Langsung ke konten utama

Corat Coret Di Toilet - Eka Kurniawan

Sang Juragan Teh: Rudolf Eduard Kerkhoven

Sang Juragan Teh Karya Hella S Haasse

Berawal dari obrolan tentang teh di Facebook dengan kak Maria tempo lalu, saya datang kembali di acara ini untuk sedikit membedah tentang sejarah perkebunan teh di Indonesia. Berbicara tentang sejarah sekaligus dihidangi makanan yang lezat adalah hal yang menarik dan mengulur waktu yang sangat panjang hingga terhenti karena kejenuhan. 

Buku yang akan saya bawa bukanlah sebuah buku sejarah yang kaku seperti dokumenter dari sejarawan ataupun buku pelajaran sejarah di sekolah-sekolah yang penuh kepentingan dari pemerintah. Buku ini berjenis roman bukan fiksi, jadi merupakan sumber sejarah yang didapatkan dari surat-surat dan dokumentasi keluarga besar perkebunan teh sehingga terbentuk sebuah novel dengan sedikit tambahan drama.

Heren Van De Thee judul aslinya dan sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Sang Juragan Teh. Buku milik Hella S Haasse pertama terbit di Indonesia pada tahun 2015 lalu, Saya sendiri membelinya pada tahun 2016. Setelah membeli dan membaca lengkap dari halaman 1 sampai 430 aku merasa tertarik karena jenis novel sekaligus bahan sejarah yang jarang terungkap. Begitu tersihirnya diriku dengan buku ini hingga akhirnya napak tilas ke perkebunan teh dan tempat-tempat yang menjadi latar belakang buku ini.

Bagaimana bisa bisa tersihir dengan buku dari seorang “penjajah” terlebih melakukan napak tilas? Untuk menjawab pertanyaan itu cukup mudah selalu dengarkan terus acara Baca Buku.

Rudolf Eduard Kerkhoven Saat Tua

Cerita berawal dari Rudolf seorang mahasiswa teknik sipil akhir semester di Politeknik Delft yang berniat dan bertekad untuk mengolah perkebunan teh milik ayahnya di Hindia Belanda. Rudolf mempunyai karakter yang sama dengan bapaknya sebagai orang keras kelapa, humanis, idealis dan pekerja keras. Setelah benar-benar lulus Rudolf berlayar dari Belanda melewati Tanjung Harapan hingga akhirnya berlabuh di Batavia.

Rudolf sempat kecewa terhadap keputusan ayahnya yang memerintahkan dirinya untuk tinggal di Parakan Salak, Buitenzorg (Bogor) sebagai pemagang. Selama di Parakan Salak Rudolf bekerja dan belajar gigih tentang seluk beluk perkebunan teh maupun karakter masyarakat Preanger. Hasil nyata usahanya membawa dirinya pada sebuah usaha pembukaan perkebunan teh baru di Gambung, Bandung Selatan.

Berkat Rudolf lah teh jenis Assam (Srilanka) hidup dan berkembang di perkebunan teh Indonesia. Sebelumnya pemerintah kolonial hanya menanam teh asal Tiongkok dan Jepang yang kurang cocok dengan tanah dan iklim di Hindia Belanda. Pada babak ini banyak adengan menarik bagi saya yang didogma bahwa bangsa Belanda adalah bangsa yang kejam. Rudolf dan keluarga Kerkhof ternyata manusia yang bisa dianggap mulia karena humanisnya, peduli terhadap kesejahteraan pekerja dan selalu menjalin hubungan baik dengan masyarakat Parahyangan kala itu. Tak heran beberapa paragraf menggambarkan saudaranya yang bisa memainkan gamelan lengkap dengan baju adat Sunda dan menjadi salah satu kontributor sastra Sunda. Rudolf sendiri selalu memakai peci, tidak meminum alkohol dan daging babi. Tak hanya itu mereka selalu mengadakan doa bersama secara Islam sebagai penghormatan terhadap agama penduduk lokal.

Pada novel yang sangat menonjolkan tokoh kolonial humanis ini terdapat tokoh inlander yang disebutkan contohnya Raden Karta Winata seorang bangsawan muda Sunda yang bertatakrama baik dan pintar berbahasa Belanda. Namun sayang tidak banyak diceritakan pada halaman selanjutnya. Tokoh-tokoh inlander lainnya juga disebutkan seperti penjaga rumahnya, pengasuh anak-anak dan tukang masak. Tokoh-tokoh tersebut masih terlacak jejak kehidupaannya baik secara lisan, dokumen foto dan yang lainnya.

