Langsung ke konten utama

Corat Coret Di Toilet - Eka Kurniawan

Kembali ke Bumi Parahyangan

Bermalam di stasiun Surabaya Gubeng untuk kedua kalinya adalah sesuatu yang berkesan apalagi malam ini banyak sekali backpacker yang menjadikan stasiun ini sebagai meeting point jadi serasa punya saudara senasib. Maklumlah sendirian rasa kesepian mendera selama perjalanan.

Bergabung dengan teman - teman 'gunung' yang berada di pojok kanan stasiun tepatnya di depan Roti O bagi saya ini merupakan cara untuk melindungi diri dari kesepian dan melindungi diri dari segala kejahatan saat kita tidur. Mungkin istilahnya saya meminta suaka keselamatan atau mencari jaminan keamanan kepada teman - teman 'gunung'. Namanya tempat umum memang tidak semua  orang baik berada tapi orang jahat pun banyak di sekitar kita.

Rasa kesepian hilang dan rasa aman datang membelai hati yang sedikit khawatir akan kriminal ganas di Surabaya. Berkenalan dengan semua personal yang akan memanjat gunung Argopuro di timur Jawa itu membuat saya merasa mempertahankan saudara baru. Kocak dan penuh dengan canda!  Luar bisa memang!.

Tertidur sampai pagi menyapa terasa lebih aman dan nyaman karena memang ada penjamin keamanan yakn teman - teman 'gunung' yang setia dan selalu menjaga rasa kekeluargaan. Terima kasih untuk teman - teman MAPALA Surabaya dan Semarang.

Perut kosong adalah hal mutlak di pagi hari apalagi dalam kondisi dalam perjalanan panjang ini. Rasa lapar belum terasa sampai menyodok Ulu hati namun untuk berjaga - jaga saja jangan sampai membeli makanan berat di dalam kereta karena harga yang lumayan mahal bagi saya. Membeli dua paket nasi kuning seharga Rp 15.000 bekal untuk disantap dalam perjalanan ke bumi Parahyangan. 

Entah nyidam atau bukan sepagi ini saya makan gorengan tape singkong yang super asam walaupun tanpa makanan berat sebagai pendahulu. Mungkin karena rasa nyidam ini perut saya alhamdulillah dalam kondisi sehat selalu selama 24 jam.


Menunggu tanpa kegiatan apapun bagi saya adalah kutukan tersendiri karena tingkat kejenuhan meningkat signifikan. Ini terjadi saat bangun tidur dan menunggu jam 8 yang belum kunjung ditemui jarum jam pendek warna hitam pendek dan panjang!  menulis blog belum ada tema yang terfikirkan mau edit foto rasanya masih terlalu pagi.

Akhirnya jarum jam menemui angka delapan yang membawa saya ke ruang tunggu kereta di dalam stasiun. Sambil menikmati alunan lagu khas keroncong dan lagu - lagu kafe yang dinyanyikan oleh mini orkestra yang dipersembahkan oleh Stasiun Surabaya Gubeng. Jamuan musik yang sederhana yang membuat orang yang menunggu kereta tidak merasa bosan karena hiburan yang istimewa ini. Bagi saya hiburan semacam ini akan menaruh ingatan tersendiri kepada orang - orang yang pernah menunggu kereta di stasiun Surabaya Gubeng.

Perlu diakui bahwa pelayanan dari PT Kereta Api Indonesia mulai terasa istimewa karena peningkatan demi peningkatan yang berkualitas yang diberikan kepada semua konsumen jasa kereta api. Seperti artikel sebelumnya yang pernah saya tulis tentang keunikan bell khas stasiun yang diubah karena keunikan atau nilai budaya yang terkandung di masyarakat sekitar stasiun, misalnya bell stasiun yang diubah dengan instrumen dan lagu Di Tepi Sungai Serayu yang dikumandangkan di stasiun - stasiun yang berdekatan dengan sungai Serayu seperti stasiun Maos, Kroya, Purwokerto dan yang lainnya.
Alam Parahyangan

Pilihan bangku dan gerbong kereta untuk kepulangan kali ini saya memilih di gerbong ke dua terakhir. Rasanya ingin merasakan kenyamanan dengan suara bising klakson lokomotif yang selalu berteriak nyaring disaat menemui semboyan - semboyan tertentu.

Selalu sebangku dengan orang tua!!!  Membuat otak saya penuh pengetahuan dan pengalaman yang yang mungkin tidak bisa ditemukan saat kita sebangku dengan orang seumuran ataupun Dibawah kita. Pengalaman - pengalaman yang selalu mereka ceritakan membuat saya kaya akan cerita pengalaman yang mesti saya pelajari.

