Kokok ayam terdengar syahdu di pagi hari kali ini entah apa yang menyebabkan kesyahduan dari ayam yang selalu bangun lebih awal dari pada manusia malas seperti saya ini. Badan cukup pegal karena membawa semua barang yang ada dalam ransel. Tidur yang tidak berkualitas saat berada di pantai senggigi membuat saya sedikit pening. Tentu saja semua faktor tersebut mendukung saya untuk bangun lebih siang dari biasanya.
Semua persiapan untuk berangkat kembali ke Gilitrawangan sudah seratus persen, tinggal berangkat saja. Kemurahan hati mas Hardi tidak sampai di situ saja namun mas Hardi dengan ikhlas mengantarkan saya sampai Gunung Sari di Lombok untuk menunggu elf yang menuju Pemenang atau pelabuhan untuk ke Gilitrawangan.
Elf ini berbiaya Rp 15.000 dari Gunung Sari sampai pelabuhan Pemenang. Kupikir jarak Senggigi dengan Pelabuhan Pemenang hanya sebatas langkah kaki saja ternyata lumayan jauh perjalanan bisa sampai satu jam. Sepanjang perjalanan melewati gunung yang tinggi dengan sisi kiri jalan bertengger monyet - monyet yang sedang menunggu untuk diberi makanan atau sekedar ingin santai mencari kutu di emaknya atau temannya. Bagiku inilah hutan monyet yang luar biasa karena monyet sepanjang jalan di area hutan keluar semua dengan jumlah ratusan ekor. Bisa dibayangkan bagaimana jadinya saat saya berjalan di tepi jalan sendirian! mungkinkah monyet akan mengepung saya atau cuek layaknya bebek.
Pulau Gilitrawangan berlokasi di Kabupaten Lombok Utara bagian barat mempunyai gugusan pulau diantaranya Gili Mano, Gili Air dan Gili Trawangan. Salah satu yang terbesar adalah Gili Trawangan. Untuk mencapai ke pelabuhan dari jalan raya bisa menggunakan delman dengan membayar ongkos Rp 5000 atau bisa berjalan kaki. Berjalan kaki bisa memakan waktu sekitar 15 menit.
Hanya kapal kecil dan kapal cepat yang tersedia untuk menyeberangi ketiga pulau tersebut. Untuk kapal yang saya gunakan terbilang murah hanya Rp 15.000 saja dan untuk ke Gili lainnya mempunyai harga yang tidak signifikan hanya berbeda Rp 2000 saja. Air hijau dan kebiruan menyambut semua yang akan menyebrangi Gilitrawangan. Ombak saat ini (11/10/16) lebih tenang daripada hari kemarin banyak orang melaporkan cuaca buruk baik di laut maupun udara. Pelayaran Gilitrawangan membutuhkan tidak genap satu jam saja.
Tampak begitu mempesona debur ombak yang meliuk dan menampar karang yang bersatu teguh mempertahankan pasir putih di daratan pulau Gili Meno. Lain halnya dengan Gili Trawangan yang terlihat lembut dan menawan tentu saja dengan kosmetik wajib di setiap pantai yakni pasir putih dan air yang membiru bening bak kolam raja Sulaiman saat akan meminang ratu Bilqis. Sampai sudah di daratan pulau "tanpa polusi " dengan perencanaan yang bobrok membuat perjalanan ini seakan menemukan keajaiban dengan sendirinya, tanpa diharap dan tanpa ditolak muncul dengan berbagai cerita.
Melepas lelah yang begitu sempurna dalam setiap bagian tubuh tak terkecuali rambut pun lelah karena selalu diperam (kurung) dalam panasnya topi. Makanan dan minuman segar bukanlah solusi utama dalam melepas lelah. Jelas yang dibutuhkan adalah sebuah waktu luang untuk menurunkan segala aktivitas dengan cara beristirahat. Dengan penurunan aktivitas tentunya akan merelaksasi semua otot yang menegang sedari tadi.
Mencari tempat yang terbaik tidaklah sulit untuk beristirahat dengan nyaman. Pinggir pantai yang mempunyai pohon yang rindang adalah hal yang terbaik dari tempat yang lainnya. Menikmati peregangan otot dengan sepoinya angin yang berdesir halus membelai wajah dan rambut setiap insan.
Relaksnya otot pertanda bagi saya untuk memulai aktivitas kesenangan hidup yang terlalu manis untuk diceritakan kepada setiap orang ataupun diri sendiri dalam kitab kalbu. Berenang adalah suatu kewajiban bersifat kifayah apabila seorang mengunjungi pantai ataupun pulau kecil. Tanpa membuang tubuh anda dalam deburan ombak rasanya tidak pantas disebut pernah atau sedang berwisata di pantai.
Seorang turis asing dipandu dalam mengendarai kuda |
Hampir saja pulau ini dikuasai asing karena memang komposisi orang saat ini lebih besar wisatawan asing ketimbang warga asli pulau Gili Trawangan. Pantas saja aroma kehidupan ala dunia barat lebih tajam dibandingkan di pulau Lombok sendiri yang mempunyai predikat sebagai "the best halal destination 2015". Wisatawan asing memang terpusat di ketiga Gili yang berada di sebelah barat pulau Lombok. Bukan hanya pemandangan alam yang indah namun kebebasan untuk "pesta" lebih mudah didapatkan daripada di wilayah Lombok lainnya.
