Langsung ke konten utama

Corat Coret Di Toilet - Eka Kurniawan

1441: Hari Pertama

Diawali dengan menjenguk tugu-tugu sakral dengan nama, tanggal lahir dan tanggal lepas. Segala untaian pujian dan harapan terlepas dari mulut setiap pengunjung di pagi, siang dan sore hari menjelang bulan tanpa makan. Aku termasuk ke dalamnya, masuk dalam pusaran keagamaan dan budaya leluhur. Semua membuat bulu kuduk berdiri karena datangnya waktu istimewa!

Saya tulis sesuai dengan rentang waktu menurut kalender lunar yang bermula dari lenyapnya matari sampai datangnya mega kemerahan dari barat! Kini sudah masuk waktu istimewa yang diidamkan oleh setiap yang percaya, tapi juga bagi yang tidak percaya. Hanya orang tertekan saja tidak mengidamkan waktu istimewa ini. Percaya tidak percaya, hanya tertumpu pada sebuah kepentingan dan manfaat. Yang tidak percaya bisa merasakan hawa yang khas, memanfaatkan masa untuk penawaran hingga mendapatkan pahala duniawi. Bagi yang percaya mendapatkan segalanya hingga hal sebiji zarrah pun. Dan bagi yang tertekan hanya sebuah kesulitan yang sulit dimengerti oleh dirinya.

Sepulang dari kunjungan, beruntung saya mendapatkan undangan untuk makan mie ayam oleh sahabat baik. Dengan kerelaan hati, saya menanggapi undangannya. Satu tumpuk lajur-lajur tepung berbentuk benang terkunyah nikmat. Katanya ini nikmatNya, tapi aku belum bisa menikmati sesempurna apa yang dariNya.

Rencana untuk masa istimewa tidak terlalu ambisius untuk mengejar poin ataupun menambah pundi mata uang yang bisa membeli satu kavling firdaus. Aku tak sanggup untuk seperti pengumpul poin, hanya saja sebagai pemulung jalanan. Dimana dia dapat, bersyukur untuk untuk hal yang didapat. Tanpa sebuah paksaan yang memuakan dan berjalan layaknya angin di musim semi. Jadi apa yang akan diambil di jalanan musim semi yang istimewa ini? Belajar agama Buddha dari pdf hasil unduhan, membaca setumpuk kalimat suci dengan kesadaran, mencatat dan berpikir untuk menjadi orang yang sadar bahwa aku adalah manusia. Kira-kira begitulah proposal untuk diriku yang masih ingin menjadi manusia. Kiranya Tuhan dan usaha bersatu untuk membentuk cita-cita yang mempunyai roh mulia. Amen.

Malam
Lebih dari dua puluh menyembah keringat membasah hasil dari aktifitas penyembahan. Terasa berat, namun nikmat. Penyembahan bersama khalayak ramai kali ini adalah pertama kali untukku setelah lima minggu absen. Berbagai kekhawatiran muncul saat semua jemaat menginginkan jari-jemariku saling menjamah miliknya.  Parno memang diajak bermain jabat tangan dengan lainnya terlebih jumlah yang terinfeksi semakin baik dari hari ke hari. Lantai langgar menjadi momok menakutkan bagiku, suatu lantai dengan ribuan pijakan dan ciuman dari umatNya. Aku bukanlah seorang fatalistik, aku ingin selalu berusaha dengan segala kekuatan dariNya. Bukan tanpa alasan aku memilih demikian, tapi ada nalar yang bekerja. 

Lepas dari aktifitas persembahan antara aku dan Nya. Mampir barang sepuluh menit untuk mencicipi kudapan tradisional yang disuguhkan si tuan rumah, Imam. Tak ada aktifitas lain yang menyertai setelah itu hanya membaca buku. Sesuai dengan tagline ramadan kali ini, måcå-mikir-nulis. Saya sudah mempersiapkan diri untuk membaca segala bahan bacaan, media menulis dan waktu yang dialokasikan untuk mikir. Bahan bacaan yang saya ambil agaknya ekstrem dan selalu frontal: membaca ajaran agama lain untuk menemukan keislaman yang universal. Untuk membaca ajaran agama lain, saya mengambil agama Buddha sebagai yang pertama. Malam ini membaca sampai halaman 19 dengan mukadimah agama Buddha sebagai agama yang homosentris, agama yang berpusat pada manusia dan pengalaman pribadi sebagai dasarnya. Buddha Gautama menawarkan berbagai pedoman hidup daripada sebatas agama, pedoman hidup yang tentunya bersifat universal.

Malam pertama yang suci ini tidak juga saya sia-siakan untuk bergumul dengan ajaran lainnya, juga bermesra dengan ajaran yang sudah mendarah daging sejak awal kandungan. Aku yang terkandung dengan seruan qurani dan terlahir dengan pekikan adzan iqomah, berkewajiban untuk selalu bermesra denganNya. Tidak ada target untuk seberapa balik, hanya sebuah pemahaman yang diinginkan menjadi detak tambahan pada setiap alur-alur kardiovaskular.

Dini Hari
Menu awal terlalu istimewa, ayam goreng! Ah aku butuh sayuran untuk selalu segar. Mau apalagi santap saja! Cuaca yang penuh keberkatan membuat saya tidak kuat menahan kantuk. Tidur. Bangun. Bercakap denganNya. Tidur.

