Hari yang dinanti akan datang besok hari dengan rencana besar dari rangkaian perjalanan di Bima. Rencana besar ini tidaklah terlalu muluk untuk diceritakan karena memang pantas untuk diceritakan sebagai pengetahuan tentang keindahannya negri Mbojo.
Dimulai dengan terbit matahari dari rumahnya di arah timur jauh entah dimana ujungnya. Hari ini (18/10/16) berangkat melawan arus cahaya matahari yang begitu menyengat. Sape berlokasi di ujung timur pulau Sumbawa menyerang perjalanan kami dengan arus cahaya matahari panas. Hutan wilayah Sape tidak cukup menjadi penuduh kami dalam perjalanan. Jelas saja keadaan alam di sini sangat berbeda dengan wilayah hutan yang di Jawa ataupun Bali. Hutan kering dengan sedikit pohon menjadi ciri khas sebagian jenis hutan di Bima.
Jalan yang nanjak begitu tinggi, tikungan tajam setiap sudut selalu membuat saya terpana karena jalur yang begitu menantang. Konsentrasi menjadi modal utama perjalanan di Bima, jangan sampai Anda terjatuh dari motor karena terlena dengan pemandangan yang indah. Jika ingin menikmati pemandangan ataupun sekadar foto bisa berhenti sejenak jangan paksa konsentrasi menjadi dua bagian antara menyetir dan menikmati pemandangan.
Segara yang selalu bersih di kecamatan Sape - Kabupaten Bima |
Episod perjalanan kali ini ada yang membuat saya merasa kangen dengan tanah Parahyangan di Barat jauh sana. Kondisi hutan yang lebat, nyanyian tongeret, udara khas Parahyangan dan gubuk - gubuk di pinggir sawah. Ah semuanya itu membuat saya rindu. Rasa rindu terbuang sekejap dengan gangguan laskar monyet di sepanjang jalan. Pemandangan yang tidak biasa bagi saya yang dari Jawa.
Memasuki wilayah kecamatan Sape kita mendapat sebuah ujian. Ban bocor!! Sedikit mengesalkan tapi karena ban bocor saya bisa menikmati jambu air khas Bima yang manis. Tak tahu malu ke orang di sekitar pohon jambu saya meminta izin untuk memetik satu buah saja. Segar rasanya.
Terdengar asing dengan nama soffi yang ditawarkan mas Fahru. Karena penasaran dengan minuman itu saya hajar saja dan ternyata soffi adalah minuman keras tradisional dari Flores. Terkejut sih tapi tapi gimana lagi udah di lambung. Rasa soffi yang panas membuat badan terasa hangat, badan pun mengeluarkan peluhnya. Aromanya memang menggoda, apalagi bagi saya yang orang Priangan yang terbiasa dengan tape ketan. Ya aroma soffi seperti air perasaan tape ketan. Dan inilah pengalaman pertama saya mencicipi minuman beralkohol. Cukup dua teguk saya meminum soffi yang rasanya panas sekali.
Perjalanan menuju pulau ular memang membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Lebih dari 2 jam perjalanan. Kekaguman Anda akan pantai eksotik akan terasa setelah melewati Sape. Suguhan alam bahari yang jernih dan sepoinya angin membuat Anda ingin menyeburkan diri untuk memperkosa deburan ombak.
Sampai di pantai yang menghadap pulau ular, kami beristirahat sejenak menikmati kejernihan dan keindahan pantainya. Yang unik dari pantai ini adalah tidak adanya pasir putih ataupun pasir hitam namun pantai berbatu kecil. Sungguh menakjubkan!
Tawar menawar terjadi antara mas Fahru dengan pemilik kapal. Harga kesepakatan terbilang murah hanya Rp 50.000 untuk dua orang pulang pergi. Istimewa bukan! Untuk mencapai pulau ular yang terlihat satu jengkal saja dari pantai Anda membutuhkan waktu sekitar 15 menit. Lumayan lama.
Di pulau ular hanya kita berempat sebagi tamunya. Banyak ular - ular belang bersembunyi manja di dalam lorong batu. Saya salah seorang di dunia ini yang mempunyai phobia ular tentu saja ini hal sangat mengerikan. Mas Fahru menguji keberanian saya untuk berpose dengan ular. Dengan terpaksa dan takut tingkat atas saya berpose dengan ular - ular tersebut. Seperti maut di depan mata!!!
Pertama pegang ular liar serasa maut di depan hidung!! |
Cukup setengah jam di pulau ular kami melanjutkan perjalanan ke arah utara menembus Ambalawi yang eksotik. Sebenarnya saya sudah diundang oleh Paman bu Fadlun (www.ibufadlun.com)untuk berkunjung ke Ambalawi, namun saya saat ke sana sekolah yang didirikan paman bu Fadlun tutup dan dikunci dengan berat hati kami meninggalkan sekolah sederhana itu.
Perjalanan tanpa kuliner adalah kehampaan yang percuma. Demi menghilangkan kehampaan saya mencicipi kenikmatan dan keunikan rasa dari jambu monyet yang dijual di pinggir jalan Jati Wangi. Rasanya sepat, manis, asin dan rasa pedas yang timbul dari bumbu yang disediakan. Unik memang! Terakhir memakan jambu monyet saat masih di bangku sekolah dasar. Lama ternyata ya.
Selesai sudah rangkaian perjalanan eksplorasi di Wilayah kesultanan Bima. Kemutlakan yang tidak bisa dielakkan rasa lelah kami rasakan.
Dekat pulau Rinca, 19 Oktober 2016
15:55 WITA
15:55 WITA
Komentar