Langsung ke konten utama

Corat Coret Di Toilet - Eka Kurniawan

Makan Keong Sawah

Lagi-lagi setiap plesiran saya mendapatkan sebuah sensasi makanan yang cukup aneh di lidah saya. Tidak hanya makanan khas terkenal saja yang saya cicipi di setiap kota/daerah yang dikunjungi, melainkan makanan cukup aneh atau dibilang ekstrim. Bergeser lebih dari 100 Km ke arah timur dari kota Banjar, Jawa Barat. Saya kembali mengunjugi kota mendoan Purwokerto.

Banyak sekali makanan khas yang ditawarkan oleh kota yang penduduknya fasih dalam berbahasa Jawa Ngapak. Sajian yang paling terkenal diantaranya soto/sroto Sokaraja, gethuk goreng, lanting, keripik tempe, dan masih banyak lagi. Semua panganan khas itu dijual dengan harga pas di kantong loh. Jadi jangan tinggalkan kesempatan untuk mencicipi sajian khas daerah Banyumas saat berkunjung ke Purwokerto ataupun daerah sekitarnya.

Masakan Keong Sawah


Purwokerto sendiri terdiri dari bentangan alam yang subur mulai dari sawah hingga pegunungan di lereng gunung tertinggi ke dua di pulau Jawa, gunung Slamet. Karena saking suburnya tanah di sana, banyak sawah dibuka untuk kepentingan ketahanan pangan, pembukaan sawah mungkin sudah ada sejak zaman kerjaan dahulu. Seiring dengan aktivitas pertaninan tentunya hewan/hama sebagai penyeimbang ekosistem alam dengan alami datang untuk berkembang biak dan mencari makanan seperti belalang, tikus, keong dan hewan lainnya yang terkait industri pertaninan. Dari hewan/hama tersebut juga bisa dimanfaatkan sebagai bahan lauk yang enak dan juga diperbolehkan oleh agama khususnya islam. Apa saja yang bisa dimanfaatkan? Belalang termasuk hewan yang halal untuk dimakan, ikan curing juga boleh dan satu lagi yang boleh adalah keong sawah (bukan keong jenis krece/kecil).

Keong sawah banyak ditemukan di sawah-sawah jadi banyak sekali bahan makanan yang bisa dimanfaatkan. Di tempat saya sendiri keong sawah diperuntukan pangan ternak agar cepat bertelur karena kandungan protein yang cukup tinggi. Nah hal ini berbeda saat saya berkunjung ke Baturaden, Banyumas dimana keong sawah dijual untuk panganan manusia. Agak aneh juga ya makan keong apalagi keong sawah yang lebih besar dari keong krece.

Keong sawah yang dijual di Baturaden dimasak dengan bumbu kari yang gurih dan menambah sensasi yang mantap untuk mengunyah daging keong yang mirip dengan daging kerang. Satu plastik kari keong dijual dengan harga sangat murah yakni Rp 5000. Saat itu saya hanya membeli Rp 2000 saja sebagai "sample makanan" khawatirnya sudah beli mahal/banyak makanan tidak jadi dimakan karena rasa ataupun sensasi pskologi yang tidak berkenan. Beruntung ibu pedagang keong membolehkan saya untuk membeli Rp 2000 saja.

Kari Keong


Sensasi pertama yang saya alami adalah keanehan dan rasa takut keracunan setelah makan keong sawah. Ya maklumlah rumor di kampung halaman bahwa keong sawah itu beracun, setidaknya rumor itu mempengaruhi otak saya. Dengan keraguan maksimal saya mencoba makan satu keong dan....... Rasanya tak jauh berbeda dengan kerang ataupun krece. Dalam sepuluh menit pertama, jantung saya masih berdegup kencang karena kekhawatiran akan keracuna, namun teman baik saya menegaskan kembali bahwa keong yang saya makan tidak beracun dan juga dia sering mengkonsumsinya.

Detak jantung turun perlahan seiring tingkat kepercayaan saya pada teman dan pedagang yang menjualnya. Rasa gurih kari memang cocok untuk daging keong sawah yang cukup besar ini. Rasa keong sendiri gurih seperti kerang laut namun ukuran daging yang besar memungkinkan untuk mengunyah lebih lama. Bagian paling depan/daging adalah yang paling enak. Berbeda pada bagian belakang keong yang kadang terasa pahit dan aneh. Maklumlah bagian belakang kan bagian 'perut' istilahnya.