Pagi
Kucingku merintih perih, lambungnya tiada bahan yang akan dicerna! Kupikir dia akan mengikuti majikannya untuk berpuasa, ternyata dia hanyalah kucing! Lagi menyusui jadi bolehlah dibayar dengan fidyah, tapi ini kan kucing. Iya tidak ada kewajiban seperti manusia yang percaya dan berjanji dengan sumpah setia padaNya. 

Aktifitas pagi sama seperti sebelumnya hanya ditambah dengan bahan bacaan. Kembali dengan kajian agama Buddha dan ayat-ayat yang kupercayai sedari akil baligh. Selanjutnya solat Jumat pertama selama pandemik, rasanya was-was juga. Saya memilih untuk berada di saf paling belakang di teras masjid, jarak antara jemaat lainnya lebih dari satu meter. Padahal di dalam masjid masih lowong. Tuhan, aku tidak perlu beralasan banyak padaMu untuk hal ini.

Sore
Berkebun dan olahraga di sore ini membuat badan lebih segar daripada pagi hari. Wah nikmat sekali terlebih berita baik masuk melalui telegram pada jam 15:00, kirimanku berupa buku sudah sampai pada penerima 42155. 

Pamarican mendengarkan RTISI, 24 April 2020
Ibn Dischman

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nama-nama Tai

Sega, beras yang ditanak Apa benar bahasa Jawa itu terlalu 'manut' ke bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris? Tampaknya ada benarnya juga, bahasa Jawa terpengaruh/meminjam banyak kosa kata dari bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Kekurangan kosakata dalam bahasa Jawa memang kebanyakan untuk hal-hal seperti teknologi ataupun hal lainnya. Jangan berkecil hati untuk penutur bahasa Jawa di seluruh dunia! Perlu diingatkan bahasa Jawa mempunyai keunikan tersendiri, misalnya saja untuk belajar bahasa Jawa 'satu paket' atau juga keseluruhan dari bahasa kasar/ngoko, bahasa sedang/madya hingga bahasa halus/kromo, sama saja belajar tiga bahasa!! Bayangkan belajar tiga bahasa, apa gak repot ya?! Itulah keistimewaan bahasa Jawa. Bersyukur! Berbagai keistimewaan bahasa Jawa juga terdapat di istilah-istilah yang sangat detail/spesifik pada suatu beda yang mengalami sebuah perubahan sedikit maupun perubahan besar. Misalnya saja untuk rangkaian nama dari sebuah padi/po

Menegang dan Mengeras Oleh Nyai Gowok

Ah...sialan! Padahal aku sudah kenal buku ini sejak Jakarta Islamic Book Fair tahun 2014 lalu! Menyesal-menyesal gak beli saat itu, kupikir buku itu akan sehambar novel-novel dijual murah. Ternyata aku salah, kenapa mesti sekarang untuk meneggang dan mengeras bersama Nyai Gowok. Dari cover buku saya sedikit kenal dengan buku tersebut, bang terpampang di Gramedia, Gunung Agung, lapak buku di Blok M dan masih banyak tempat lainnya termasuk di Jakarta Islamic Book Fair. Kala itu aku lebih memilih Juragan Teh milik Hella S Hasse dan beberapa buku agama, yah begitulah segala sesuatu memerlukan waktu yang tepat agar maknyus dengan enak. Judul Nyai Gowok dan segala isinya saya peroleh dari podcast favorit (Kepo Buku) dengan pembawa acara Bang Rame, Steven dan Mas Toto. Dari podcast mereka saya menjadi tahu Nyai Gowok dan isi alur cerita yang membuat beberapa organ aktif menjadi keras dan tegang, ah begitulah Nyi Gowok. Jujur saja ini novel kamasutra pertama yang saya baca, sebelumnya tidak pe

Mengenal Tanaman Kangkung Bandung (Kangkung Pagar)

Kangkung Bandung, sudah tahu tanaman ini? Menurut buku  biologi tanaman ini berasal dari Amerika Latin (Colombia, Costa Rica). Ciri tanaaman ini tumbuh tidak terlalu tinggi cuma sekitar satu meter sampai dua meter maksimal tumbuhnya. Kangkung Bandung tidak bisa dimakan layaknya kangkung rabut atau kangkung yang ditanam di atas air. Bentuk daun menyerupai kangkung yang bisa dimasak (bentuk hati) begitu juga dengan bentuk bunganya. Bunganya berbentuk terompet berwarna ungu muda terkadang juga ada yang berwarna putih. Batang Kangkung Bandung cukup kuat sehingga memerlukan tenaga cukup untuk memotongnya (tanpa alat).  Tanaman Kangkung Bandung Sebagai Patok Alami Pematang Sawah Fungsi dan manfaat Kangkung Bandung sendiri belum diketahui banyak, beberapa sumber mengatakan tanaman ini bisa dijadikan obat dan dijadikan kertas. Pada umumnya masyarakat desa menjadikan Kangkung Bandung sebagai tanaman untuk ciri (patok) batas antar pemantang sawah. Daya tumbuh tanaman ini cukup baik d