beranjak kembali menyelesaikan perjalanan ke Cijulang sebagai destinasi utama. Kecepatan saya sesuaikan agar saat sampai tujuan tepat saat Rylo sudah keluar dari kantor. Saat pertama pikiran saya adalah Dinas Kesehatan Kabupaten Pangandaran berada sekitaran kantor bupati Pangandaran tepatnya di Parigi, ternyata saya salah. Sempat saya berhenti dan sembahyang di masjid raya Parigi dan menunggu Rylo di situ ternyata salah!!!
Jarak 10 menit saja dari Parigi ke Cijulang, saya meluncur ke Cijulang. Rylo yang menunggu saya di depan masjid raya Cijulang mungkin sudah menghabiskan 10-20 menit karena perkiraan salah saya. Usai dijemput, kami langsung pergi ke kosannya yang sangat berdekatan dengan pasar Cijulang dan juga tidak jauh dari gedung Dinas Kesehatan Kabupaten Pangandaran yang merupakan bekas puskesmas Cijulang itu. Ruangan cukup besar itu ditempati dua orang saja yakni teman fakultas Rylo yang juga magang di Dinkes Pangandaran, namanya Gingin Agus Ginanjar asal Panjalu, Ciamis.
Batukaras Hari Pertama
Sepakat! Bahwa saya dan Rylo mengklaim bahwa Gingin mirip wajahnya dengan teman kecil kami yang sekarang sudah menjadi TNI yakni Cherry atau biasa kami sebut Eri. Namun sedikit hanya posture tubuhnya yang pendek yang membedakan kedua orang tersebut. Waktu itu menunjukan hampir setengah lima sore, saya yang 'kehausan' akan susana pantai mengajak Rylo untuk pergi ke pantai Batukaras yang tidak jauh dari kosan. Sementara Gingin tidak berangkat ke pantai mungkin susana badannya yang kurang prima.
Kami berdua saja yang berangkat tanpa mengenakan helm, cara ini untuk membebaskan kami dari tarikan tiket saat memasuki gerbang tiket/karcis. Lumayan agak besar karcis yang dijual pemerintah untuk para pengunjung pantai Batukaras, sekitar 5000 rupiah atau lebih. Rylo yang sudah seminggu di Cijulang, tentunya sudah tahu jalan tikus untuk menuju ke pantai Batukaras. Memang jalan utama menuju pantai Batukaras memutar sangat jauh harus melewati kawasan wisata Green Canyon atau orang lokal menyebutnya Cukang Taneuh. Jarak tempuh dari Cijulang ke pantai Batukaras melalui jalur utama sekitar 10Km atau 19 menit dengan motor/mobil. Sementara melalui jalur 'tikus' hanya 4,5 Km saja. Cukup memotong waktu dan jarak tempuh bukan.
Rumah Para Nelayan |
Kami berdua saja yang berangkat tanpa mengenakan helm, cara ini untuk membebaskan kami dari tarikan tiket saat memasuki gerbang tiket/karcis. Lumayan agak besar karcis yang dijual pemerintah untuk para pengunjung pantai Batukaras, sekitar 5000 rupiah atau lebih. Rylo yang sudah seminggu di Cijulang, tentunya sudah tahu jalan tikus untuk menuju ke pantai Batukaras. Memang jalan utama menuju pantai Batukaras memutar sangat jauh harus melewati kawasan wisata Green Canyon atau orang lokal menyebutnya Cukang Taneuh. Jarak tempuh dari Cijulang ke pantai Batukaras melalui jalur utama sekitar 10Km atau 19 menit dengan motor/mobil. Sementara melalui jalur 'tikus' hanya 4,5 Km saja. Cukup memotong waktu dan jarak tempuh bukan.