Keping mata uang mutlak mempunyai dua sisi yang berbeda sama halnya dengan satu ajaran dari negri Tiongkok yang selalu menyeimbangkan kehidupan dengan simbol Ying Yang. Dua sisi yang berbeda terlihat ketara dengan kehidupan di pulau ini. Kenapa bisa menyimpulkan demikian? Tentu saja dengan pengalaman yang saya lihat dimana saat pesta maupun kehidupan yang hingar bingar dengan alkohol terdengar dari bangunan putih yang menjulang tinggi suara murotal alquran disusul dengan keindahan kalimat ajakan untuk solat. Begitupun menjelang solat ashar dengan pemutaran alquran untuk mengundang para santri untuk sekolah diniyah. Suatu komposisi yang harmonis dimana dua sisi berbeda menjadi satu padu dalam kedamaian sebuah dunia kecil di Gili Trawangan. Lepas kewajiban untuk menghadap Yang segala kuasa di tengah hari ini. Berbagai pembicaraan dimulai dari seorang tour guide dari Praya tentu saja membuat saya merasa tenang dan nyaman karena tawaran bantuan namun dengan kesibukan dia dalam memandu tamu Korea akhirnya kami berpisah dalam obrolan singkat di sebuah masjid.
Jantung sempat berhenti sejenak karena galaknya marbot masjid yang mengusir saya dari teras masjid untuk pindah ke pendopo masjid yang sudah disediakan untuk para pengunjung yang ingin beristirahat. Kegalakan tuan rumah rapuh dan melembut saat ku ceritakan pengalaman saya dalam mengurus masjid dan panti asuhan saat menjalani pendidikan di Tasikmalaya lima tahun silam. Kebaikan selalu ada di setiap orang tentu saja pada marbot masjid di Gili Trawangan ini yang menawarkan saya untuk tinggal di ruang marbot untuk sekedar berteduh dan melindungi barang yang saya bawa. Tentu saja kesempatan baik ini tidak boleh ditolak apalagi diabaikan begitu saja.
Kembali bertolak dari persujudan menuju ke pantai yang menawan yang selalu menggoda saya untuk melepas baju dan memperkosa deburan ombak yang nakal. Tak jauh dari tempatku berdiri terdapat seorang pria bule tua dengan seorang muda Indonesia. Sang bule sepertinya menyapa saya dengan ramah saya pun membalas sapaan sang bule. Berlanjut dengan obrolan kecil hingga obrolan intim yang memang setiap orang tidak menyangka bahwa kedua pria tersebut adalah sepasang kekasih yang mungkin sedang "bulan madu " karena sudah mengunjungi rumah dan orang tua kedua belah orang tersebut. Yang Indonesia mengunjungi ke Paris selama 3 bulan dan sekarang si bule sedang berkunjung ke rumah "mertua" di Indonesia. Inilah kehidupan marginal yang menjadi komposisi sebuah kehidupan di dunia. Tentu saja saya tidak bisa menghakimi mereka dengan cara yang kurang pas ataupun hal lainnya.
Puas dengan sejumlah wawancara eksklusif dari sejoli dimabuk cinta saya lanjutkan kembali untuk menghabiskan waktu saya untuk mengelilingi pulau. Seratus langkah menemukan saya dengan dua orang pemuda tampan yang kupikir orang Malaysia tentu saja dengan latah saya menyapa mereka dengan Bahasa Malaysia. Dan mereka pun mengira saya dari Malaysia hahahaha suatu kesalahpahaman yang berhujung tuah.
Kanan mas Yoyon dan kiri mas Ciko |
Obrolan kecil nan menarik selalu menjadi jalan utama untuk menjadi hubungan yang harmonis. Dua orang tampan tadi berasal dari tanah rendang nan jauh di barat sana. Mas Ciko yang berperawakan gempal, jambang yang menawan dan perut yang seksi ala teddy bear dan Mas Yoyon berperawakan sedikit jangkung dari saya. Jelasnya mereka bukan pasangan seperti diatas.
Pembicaraan dari mulai adat budaya sampai kehidupan pribadi dikupas tuntas dalam perjalanan mengelilingi pulau terasa bagai saudara yang lama tidak berjumpa, semua pembicaraan terasa hangat. Minuman dan makanan yang luar biasa mahal bagi saya keluar dengan acungan lembar merah dari saku Mas Yoyo. Rejeki semua yang ngatur semua dan sebagi manusia harus selalu bersyukur akan semua yang diberikan. Saya merasa terharu dengan kenikmatan ini mulai dari snack yang mahal, seikat tusukan sate, nasi campur dan tawaran untuk menginap di hotel mereka. Saya mohon ijin kepadamu ya Rabbi untuk mencicipi kenikmatan yang Kau berikan dan rahmatilah mereka yang menjadi perantaraMu.
Gili Trawangan, 11 Oktober 2016
23:50 WITA
Komentar