Pagi yang cerah badan yang cukup istirahat kenikmatan yang luar biasa untuk hari ini (12/10/16) terlebih lagi melihat wajah sang mentari yang keluar dari wajah ayu Sang Rinjani di ujung timur. Kesegaran batin yang dirasakan tentunya.
Kenikmatan melihat wajah sang mentari hanya saya saja yang menikmatinya Mas Ciko dan Yoyon kembali ke penginapan untuk membuang hajatnya yang sudah rutin di pagi hari. Memotret keindahan alam di Gili Trawangan setiap sudut dan menikmati hembusan belaian angin yang berdesir halus membelai kulit. Tak berapa lama mereka kembali ke pantai namun kali ini bukan saja menikmati keindahan matahari terbit tapi mandi dan snorkling. Kesegaran yang luar biasa!
Chek out dari penginapan 10:00 WITA tentu saja berkemas usai dari pantai segera dikerjakan demi kelancaran perjalanan selanjutnya.Perpisahan memang tidak bisa dielakkan pada setiap insan yang ada di bumi. Mas Yoyon dan mas Ciko melanjutkan pelayarannya menuju ke Pulau Bali dengan menggunakan perahu cepat sementara saya ke Pulau Sumbawa dengan melintasi seluruh bagian dari Pulau Lombok yang lumayan besar. Sebenarnya ingin menginap semalam lagi di kota Mataram tepatnya di rumah singgah backpacker karena lain hal yang membuat 'pedasnya liburan di Lombok' yang banyak sekali tarif transportasi yang dinaikan.
Laju perahu nelayan mengarungi laut Gili Trawangan |
Ada beberapa tips untuk menghindari penarikan tarif yang tinggi oleh oknum angkutan umum :
1. Tanyakan harga tarif normal trayek angkutan umum kepada orang lain sebelum memasuki terminal atau kendaraan umum tersebut.
2. Bersikap ramah kepada setiap penumpang ataupun supir.
3. Berbaurlah dengan penumpang lainnya dan tanyakan kembali tarifnya, dengan menayakan kembali tarif bisa mengurangi resiko mendapatkan tarif yang lebih tinggi karena sang supir akan malu jika menaikkan tarif seenaknya.
1. Tanyakan harga tarif normal trayek angkutan umum kepada orang lain sebelum memasuki terminal atau kendaraan umum tersebut.
2. Bersikap ramah kepada setiap penumpang ataupun supir.
3. Berbaurlah dengan penumpang lainnya dan tanyakan kembali tarifnya, dengan menayakan kembali tarif bisa mengurangi resiko mendapatkan tarif yang lebih tinggi karena sang supir akan malu jika menaikkan tarif seenaknya.
Mengapa saya menulis tips ini? Tentu saja karena saya korban tarif tinggi dari oknum supir engkel atau elf trayek Pemenang - Mataram. Dengan kekesalan yang luar biasa rencana untuk bermalam di rumah singgah pun buyar. Kepala yang panas karena ulah oknum supir angkutan membuat saya ingin melanjutkan kembali ke pulau selanjutnya.
Tarif yang ditawarkan oleh sang calo tidak terlalu tinggi dan sepertinya semua penumpang membeli dengan harga yang sama. Untuk bis dengan tujuan akhir kota Bima (Terminal Dara) hanya ditarif Rp 200.000 dengan lama perjalanan 14 jam melintasi lautan dan pegunungan yang ada di Lombok maupun Sumbawa.
Sepanjang perjalanan hanya disi dengan tidur dan sedikit bicara karena tetangga perjalanan kali ini memang sedikit malas untuk berbicara tentang segala hal yang ada di Bima. Demi kenyamanan nafsu bicara tentang segala hal di Bima saya rem dengan hati - hati. Sepertinya bis di wilayah Mataram ataupun NTB untuk semua jurusan ke luar pulau mempunyai nomor bangku, jelas kita bisa memilih posisi yang baik di jauh - jauh hari.
Sebuah kapal ferry bersandar di dermaga dua pelabuhan Kayangan |
Makan Malam sudah disediakan dari pihak bis dengan mengembalikan karcis yang telah diberikan kepada semua penumpang. Menu yang tersedia hanya dua macam saja yakni lalaban ala sunda dan soto, rumah makan yang bekerjasama dengan pihak bis merupakan rumah makan sunda yang mempunyai kepastian menyediakan lalaban.
Perjalanan di lanjutkan kembali ke menuju Bima selepas semua penumpang menghabiskan santap malamnya. Jauh memang jarak dari Sumbawa Besar ke Bima kira - kira empat jam perjalanan dengan laju bis yang super cepat kenimbang kecepatan bis di wilayah Jawa.Terbangun karena suara berisik dari penumpang yang hendak turun. Sontak saja saya mengangkat tas ransel yang saya bawa untuk turun dari bis karena memang sudah berada di terminal Dara - Kota Bima.
Ketakutan melanda sekujur tubuh karena orang asing di pagi hari menarik - narik tanganku untuk memakai jasa ojeknya. Rencana untuk tidur di Musola ataupun pos polisi menjadi berantakan karena ketakutan yang ekstrem. Tidak mau ambil resiko saya pilih tukang ojek yang terlihat alim dengan aksesoris jenggot dan wajah teduh.
Aksesoris memang bukan sejatinya dari diri seseorang, bisa saja melencong jauh dari yang dicitrakan. Jelas saja orang yang saya percayakan melencong jauh dari yang saya harapkan. Dia membawa saya ke penginapan yang penuh dengan banci salon yang sedang mangkal dan para laki-laki yang menunggu gilirannya. Sial! Kurang ajar benar ini ojek. Dengan marah saya menolak untuk menginap di tempat itu lagi pula tempat itu sudah tutup. Untuk kedua kalinya saya dijerumuskan kembali oleh tukang ojek, saya dibawa ke penginapan yang aneh sekali nampaknya tidak layak disebut penginapan apalagi penunggu penginapan seperti mafia kelas berat.
Kutukan apa yang pantas untuk tukang ojek yang menyelewengkan amanat tuannya! tukang ojek meminta uang tambahan dengan iming - iming dihantarkan ke penginapan yang aman dan bersih. Saya menyanggupinya dengan setengah harga dari harga awal. Sampailah saya di penginapan Surabaya di depan gedung BRI. Seperti bukan penginapan tapi sebuah ruko yang diisi untuk bengkel motor. Sempat ragu untuk menginap di tempat itu namun karena lelah yang luar biasa saya terima penawaran penginapan yang lumayan tinggi Rp 125.000 permalam dengan chek out jam 5 sore.
Memasuki lorong sempit menuju lantai dua ternyata penginapan baru yang sedang dibagun dengan fasilitas lengkap dan bersih. Kamar yang saya tempati menggunakan pendingin udara dan mempunyai dua set kasur, kamar mandi yang luas dan selimut yang lembut. Impas dengan uang yang saya keluarkan. Lelah dan stres akibat pedasnya Lombok tersungkur lemas dan lesu di kasur hotel yang nyaman. Bruk....
Bima, 15 Oktober 2016
11:37 WITA
11:37 WITA
Komentar