"Persembahan-persembahan dan doa-doa para dewa bagus sekali-tetapi apakah hanya itu? Apakah persembahan-persembahan memberikan masa depan yang bahagia? Dan bagaimana tentang para dewa? Apa betul Prajapati yang menciptakan dunia? Bukankah Atman, Dia, satu-satunya, yang tunggal? Bukankah para dewa juga ciptaan seperti aku dan kau, terikat kepada waktu, bersifat fana? Apakah dengan demikian sudah baik, sudah benar, apakah memang bermakna dan menjadi tugas paling utama, untuk memberikan persembahan kepada para dewa? Untuk siapa lagi perlu dilakukan persembahan, siapa lagi yang harus dipuja selain Dia, yang satu, Atman? Dan di mana Atman bisa ditemukan, di mana Dia bermukim, di mana jantung abadinya berdetak, di mana lagi kalau bukan di dalam diri sendiri, di bagian paling dalam, bagian yang tak bisa dihancurkan, yang dipunyai semua orang dalam diri masing-masing? Tetapi di mana, di manakah diri ini, bagian paling dalam, bagian paling utama? Bukan daging dan tulang, bukan pikiran ataupun kesadaran, begitu bunyi ajaran para bijak.Jadi, di manakah itu? Untuk mencapai tempat ini, diri sejati, diri sendiri, Atman, adakah jalan lain yang pantas dicari?". Novel Sidharta - Hermann Hasse.
Pertanyaan-pertanyaan sakral yang selalu muncul dari para perindu Tuhannya. Kadang terpikir apa yang dicari di dunia ini? Dan kenapa mesti terlahir. Pertanyaan itu semestinya dijawab dengan setiap langkah kita dalam dunia, langkah-langkah manusia yang bersifat ilahiah. Manusia memang tak selalu puas dengan segala jawaban tentang pertanyaan absurd, Semua dijajal demi sebuah jawaban. Langkah-langkah kecil untukku demi terjawabnya sebuah pertanyaan.
Pagi
Cerah, tak seperti hari sebelumnya. Kini kegiatan cukup banyak mulai membersihkan rumah, pakaian yang mulai kena jamur gegara terlalu lama tidak dipakai. Ada satu pelajaran baik dari pakaian yang kena jamur, membedah isi lemari yang penuh pakaian dan dijemur guna menghilangkan jamur. Dihitung satu persatu ternyata banyak sekali pakaian yang pernah dibeli, perlu setengah bulan untuk mendapatkan giliran satu pakaian untuk dipakai di badan. Ini pertanda pakaian terlalu banyak dibeli, mestiné sudah tidak bernafsu lagi untuk membeli pakaian kembali.
Rakus! Nafsu yang bergairah untuk sebuah pakaian yang fana, padahal lelaki cukup lima setel pakaian. Lima setel ini bisa digunakan dengan berbagai acara dan tidak perlu berlebihan. Hanya nafsu yang mampu berjalan liar untuk menghamburkan semua. Dari peristiwa ini saya sadar betapa liarnya nafsuku untuk membeli pakaian, dari ini janji untuk tidak beli kembali.
Siang & Sore
PR membaca Injil Matius kembali mangkrak, namun terganti oleh novel Sidharta yang menarik. Pembacaan kali ini memang tidak terlalu serius karena cuaca panas dan kegiatan jemur baju begitu banyak. Jadwal membaca ayat-ayat Alquran mangkrak di post Ashar, jadi Ashar tanpa baca Alquran. Menyedihkan.
Kadang keinginan yang sudah atau setengah tercapai grafik semangat memudar dan merasa leha-leha. Begitulah keadaanku sekarang yang merasa leha-leha selepas juz 15 itu. Nafsuku merasa menang akan hal ini. Aku butuh bujuk malaikat untuk segara bergabung dengannya yang mempunyai tabiat robot yang selalu berbuat baik.
Komentar