Dua tiket menjadi keberanian saya untuk melanglang buana. Tiket ini saya pesan memang dari jauh - jauh hari tepatnya sepulang dari Maos - Cilacap. Dengan uang Rp 150.000 dua jenis tiket kereta api terbeli dengan jurusan Banjar - Surabaya Gubeng dan Surabaya Gubeng - Banyuwangi Baru.
Merupakan keputusan hidup yang sudah direncanakan sebelumnya dan juga sebagai rasa kecewa yang tak kunjung usai yang membuat perjalanan ini menjadi kenyataan. Sedih rasanya saat akan meninggalkan semuanya terutama orang tua yang memang sudah menjadi tanggungjawab anak, bukan hanya itu saja semua perasaan tertumpah malam sebelum keberangkatan. Ponakan yang sedang demam rasanya tidak rela untuk ditinggal apalagi aku hanya seorang diri di keluarga yang mengetahui tentang obat - obatan. Semoga lekas sembuh sayang.....
Terlalu santai adalah salah satu dari bagian hidup ku sehingga lupa diri saat hendak berangkat ke Stasiun Banjar yang mempunyai jarak cukup lumayan apabila ditempuh dengan angkutan umum yang selalu berjalan layaknya keong. Sebenarnya jika ditempuh dengan sepeda motor hanya memerlukan 15-20 menit saja namun inilah kenyataannya dengan angkutan umum yang selalu berjalan lambat dengan tambahan ngetem. Tak sabar rasanya apalagi jadwal keberangkatan kereta Pasundan jam 09:30 WIB sementara saya masih berada di sekitar Bantarsari. Memberanikan diri untuk meminta mempercepat laju akhirnya tepat saat kereta Pasundan datang di Stasiun Banjar saya pun datang ke Stasiun Banjar. INJURY TIME!!
Dua lembar tiket kereta api |
Tak apalah membayar lebih untuk kelajuan tinggi demi mengejar Kereta Pasundan. Daripada semua tiket hangus karena tertinggal mending membayar lebih untuk kecepatan angkot. Dan bersyukur sekali walaupun injury time saya masih bisa melanjutkan perjalanan ke Surabaya Gubeng dengan kereta api yang sesuai dengan tiket. Selama ini memang saya selalu datang saat injury time baik di bandara, stasiun maupun terminal.
Seongok tas ransel yang penuh dengan perlengkapan sehari - hari dan sebuah tripod menjadi teman yang berguna dan menyusahkan saya dalam perjalanan ini. Dengan tergopoh - gopoh saya memasuki gerbong kereta yang tertulis di tiket yakni gerbong/kereta 2 nomor duduk 10B. Kereta ekonomi memang menjadi tempat untuk sosialisasi semua lapisan masyarakat. Begitupun saya yang selalu ngoceh dengan tetangga bangku yang asli Garut dan Madura.
Tak ada bedanya dengan angkot yang saya tumpangi diawal perjalanan kereta Pasundan pun mempunyai kecepatan yang rendah dan selalu mengalah dalam setiap persimpangan. Maklum harga tiket dari Kiaracondong - Surabaya Gubeng hanya Rp 94.000 (September 2016). Kereta Pasundan ini termasuk dalam jajaran kereta ekonomi yang disubsidi oleh Pemerintah. Banyak faktor yang membuat kereta ini berjalan lambat dibandingkan dengan yang lainnya misalnya jenis kelas kereta, adanya banjir di wilayah stasiun besar Solo Balapan, rel yang hanya sejalur (bukan double track) dan alasan - alasan lainnya.
Surabaya pun menyapa saya dan semua penumpang tepat jam 10:07 WIB yang seharusnya jam 09:36 WIB. Lumayan bisa menggilas waktu menunggu perjalanan selanjutnya. Tak banyak orang yang menunggu kereta Probowangi sehingga ruang tunggu bisa nyaman untuk tidur dengan posisi kaki lurus. Hanya tidur kali ini terganggu dengan banyaknya nyamuk nakal yang selalu menggigit. Inilah uji otak untuk selalu digunakan, berbekal deodoran yang mempunyai wangi yang tajam saya oleskan sekitar tangan dan wajah sehingga nyamuk tidak akan mendekati kulit saya. Sejatinya nyamuk tidak suka bau tajam seperti bunga lavender ataupun kulit jeruk. Akhirnya tidur bisa pulas juga.
Jember, 3 Oktober 2016
08:48 WIB
08:48 WIB
Komentar