Susana pantai saat itu lumayan ramai walaupun mendung menghantui para pengunjung saat itu. Saya yang 'haus' akan kemesraan dalam bercinta dengan ombak laut sangat bernafsu sekali untuk menggauli ombak dengan mesra. Tak menunggu lama saya membuka baju, celana dan segala yang menempel pada tubuh terkecuali celana renang yang dipakai. Air yang jernih dan ombak yang sedang membuat saya lebih girang. Segar!!! Kami bergantian untuk berenang karena kami khawatir harta benda raib oleh si tangan panjang. Saya sendiri sangat menikmati ombak yang besar walaupun tidak menyewa papan selancar. Mencoba mengetahui harga sewa papan selancar ke pemuda yang sedang mandi bersama saya, dia mengatakan bahwa harga sewa cukup mahal yakni sekitar Rp 100.000. Mahal!!!
Pantai Shangyang |
Selepas mandi kami sedikit penasaran dengan kawasan di sekitaran pantai Batukaras. Sisi lain sebelah timur memang ada pantai yang diapit oleh bukit ya cantik sekali, kami juga menaiki bukit karang yang terdapat beberapa gazebo untuk pengunjung. Indah!!! Hari mulai gelap kami memutuskan untuk pulang ke kosan.
Batukaras Hari Kedua
Di hari kedua kami tidak melewatkan begitu saja untuk bercumbu kembali dengan ombak-ombak centil di pantai Batukaras. Kami mengunjugi untuk kali kedua selepas plesiran ke Jogjogan di kawasan Cintaratu. Tidak ada kata letih di badan kami, hanya saja badan yang merasakanya hahahaha. Kami hanya istirahat setengah jam saja di kosan selepas plesiran dari Jogjogan. Setelah istirahat kami langsung berangkat ke pantai Batukaras. Kali ini kami bertiga berangkat semuanya. Seru!!!
Lagi-lagi cuca cukup mendung saat itu tapi lebih baik daripada hari kemarin, cahaya matahari saat terbenam masih terlihat cantik saat itu berbeda saat hari sebelumnya sinar matahari saat terbenam tidak kelihatan sama sekali karena mendung. Rylo mungkin tubuhnya sudah mengalami kelelahan sehingga tak mau melepas bajunya untuk berenang. Hanya saya dan Gingin saja berenang ke tengah untuk bercumbu dengan ombak-ombak genit itu.
Beberapa pengunjung wajahnya tidak asing lagi yakni bule Perancis yang pintar Bahasa Indonesia sedang belajar selancar lagi dengan teman perempuanya. Tentu saja saya menyapanya karena kemarin sempat berkenalan. Beberapa turis asing juga saya tanya terutama yang dari Frankfurt, Jerman. Small talk kepada turis asing memang hobi bagi saya, selain menyambut mereka dengan senyum dan keramahan khas Indonesia juga melatih bahasa Inggris saya yang masih jelek.
Warna langit berubah keemasan dan sayup-sayup panggilan dari pengeras suara menggugah kami untuk segera mengakhiri kemesaran dengan para ombak centil Batukaras. Saya dan Gingin berboncengan karena kami berdua yang mandi sementara Rylo masih kering jadi tidak mungkin saya berboncengan dengan dia yang masih kering. Pulang!!!
Batukaras Hari Ketiga (Terakhir)
Berbagai rencana untuk hari terakhir saya tidaklah seindah dibayangkan karena badan yang sudah mulai loyo karena saking banyaknya plesiran dan juga destinasi wisata kebanggan sudah pernah dikunjungi sebelumnya. Pagi hari di minggu kedua Januari 2018, kami habiskan untuk tidur dan jalan-jalan sekitar jantung kota kecamatan Cijulang untuk mencari makanan. Rencana sederhana saat itu hanyalah main hammock alias ayunan.
Kebingunggan soal tempat untuk bermain hammock mengantarkan kembali ke pantai Batukaras lagi. Selagi happy tempat yang sama tidak masalah. Selepas sembahyang tengah hari kami berangkat untuk memenuhi hasrat hammocking. Kami sempat juga mengambil foto di aliran sungai yang indah dengan air tenang berwarna kehijauan. Pantai yang menjadi incaran kali ini adalah pantai Sanghyang yang masih satu garis pantai dengan pantai Batukaras. Pantai ini berada di utara pantai Batukaras.
