Langsung ke konten utama

Corat Coret Di Toilet - Eka Kurniawan

Berpetualang dengan Agustinus Wibowo Dari Titik Nol

Cerita yang tidak akan pernah habis adalah cerita yang bersumber dari sebuah perjalanan, segalanya selalu baru dan istimewa bak dongeng Seribu Satu Malam. Begitulah sebuah perjalanan yang ceritanya tiada akhir kecuali tersandung kematian. Walupun kita hidup dalam tempurung kelapa sekalipun, hidup adalah sebuah perjalanan mulai dari sperma yang bergabung dengan sel ovum berlanjut pada bayi, remaja, dewasa, menua dan diakhiri dengan sebuah kematian. Semuanya adalah sebuah perjalanan. 

Buku yang diulas hari ini adalah sebuah buku perjalanan dari seorang Agustinus Wibowo, Titik Nol. Buku perjalanan berkonsep dogeng Seribu Satu Malam, cerita persembahan Sjahrazad untuk memperpanjang umurnya yang terancam hukuman oleh raja. Titik Nol adalah buku cerita perjalanan sebagai pengantar kedamaian dari ibunda Agustinus Wibowo menuju alam kedamaian. Buku ini memang dirancang seperti buku Seribu Satu Malam dengan cerita dalam cerita, dimana Agustinus mendongeng tentang perjalanannya kepada ibunya yang dalam keadaan sekarat.

Perjalanan ini dimulai dari idealisme dari seorang Agustinus Wibowo yang luar sejak kecil, dia ingin melihat batas dunia berada. Walaupun dia lulusan universitas terkemuka di Daratan Tiongkok, tapi lebih memilih untuk mengadakan perjalanan jauh daripada duduk di depan komputer dengan seonggok Dollar atau Yuan. Perjalanan dimulai dengan kereta api dari Beijing ken Uygur Xinjiang di ujung barat Daratan Tiongkok, berlanjut ke barat daya Daratan Tiongkok, Tibet. Peristiwa-peristiwa mendebarkan mulai terasa di sini seperti menyamar sebagai warga lokal dengan Kartu Tanda Mahasiswa (KTM) Tsinghua University jika bertemu polisi dan memberikan paspor Indonesia jika bertemu dengan tentara. 

Perjalanan ke Tibet dianalogikan olehnya sebagai Perjalanan ke Barat ala Sun Go Kong yang populer di ajaran Buddha, perjalanan ini juga sebagai hiburan pada ibunya yang selalu rindu akan nirwana yang selalu hadir di setiap mitologi Tiongkok kuno. Banyak orang percaya bahwa Tibet adalah nirwana yang berada di bumi, aku pun setuju dengan pendapat ini terlebih melihat keadaan alam yang indah, alami dan juga penuh resiko untuk mencapainya. 

Perjalanan berlanjut ke batas negara menuju Nepal sebagai negeri surga untuk kaum hippie, kokain yang murah, hawa spiritual yang selalu menjelma, kebutuhan hidup yang murah serasa nirwana sendiri. Di sini Agustinus bertemu dengan teman perempuannya yang bernama Lim Lam, seorang perempuan Malaysia yang mempunyai hobi dan idea sama dengannya. Segala kejutan perjalanan selalu ada di setiap tempat, di Nepal pula dia kehilangan dompet yang berisi uang, segala laporan kepolisian serasa hal percuma dengan kinerja kepolisian di sana yang terlalu buruk.

Spirit yang tinggi membuatnya tak gentar sehingga melanjutkan perjalanan hingga ke India, di sana dia merasakan apa yang disebut negara dengan segala rupa: kemewahan, kemiskinan, spiritual, welas asih, kejorokan dan kemesuman. India adalah anak benua yang mengandung segala aneka rasa, orang bilang jika seseorang ke India hanya akan bisa merasakan dua hal saja yakni membenci atau selalu mencintai dan rindu. Orang bisa benci dengan India karena joroknya India, mesumnya India dan kemanusiaan yang kurang ada. Sementara orang yang akan cinta India bisa karena keindahan alam, masyarakat yang unik, dan spiritual yang tinggi. 

Episode India dia mengalami berbagai persoalan hidup mulai dari susahnya mendapatkan rekomendasi visa dari Kedutaan Indonesia di New Delhi dan sakit hepatitis di bangsal yang nampak jorok (gratis). Saya sendiri merasa ngeri saat membayangkan kondisi India, sangat kontras dengan apa yang saya bayangkan sebelumnya. India dalam pikiranku adalah India sebagaimana film Bollywood yang hilang gemilang, penuh spiritual dan hal yang menyenangkan. Tapi dengan penuturan langsung dari seorang Agustinus idea itu runtuh dalam segala citra yang buruk, terlebih foto yang dipajang. Visa Pakistan keluar dengan alasan sebagai tim relawan gempa Khasmir, visa diberikan dengan mudah karena mengandung misi kemanusiaan. 