Cukup dua jam saja mulut saya berbusa dengan obrolan ringan kepada bapak - bapak di pinggir dan depan saya. Rasa lelah mengempiskan busa - busa pembicaraan yang melambung ke penjuru arah mata angin. Berdiam dan tertidur adalah salah satu cara untuk menghilang dari zona obrolan orang tua yang semakin lama semakin lebar. Hehehehe.

Dekat sudah stasiun yang saya tuju. Sempat terpukau dengan keadaan banjir yang hampir rata dari wilayah Kabupaten Cilacap sampai Banjar. Mungkin selama ini pulau Jawa selalu hujan di pagi ataupun sore hari. Banyak sawah yang tergenang air lebih dari tinggi pohon padi itu sendiri. Halaman - halaman rumah juga banyak yang terlihat genangan air.

Terdengar jelas pengumuman dari speaker di setiap gerbong bahwa kereta memasuki stasiun Banjar. Alhamdulillah akhirnya sampai juga ke kota kelahiran. Kedatangan saya pun sambut dengan hujan ringan yang sedang mengguyur badan kota Banjar.

Berhubung hujan ringan yang tiada henti dan letihnya badan menjadikan tidur adalah suatu yang diidamkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nama-nama Tai

Sega, beras yang ditanak Apa benar bahasa Jawa itu terlalu 'manut' ke bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris? Tampaknya ada benarnya juga, bahasa Jawa terpengaruh/meminjam banyak kosa kata dari bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Kekurangan kosakata dalam bahasa Jawa memang kebanyakan untuk hal-hal seperti teknologi ataupun hal lainnya. Jangan berkecil hati untuk penutur bahasa Jawa di seluruh dunia! Perlu diingatkan bahasa Jawa mempunyai keunikan tersendiri, misalnya saja untuk belajar bahasa Jawa 'satu paket' atau juga keseluruhan dari bahasa kasar/ngoko, bahasa sedang/madya hingga bahasa halus/kromo, sama saja belajar tiga bahasa!! Bayangkan belajar tiga bahasa, apa gak repot ya?! Itulah keistimewaan bahasa Jawa. Bersyukur! Berbagai keistimewaan bahasa Jawa juga terdapat di istilah-istilah yang sangat detail/spesifik pada suatu beda yang mengalami sebuah perubahan sedikit maupun perubahan besar. Misalnya saja untuk rangkaian nama dari sebuah padi/po

Menegang dan Mengeras Oleh Nyai Gowok

Ah...sialan! Padahal aku sudah kenal buku ini sejak Jakarta Islamic Book Fair tahun 2014 lalu! Menyesal-menyesal gak beli saat itu, kupikir buku itu akan sehambar novel-novel dijual murah. Ternyata aku salah, kenapa mesti sekarang untuk meneggang dan mengeras bersama Nyai Gowok. Dari cover buku saya sedikit kenal dengan buku tersebut, bang terpampang di Gramedia, Gunung Agung, lapak buku di Blok M dan masih banyak tempat lainnya termasuk di Jakarta Islamic Book Fair. Kala itu aku lebih memilih Juragan Teh milik Hella S Hasse dan beberapa buku agama, yah begitulah segala sesuatu memerlukan waktu yang tepat agar maknyus dengan enak. Judul Nyai Gowok dan segala isinya saya peroleh dari podcast favorit (Kepo Buku) dengan pembawa acara Bang Rame, Steven dan Mas Toto. Dari podcast mereka saya menjadi tahu Nyai Gowok dan isi alur cerita yang membuat beberapa organ aktif menjadi keras dan tegang, ah begitulah Nyi Gowok. Jujur saja ini novel kamasutra pertama yang saya baca, sebelumnya tidak pe

Mengenal Tanaman Kangkung Bandung (Kangkung Pagar)

Kangkung Bandung, sudah tahu tanaman ini? Menurut buku  biologi tanaman ini berasal dari Amerika Latin (Colombia, Costa Rica). Ciri tanaaman ini tumbuh tidak terlalu tinggi cuma sekitar satu meter sampai dua meter maksimal tumbuhnya. Kangkung Bandung tidak bisa dimakan layaknya kangkung rabut atau kangkung yang ditanam di atas air. Bentuk daun menyerupai kangkung yang bisa dimasak (bentuk hati) begitu juga dengan bentuk bunganya. Bunganya berbentuk terompet berwarna ungu muda terkadang juga ada yang berwarna putih. Batang Kangkung Bandung cukup kuat sehingga memerlukan tenaga cukup untuk memotongnya (tanpa alat).  Tanaman Kangkung Bandung Sebagai Patok Alami Pematang Sawah Fungsi dan manfaat Kangkung Bandung sendiri belum diketahui banyak, beberapa sumber mengatakan tanaman ini bisa dijadikan obat dan dijadikan kertas. Pada umumnya masyarakat desa menjadikan Kangkung Bandung sebagai tanaman untuk ciri (patok) batas antar pemantang sawah. Daya tumbuh tanaman ini cukup baik d