Pantai dengan pasir hitam dengan pesona yang luar biasa menggoda kami untuk mendirikan ayunan di sana. Syukur alhamdulillah saya menemukan tempat yang pas untuk bermain ayunan, hanya saja hammock milik Rylo tidak digunakan entah apa alasannya. Udara segar khas pantai membuat kami merasakan aroma surgawi. "Santai seperti di pantai" merupakan ungkapan yang pas bagi kami.
Ada papan selancar menganggur di dekat hammock saya membuat tangan saya jahil untuk mencobanya. Langsung saja tangan nakal saya mencobanya. Rylo dan Gingin masih sibuk dengan telpon genggam pintar miliknya, sementara saya menikmati papan selancar gratis. Lagi-lagi saya yang basah oleh air laut entahlah laut dan saya serasa menyatu jadi wajar setiap ada kesempatan selalu berenang di pantai.
Selapas bermain ayunan dan selancar, kami melanjutkan perjalanan ke utara menyusuri pantai Shangyang yang cukup panjang. Banyak kejadian lucu yang saya alami dan ini pertama kalinya saya 'gagal' dalam mendemonstrasikan kuliner ekstrim hahahaha!!! Kejadian pertama yakni saat melewati padang rumput di pinggir pantai, padang rumput ini memang sangat hijau sehingga banyak ternak diliarkan (angon) di sini khususnya ternak kerbau. Di padang rumput tersebut ada tiga ekor kerbau yang diliarkan untuk mencari makanan, satu kerbau dewasa dengan tanduk yang cukup besar dan dua kerbau dewasa dan muda kemungkinan ibu dan anak sedang gupak atau bermain lumpur. Pemandangan demikian tentunya membuat orang yang membawa kamera akan mengeluarkan kameranya dan menjepret aktivitas hewan tersebut. Saya sendiri menjepret beberpa kali, hanya saja lensa yang saya pakai tidak menjangkau dengan dekat ke arah kerbau tersebut, sehingga saya mendekati kerbau. Bunyi mesin kamera saat menjepret memungkinkan kerbau jantan merasa terganggu dengan kedatangan saya. Sontak saja mengejar saya karena rasa marah diganggu oleh bunyi kamera. Saya pun lari terbirit-birit menuju bibir pantai. Rylo dan Gingin ketawa melihat kejadian tersebut hahahaha. Deg-degan euy..... Wa'as spor jantung yeuh!!!
Kejadian kedua yang bikin saya ketawa sendiri yakni saat kami mendekat dan bergabung dengan nelayan yang sedang panen ikan. Dimana saat itu ada bule asal Saint Petersburg, Rusia berjalan-jalan sendirian. Saya yang bisa bahasa Inggris pun menyapa dan berbuat sedikit tentang ikan yang nelayan peroleh. Beberapa ikan teri tertangkap oleh jaring nelayan dan saya menjelaskan ke bule tersebut bahwa ikan teri penuh dengan nutrisi terutama kandungan kalsiumnya nah berbekal pengalaman saat saya di pantai Teluk Penyu, Cilacap dimana saat itu nelayan mengajarkan saya bahwa ikan teri dimakan mentah pun enak. Namun kali ini saya merasa malu, saat mencoba ikan teri mentah itu ternyata keluar darah ikan cukup banyak. Rasanya amis sekali dan mual hahahaha. Ingin ketawa sendiri hahaha!!!! Bule itu merasa keheranan dengan tingkahku. Rylo dan Gingin juga merasa heran apalagi para nelayan. Mungkin mereka bilang dalam hati mereka "Kok ini orang goblok banget ya?! Masa ikan mentah dimakan!!"
Kejadian lucu lainnya terjadi pada si goblok bala-bala, Gingin. Saat saya hendak membonceng tiba-tiba dia jatuh dari motor. Hahahaha hal goblog yang pernah terjadi padahal gak ada apa-apa dia jatuh. Hahaha.
Pulang ke kosan tepat jam 5 sore lebih tapi kali ini kami mampir-mampir dulu ke villa Riverside Batukaras yang bangunanya sangat indah dengan arsitektur khas Sumba. Beberapa swafoto kami hasilkan di sini. Jalan pulang kami mencoba di jalan utama yakni dengan melewati kawasan wisata Green Canyon.
Istirahat.....
Salam plesiran!!!
Komentar