Entah kenapa setiap saya makan sejenis keong pasti rasa kantuk timbul dalam beberapa menit setelah memakannya. Untung saja saat itu teman bersedia untuk menyupir motorku. Baiklah pesan saya selagi makanan itu dibolehkan dalam agama Anda dan selagi berani, nikmatilah anugrah Tuhan mu.

Salaam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nama-nama Tai

Sega, beras yang ditanak Apa benar bahasa Jawa itu terlalu 'manut' ke bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris? Tampaknya ada benarnya juga, bahasa Jawa terpengaruh/meminjam banyak kosa kata dari bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Kekurangan kosakata dalam bahasa Jawa memang kebanyakan untuk hal-hal seperti teknologi ataupun hal lainnya. Jangan berkecil hati untuk penutur bahasa Jawa di seluruh dunia! Perlu diingatkan bahasa Jawa mempunyai keunikan tersendiri, misalnya saja untuk belajar bahasa Jawa 'satu paket' atau juga keseluruhan dari bahasa kasar/ngoko, bahasa sedang/madya hingga bahasa halus/kromo, sama saja belajar tiga bahasa!! Bayangkan belajar tiga bahasa, apa gak repot ya?! Itulah keistimewaan bahasa Jawa. Bersyukur! Berbagai keistimewaan bahasa Jawa juga terdapat di istilah-istilah yang sangat detail/spesifik pada suatu beda yang mengalami sebuah perubahan sedikit maupun perubahan besar. Misalnya saja untuk rangkaian nama dari sebuah padi/po...

Mengenal Tanaman Kangkung Bandung (Kangkung Pagar)

Kangkung Bandung, sudah tahu tanaman ini? Menurut buku  biologi tanaman ini berasal dari Amerika Latin (Colombia, Costa Rica). Ciri tanaaman ini tumbuh tidak terlalu tinggi cuma sekitar satu meter sampai dua meter maksimal tumbuhnya. Kangkung Bandung tidak bisa dimakan layaknya kangkung rabut atau kangkung yang ditanam di atas air. Bentuk daun menyerupai kangkung yang bisa dimasak (bentuk hati) begitu juga dengan bentuk bunganya. Bunganya berbentuk terompet berwarna ungu muda terkadang juga ada yang berwarna putih. Batang Kangkung Bandung cukup kuat sehingga memerlukan tenaga cukup untuk memotongnya (tanpa alat).  Tanaman Kangkung Bandung Sebagai Patok Alami Pematang Sawah Fungsi dan manfaat Kangkung Bandung sendiri belum diketahui banyak, beberapa sumber mengatakan tanaman ini bisa dijadikan obat dan dijadikan kertas. Pada umumnya masyarakat desa menjadikan Kangkung Bandung sebagai tanaman untuk ciri (patok) batas antar pemantang sawah. Daya tumbuh tanaman ini cuk...

Menegang dan Mengeras Oleh Nyai Gowok

Ah...sialan! Padahal aku sudah kenal buku ini sejak Jakarta Islamic Book Fair tahun 2014 lalu! Menyesal-menyesal gak beli saat itu, kupikir buku itu akan sehambar novel-novel dijual murah. Ternyata aku salah, kenapa mesti sekarang untuk meneggang dan mengeras bersama Nyai Gowok. Dari cover buku saya sedikit kenal dengan buku tersebut, bang terpampang di Gramedia, Gunung Agung, lapak buku di Blok M dan masih banyak tempat lainnya termasuk di Jakarta Islamic Book Fair. Kala itu aku lebih memilih Juragan Teh milik Hella S Hasse dan beberapa buku agama, yah begitulah segala sesuatu memerlukan waktu yang tepat agar maknyus dengan enak. Judul Nyai Gowok dan segala isinya saya peroleh dari podcast favorit (Kepo Buku) dengan pembawa acara Bang Rame, Steven dan Mas Toto. Dari podcast mereka saya menjadi tahu Nyai Gowok dan isi alur cerita yang membuat beberapa organ aktif menjadi keras dan tegang, ah begitulah Nyi Gowok. Jujur saja ini novel kamasutra pertama yang saya baca, sebelumnya tidak pe...