Langsung ke konten utama

Corat Coret Di Toilet - Eka Kurniawan

Sebuah Novel Siddhartha Oleh Hermann Hesse

Adalah sebuah novel yang menggugah jiwa bagi para pencari kebenaran dan kebahagiaan hakiki. Merupakan karya Hermann Hasse seorang Jerman yang jatuh cinta dengan ajaran Buddha yang dinamis, dia juga merupakan sastrawan besar Jerman yang memperoleh anugrah Nobel pada bidang sastra.

Tidak disangka saya menulis dan menyelesaikan buku Sidharta tepat pada kelahiran Buddha menurut kalender Korea, 30 April 2020. Buku ini bagiku sangat istimewa karena memberi pencerahan rohani dengan laku yang pernah dibuat. Disebutkan pula buku novel ini menjadi panutan remaja Amerika Serikat yang haus akan moral dan vitamin rohani pada tahun 50-an.

Buku ini saya dapatkan dari mengunduh dari laman penyimpanan awan Google Drive Dari seorang teman. Saya paham ini merupakan tindakan yang tidak terpuji, tapi di mana saya mendapatkan buku ini kembali, sementara buku ini sudah tidak diproduksi kembali oleh Gramedia Pustaka Utama. Buku novel ini tidak terlalu tebal hanya berisi 168 halaman, termasuk jilid. Karena tidak terlalu tebal Anda bisa membacanya seharian saja, bahkan bisa dibaca dalam hitungan 1-3 jam saja. Walaupun cerita pada novel ini termasuk pendek bisa membawa Anda kepada pencerahan rohani yang bisa bermakna.

Diceritakan tokoh bernama Sidharta bertekad mengejar kebahagiaan esensial dengan menyelami ilmu agama. Dia adalah seorang brahmana. Tekad kuat untuk mencari kebahagiaan esensial itu terendala izin dari ayahnya, semula tidak diizinkan. Ayahnya semakin bingung dan tidak bisa tidur, hingga akhirnya dia melepaskan anaknya untuk menjadi pertapa di hutan.

Semenjak menjadi pertapa Sidharta mempunyai sahabat bernama Govinda, keduanya bersahabat baik. Govinda selalu merasakan kekaguman terhadap cara Sidharta dalam beribadat, wajahnya selalu tenang, senyumnya membawa kebahagiaan yang mendalam dan tingkahnya membuat Govinda semakin kagum. Govinda juga mengagumi ajaran Gautama lainnya yang disyiarkan oleh guru Buddhis lainnya, lain halnya pada Sidharta yang tidak terlalu terpesona pada guru tersebut. Pencarian gaya Sidharta adalah pencarian kehidupan yang dirasakan langsung, bukan pada pengejaran melalui dawuh ataupun kalimat-kalimat suci. 

Govinda dan Sidharta berpisah untuk mengabil jalannya masing-masing. Sidharta belajar melalui laku dan rasa yang dialami, dia belajar dari seorang perempuan pelacur, pedagang dan tukang tambang (pengayuh perahu). Pada pelacur ia belajar memahami cinta, rasa seksual dan kepemilikan keluarga, pada pedagang dia belajar mencari dunia, keuntungan dan yang lainnya. Pelajaran demi pelajaran hidup langsung dirasakannya melalui guru kehidupan.

Sidharta yang haus akan pencarian selalu mencari dengan fokus pencarian, bukan fokus pada apa yang dialami saat ini. Pada kemuncak kenikmatan dunia dengan pelacur itu, dia memutuskan untuk berziarah ke hutan untuk menjadi samana kembali. Saat tertidur di hutan ada seorang samana yang menjaga tidurnya, tak lain  dia adalah sahabatnya, Govinda. Sidharta ingat betul wajah Govinda, namun sebaliknya Govinda lupa.

Cerita berlanjut hingga Sidharta hidup dengan tukang perahu, bersamanya dia belajar hidup dari aliran sungai, pada air yang mengalir, batu-batu kali dan akar-akar pepohonan. Suatu ketika cobaan kehidupan datang, dia belajar bagaimana merengguk cinta dan melepas cinta pada anak semata wayangnya, kehilangan istri yang dicintai dan berbagi kejadian yang membuat dia banyak belajar tentang kehidupan. Wasudewa, tukang perahu yang bijak menjadi guru sejatinya, darinya dia banyak belajar hingga akhirnya kesempurnaan kebijaksanaan didapati.