Selanjutnya Agustinus menjelajah Pakistan yang masih satu kebudayaan dengan India, hanya berbatas pada agama mereka berpisah. Di Pakistan dia menemukan kesejukan dalam spiritual, keramahan setiap warga pedalaman di Gilgit Baltistan, semangat anak-anak pedalaman, kekhawatiran masyarakat minoritas Kristen dan Hindu di Pakistan dan segala ancaman akan permainan just for fun lelaki Pakistan!. Nheri juga ya, disebutnya Pakistan adalah negri dengan segala kemunafikan, dimana bintang porno lokal bisa dengan mudah diakses walupun oleh anak-anak. Perempuan bisa menjadi bintang porno atu bintang panas dan bebas, menurutku menjadi bintang porno lebih mudah di Pakistan karena di ruang publik seorang perempuan wajib menggunakan burka atau penutup kepala, sehingga identitas perempuan bintang porno tidak terlihat oleh siapapun, kecuali dalam layar kaca (perak). 

Saya cukup tersentuh dengan kebaikan masyarakat pedalaman baik di Gilgit Baltistan ataupun Khasmir, betapa tulusnya mereka menyambut seorang tamu dan betapa semangatnya mereka untuk mengembangkan sebuah harapan. Janji saat pengajuan visa Pakistan untuk kemanusiaan dipenuhinya dengan menjadi relawan di Khasmir, dia menjadi bintang relaaan yang selalu dicintai masyarakat sekitar. Terlebih lagi dia membawa Indonesia yang dikenal masyarakat Pakistan sebagai Islamic Brother dan Good Muslim. Segala perjalanan di Pakistan serasa lebih menenangkan dan penuh spiritual, kecuali kejadian ajakan just for fun ala lelaki di sana dan demonstrasi "bela nabi" yang juga sekarang dilakukan masyarakat Indonesia.

Sehabis dari Pakistan, dia beranjak ke Afghanistan. Negri antah berantah yang diselimuti debu, eksotis dan spiritual. Entah magnet kuat jenis apa yang menariknya untuk tinggal lebih lama di negri itu. Padahal lalu dipikir secara logika negri itu sedang dalam keadaan mengancam nyawa kenapa mesti diburu dan dinikmati. Agustinus bekerja menjadi wartawan senior di media Afghanistan, di sini ada pikiran bahwa suatu musibah perang adalah suatu anugrah yang luar biasa. Dengan jepretan foto korban perang akan membawa prestasi yang diakui dunia. Kadang miris, tapi ini realita yang ada. Selain cerita perjalanan saya juga masuk ke dalam cerita keluarganya yang penuh perjuangan terutama sang ibunda yang sakit. Berbagai nilai spiritual menjadi inspirasi untuk bersikap universal pada ketuhanan, apapun adalah satu dari Tuhan.


Judul: Titik Nol
Penulis: Agustinus Wibowo
Penyunting: Hetih Rusli
Dimensi: 13,5x20 cm
Halaman: XII, 556
ISBN: 978-979-22-9271-8
Cetakan: Kedua, Maret 2013
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Buku ini cukup tebal dengan halaman 556, disertai dengan halaman berwarna berisi foto-foto tempat, orang dan bangunan yang pernah dikunjungi. Ada foto yang menarik bagi saya yakni foto penderita kusta yang sedang sekarat di jalanan Mumbai, begitu malangnya dan menjadi hal biasa di sana sehingga rasa kemanusiaan tertimbun oleh hal biasa. Satu foto juga menjadi hati merinding dimana seorang anak yatim piatu tidur nyenyak dengan posisi sengsara di jalanan. Hatiku serasa diinjak oleh sesuatu yang menyakitkan, yang terlalu pedih dalam kehidupan dunia ini. 

Bagiku buku perjalanan ini bukan buku perjalanan wisata biasa yang menghadirkan itinerary, tempat wisata mana saja yang wajib dikunjungi ataupun ongkos yang harus dikeluarkan. Buku ini murni buku perjalanan yang sarat akan petualangan yang liar. Bahasa yang digunakan sangat halus dan tidak keminggris, saya suka sekali dengan gaya bahasa yang lugas dan masih menggunakan pakem bahasa Indonesia. Karena kalimat yang dipilih begitu enak halaman ke halaman hingga ujung buku terasa lebih mudah dibaca, otak tak cepat panas juga dan bahkan serasa sakau! Dalam menikmati cerita perjalanan ini.

