Hari kedua belum ada perencanaan perjalanan kembali karena cost life terlalu tinggi dibandingkan dengan kota besar Jakarta ataupun Kuala Lumpur. Seperti menunggu durian yang jatuh dari batangnya yang kokoh, entah kapan akan jatuhnya. Hanya berharap dan berharap.
Pak Alex selalu sibuk dengan bisnisnya sehingga selalu meninggalkan rumah dan karyawannya. Di rumah hanya tiga orang saja yakni saya, Andre dan seorang karyawan (lupa nama) terkadang mas Samsul menjadi teman dalam kekosongan hari. Karena mas Samsul senang dengan program acara televisi sementara saya tidak suka jadi tetap kekosongan hari terasa berat. Hanya Andre saja yang saya harapkan untuk mengisi hari bersama. Bermain dengan umur yang tidak terlalu jauh merupakan hal yang seimbang ketimbang bermain dengan orang yang tua lebih dari usia kita. Keuntungan tersendiri jika bermain dengan orang di atas umur kita yakni mempunyai pengalaman yang lebih bijaksana. Pengalaman bijaksana biasanya disampaikan dari orang yang usianya diatas kita.
Mas Samsul adalah salah satu inspirasi saya saat ini (21/10/16). Pengalaman yang berharga darinya membuat saya terpana dan terinpsrasi begitu gigihnya dia membangunkan usaha warung makan di tanah orang. Sudah pindah berapa pulau dia rela untuk mati - matian untuk membangun kesuksesan dalam berusaha. Mulai dari kota Dili ibukota dari negara baru Timor Leste yang dulu merupakan provinsi termuda di Indonesia. Mas Samsul dan keluarga mencetak kesuksesan di Dili dengan berbagai rintangan namun apa daya referendum kemerdekaan Timor Leste menyebabkan semua kesuksesan dunia runtuh begitu saja. Tidak pernah mengeluh dengan apa yang terjadi mas Samsul kembali membangun usaha di Kupang dan Labuan Bajo sampai akhirnya dia merebut kembali kesuksesan yang pernah diraih.
Satu kunci yang mas Samsul berikan untuk saya tentang jalan kesuksesan yakni selalu menjalin hubungan silaturahim dengan sesama manusia dengan baik. Ini terbukti dengan teman - teman mas Samsul yang merupakan kalangan atas baik itu pejabat Kabupaten maupun aparat pemerintah. Sering sekali mas Samsul dijamu dan diajak untuk pergi untuk berwisata bersama dengan kalangan mereka dengan bebas ongkos.
Sore tiba bagaikan sebuah harapan untuk bersenang - senang kembali tentu saja karena kembalinya Andre dari sekolah ke rumah. Kali ini Andre memberi banyak destinasi wisata gratis untuk saya selami. Destinasi pertama adalah sebuah restoran mewah di tengah laut dengan jembatan atau dermaga warna putih yang mewah. Di sini kami hanya berfoto saja tanpa makan di dalam restoran. Anda tentu lebih tahu alasannya bukan?!
Restaurant Merseaki adalah salah satu restoran mewah di tengah laut dengan konsep dekorasi kapal pesiar atau kapal phinisi. Dermaga yang panjang dan berbalut cat putih menjadikan nilai harga makanan yang dijual naik dengan sempurna. Lokasi, dekorasi dan brand memang kadang menentukan harga jual sebuah restoran walaupun terkadang makanan yang dijual "tidak cocok" dengan lidah Anda. Kebaikan penjaga dermaga restoran Merseaki yang memberi kami izin untuk memasuki dermaga dengan batas bangku restoran yang berada di ujung dermaga. Restoran Merseaki ini melayani tamu tepat pukul 4 sore saja sampai jam 10 malam. Usai berfoto sang penjaga dermaga memberi kami sebuah kartu pos bergambar dermaga restoran Merseaki yang begitu indah.
Di dermaga restoran Merseaki |
Pantai publik alias pantai bebas tiket susah di dapatkan di Labuan Bajo ini karena hampir seluruh pantai dikuasai oleh resort dan hotel. Berbanding terbalik dengan di Bali yang menyediakan pantai gratis kepada semua masyarakat dunia. Pantai Pede adalah satu pantai gratis di Labuan Bajo. Pantai berpasir putih dan mempunyai sampah plastik ini tidak terlalu ramai pengunjung ataupun turis asing. Hanya segelintir saja turis asing yang berjemur di pantai gratis ini.
Pantai Pede berpemandangan indah karena di depan pantai ini terdapat gugusan pulau Komodo yang dihiasi oleh kapal pesiar atau kapal nelayan yang sedang menyebrangi pulau Komodo. Jelas indahnya saat layar kapal berkibar tertiup angin. Demi pantai Pede yang cantik saya rela membuka baju saya dan celana saya untuk memeluk ombak Pede yang begitu lembut tanpa tamparan yang besar. Bersenang - senang dengan anak-anak lokal membuat saya terasa sebagai pemandu acara traveling di televisi hahahaha.
Pemerkosaan pantai Pede sudah mencapai klimaksnya, tentu saja mencari korban lainnya untuk merasakan sensasi yang begitu duniawi. Sawah menjadi target saya untuk menikmati keindahannya. Sawah di sini kering karena merupakan sawah tadah hujan. Bukan sawah biasa yang menjadi target saya tapi sawah yang penuh dengan sapi - sapi yang merumput ditemani dengan ribuan burung kuntul (bangau) yang juga mencari rezekinya. Terasa begitu indah keserasian alam yang Dia ciptakan untuk semua umatNya. Mengejar sekawan burung kuntul dan sapi menimbulkan emosi kesenangan yang memuncak bagi saya karena membangkitkan nostalgia masa kecil.
Setengah jam sebelum matahari terbenam. Gas motor ditarik sesuai kecepatan yang kita inginkan karena semua ini demi mengejar fenomena alam yang setiap hari terjadi. Entahlah nama bukit yang saya kunjungi tapi masih dalam gugusan bukit Cinta. Lebih banyak pengunjung yang datang daripada bukit cinta yang pernah saya kunjungi tempo hari.
Mengejar kawanan sapi di sawah Labuan Bajo |
Pesan dari WhatsApp menyambangi telpon genggam saya. Pesan ajakan untuk bertemu dengan mas Guri. Dia adalah backpacker sejati yang sudah menjelajahi sebagian pulau di wilayah Republik ini. Berbagai pesan dan pengalaman saya terima dengan otak yang terisi dengan kekhawatiran. Hati dan otak seakan bercengkarama serius yang berujung perseteruan batin.
Begitu banyak perseteruan malam ini dan salah satu dari mereka tak ada yang kalah. Hanya tidur yang merendamkan emosi mereka.
Di Bawah Pohon Stasiun Banyuwangi Baru, 24 Oktober 2016
10:37 WIB
10:37 WIB
Komentar