Judul: Siddhartha
Penulis: Hermann Hesse
Penerjemah: Gita Yuliani
Penerbit: Pustaka Utama Gramedia
Tahun terbit: 2004
Dimensi: 168 halaman, 20 cm
ISBN: 978-602-03-0419-9


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nama-nama Tai

Sega, beras yang ditanak Apa benar bahasa Jawa itu terlalu 'manut' ke bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris? Tampaknya ada benarnya juga, bahasa Jawa terpengaruh/meminjam banyak kosa kata dari bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Kekurangan kosakata dalam bahasa Jawa memang kebanyakan untuk hal-hal seperti teknologi ataupun hal lainnya. Jangan berkecil hati untuk penutur bahasa Jawa di seluruh dunia! Perlu diingatkan bahasa Jawa mempunyai keunikan tersendiri, misalnya saja untuk belajar bahasa Jawa 'satu paket' atau juga keseluruhan dari bahasa kasar/ngoko, bahasa sedang/madya hingga bahasa halus/kromo, sama saja belajar tiga bahasa!! Bayangkan belajar tiga bahasa, apa gak repot ya?! Itulah keistimewaan bahasa Jawa. Bersyukur! Berbagai keistimewaan bahasa Jawa juga terdapat di istilah-istilah yang sangat detail/spesifik pada suatu beda yang mengalami sebuah perubahan sedikit maupun perubahan besar. Misalnya saja untuk rangkaian nama dari sebuah padi/po...

Mengenal Tanaman Kangkung Bandung (Kangkung Pagar)

Kangkung Bandung, sudah tahu tanaman ini? Menurut buku  biologi tanaman ini berasal dari Amerika Latin (Colombia, Costa Rica). Ciri tanaaman ini tumbuh tidak terlalu tinggi cuma sekitar satu meter sampai dua meter maksimal tumbuhnya. Kangkung Bandung tidak bisa dimakan layaknya kangkung rabut atau kangkung yang ditanam di atas air. Bentuk daun menyerupai kangkung yang bisa dimasak (bentuk hati) begitu juga dengan bentuk bunganya. Bunganya berbentuk terompet berwarna ungu muda terkadang juga ada yang berwarna putih. Batang Kangkung Bandung cukup kuat sehingga memerlukan tenaga cukup untuk memotongnya (tanpa alat).  Tanaman Kangkung Bandung Sebagai Patok Alami Pematang Sawah Fungsi dan manfaat Kangkung Bandung sendiri belum diketahui banyak, beberapa sumber mengatakan tanaman ini bisa dijadikan obat dan dijadikan kertas. Pada umumnya masyarakat desa menjadikan Kangkung Bandung sebagai tanaman untuk ciri (patok) batas antar pemantang sawah. Daya tumbuh tanaman ini cuk...

Tarawih di Masjid LDII

Sepuluh menit yang lalu, usai sudah ritus tarawih ramadan. Kali ini saya sengaja untuk beribadah di masjid yang berlabel LDII. Masjid yang menurut orang-orang "serem" mesti dipel kalau bukan anggota!.  Banyak sentimen negatif pada organisme LDII bukan saja dari kalangan agama lain ataupun dari agama Islam sendiri. Bisa jadi sentimen negatif lebih parah dari golongan Islam yang lain. Rumor-rumor yang mengerikan nan menyesatkan membuat orang mbligidig untuk sekedar sembahyang lima waktu di masjid berplang LDII.  Saya mempunyai banyak pandangan terhadap Islam dan cabang-cabangnya, tentu saja tidak mau terbawa sentimen negatif nan menyesatkan. Perlu bukti nyata! Kini bukti tersebut saya rasakan dengan bertarawih di Masjid LDII Bojongnangka, Kertahayu, Pamarican, Ciamis.  Awal memasuki kawasan masjid rasanya terintimidasi oleh perasaan sendiri yang sudah terdoktrin oleh isu-isu negatif terhadap LDII. Barang sepuluh menit berlalu tidak ada lagi perasaan yang menekan diri saya, ...