Cerita perjalanan ini bagiku seperti sebuah cermin yang membawaku ke perjalanan ke Timur Indonesia pada 2017 dimana segala hal baru muncul dengan liar. Keberuntungan dan musibah selalu terjalin sama seperti kepangan rambut ataupun sebagai sebuah anyaman yang indah dan dinamis. Ada ajaran universal soalé agama dan kemanusiaan yang saya dapatkan, terlebih dari kejadian pemaksaan agama yang dilakukan tantenya. Rasanya miris. Ajaran agama lainnya juga muncul dari Buddhisme sebagai agama yang ia percayai menjadi dasar yang bernilai spiritual bagi siapa saja. Tapi ada kritik keras kepada pemerintah Daratan Tiongkok yang menjadikan Tibet dan Buddhisme sebagai mesin pengumpul uang. 

Nilai Tiga Setengah (3,5 dari 5) yang aku berikan pada buku ini. Atau jika inginsaya berikan skor 4 tapi saya pikir 3,5 lebih tepat. Kalau penasaran langsung saja pinjam buku ini ataupun beli langsung di toko buku terdekat. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nama-nama Tai

Sega, beras yang ditanak Apa benar bahasa Jawa itu terlalu 'manut' ke bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris? Tampaknya ada benarnya juga, bahasa Jawa terpengaruh/meminjam banyak kosa kata dari bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Kekurangan kosakata dalam bahasa Jawa memang kebanyakan untuk hal-hal seperti teknologi ataupun hal lainnya. Jangan berkecil hati untuk penutur bahasa Jawa di seluruh dunia! Perlu diingatkan bahasa Jawa mempunyai keunikan tersendiri, misalnya saja untuk belajar bahasa Jawa 'satu paket' atau juga keseluruhan dari bahasa kasar/ngoko, bahasa sedang/madya hingga bahasa halus/kromo, sama saja belajar tiga bahasa!! Bayangkan belajar tiga bahasa, apa gak repot ya?! Itulah keistimewaan bahasa Jawa. Bersyukur! Berbagai keistimewaan bahasa Jawa juga terdapat di istilah-istilah yang sangat detail/spesifik pada suatu beda yang mengalami sebuah perubahan sedikit maupun perubahan besar. Misalnya saja untuk rangkaian nama dari sebuah padi/po

Menegang dan Mengeras Oleh Nyai Gowok

Ah...sialan! Padahal aku sudah kenal buku ini sejak Jakarta Islamic Book Fair tahun 2014 lalu! Menyesal-menyesal gak beli saat itu, kupikir buku itu akan sehambar novel-novel dijual murah. Ternyata aku salah, kenapa mesti sekarang untuk meneggang dan mengeras bersama Nyai Gowok. Dari cover buku saya sedikit kenal dengan buku tersebut, bang terpampang di Gramedia, Gunung Agung, lapak buku di Blok M dan masih banyak tempat lainnya termasuk di Jakarta Islamic Book Fair. Kala itu aku lebih memilih Juragan Teh milik Hella S Hasse dan beberapa buku agama, yah begitulah segala sesuatu memerlukan waktu yang tepat agar maknyus dengan enak. Judul Nyai Gowok dan segala isinya saya peroleh dari podcast favorit (Kepo Buku) dengan pembawa acara Bang Rame, Steven dan Mas Toto. Dari podcast mereka saya menjadi tahu Nyai Gowok dan isi alur cerita yang membuat beberapa organ aktif menjadi keras dan tegang, ah begitulah Nyi Gowok. Jujur saja ini novel kamasutra pertama yang saya baca, sebelumnya tidak pe

Mengenal Tanaman Kangkung Bandung (Kangkung Pagar)

Kangkung Bandung, sudah tahu tanaman ini? Menurut buku  biologi tanaman ini berasal dari Amerika Latin (Colombia, Costa Rica). Ciri tanaaman ini tumbuh tidak terlalu tinggi cuma sekitar satu meter sampai dua meter maksimal tumbuhnya. Kangkung Bandung tidak bisa dimakan layaknya kangkung rabut atau kangkung yang ditanam di atas air. Bentuk daun menyerupai kangkung yang bisa dimasak (bentuk hati) begitu juga dengan bentuk bunganya. Bunganya berbentuk terompet berwarna ungu muda terkadang juga ada yang berwarna putih. Batang Kangkung Bandung cukup kuat sehingga memerlukan tenaga cukup untuk memotongnya (tanpa alat).  Tanaman Kangkung Bandung Sebagai Patok Alami Pematang Sawah Fungsi dan manfaat Kangkung Bandung sendiri belum diketahui banyak, beberapa sumber mengatakan tanaman ini bisa dijadikan obat dan dijadikan kertas. Pada umumnya masyarakat desa menjadikan Kangkung Bandung sebagai tanaman untuk ciri (patok) batas antar pemantang sawah. Daya tumbuh tanaman ini cukup baik d