Foto Engko Dengan Bertha Dan Edu Kerkhoven

Bagiku tokoh inlander yang sangat ingin dimunculkan adalah sosok pembantu Rudolf, Engko namanya. Dengan asuhannya semua anak-anak Rudolf lebih kenal budaya dan bahasa Sunda. Namun sayang sosok Engko hanya beberapa kali saja disebut. Diceritakan bahwa hubungan Engko dengan anaknya Rudolf begitu erat.  

“Saat aku turun dari kereta kuda, seorang wanita tua bertubuh kecil bergegas menghampiriku dan memeluku sedemikian erat sampai-sampai aku kesulitan menaiki tangga menuju serambi depan. Wanita itu adalah Engko; ia terisak-isak penuh perasaan dan tak mau melepaskanku, akibatnya aku harus menunggu hingga ia sudah lebih tenang sebelum akhirnya bisa menyapa orang-orang lain”  

Kembali ke tokoh utama, Rudolf sang perjaka menikahi cicit Gubernur Jendral Daendles, Jenny. Bagi Saya doktrin buku sejarah di sekolah sangat melekat terlebih Daendles ini merupakan gubernur jendral yang sangat bengis dan kejam namun ternyata ada yang berbeda dalam buku ini. Jenny sang cicit Daendles mengatakan dalam buku hariannya:

“Ada banyak keburukan yang diceritakan mengenai kakek buyut kami, Gubernur Jendral Daendles. Memang benar bahwa pembuatan Jalan Raya Pos memakan korban ribuan nyawa, namun menurut Papa, kakeknya adalah seorang gubernur yang baik, dan semua itu akibat perlakuan keji dari pembesar pribumi, yang tidak peduli rakyat mereka hidup atau mati. Yang tidak ku mengerti adalah mengapa Yang Mulia tidak turun tangan untuk membela pekerjanya. Papa mengatakan bahwa kakeknya tidak bisa melawan kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat dengan pembesar pribumi, dan bahwa ia tidak mempunyai hak untuk ikut campur dengan bagaimana cara jalan itu dibuat”

Jenny menulis banyak tentang dirinya dan keluarganya sekan menjadi sasaran sebagai mahluk terkutuk karena terdapat darah kakeknya, Daendles.

Pernikahan Jenny dengan Rudolf berlangsung lancar hingga mempunyai beberapa anak. Masalah muncul dari Jenny sepulang dari Belanda usai menengok cucu pertamanya. Jenny seperti kurang waras  karena berbagai tekanan hidup, dia yang dibesarkan di Batavia dengan segala fasilitas mewah yang lengkap. Seakan masuk ke jurang kesepian di Gambung yang dingin dan sepi. Jenny ditemukan meninggal karena menenggak racun. Sebelas tahun kemudian Rudolf meninggal dan dikuburkan dekat Jenny.

Usai sudah semua cerita novel yang lebih mirip ke biografi. Saya tertarik untuk mencari jejak kehidupan keluarga besar Kerkhov di internet dan tak lupa pada tahun 2016 Saya juga napak tilas Sang Juragan Teh di wilayah Bandung Selatan. Pada napak tilas saya mendapatkan banyak informasi banyak dari kakek teman saya yang merupakan orang asli Pangalengan. Pada umumnya masyarakat Bandung Selatan terutama wilayah perkebunan teh menghormati dan mengaggumi kebaikan dari keluarga Kerkhoven.

Foto Rudolf Dan Jenny Semasa Muda

Rudolf berserta keluarganya dimakamkan dekat perkebunan teh yang dibukanya. Tak ketinggalan sepupu Rudolf, Karel Albert Rudolf Bosscha yang cukup terkenal namanya di Indonesia juga dimakamkan di tengah-tengah perkebunan teh. KAR Bosscha lebih mempunyai nama ketimbang Rudolf yang menjadi pioneer perkebunan teh di Jawa. Tentu saja ketenaran namanya berkat perhatiannya yang besar pada dunia astronomi, pendidikan masyarakat inlander, dan termasuk pendiri ITB Bandung.

Hampir semua anggota keluarga besar Kerkhof mempunyai nama dan hati di masyarakat Parahyangan baik pada masa itu hingga sekarang. Tak kalah tenarnya Karel Holle yang jatuh hati dengan Sastra Sunda sehingga di alun-alun Garut terdapat monumenya belum lagi Edward Kerkhof yang juga disayangi oleh masyarakat di Parakan Salak, Sukabumi.

Gambaran alam dan kehidupan masyarakat di Hindia Belanda sama sekali tidak ada yang cacat, maklum saja Hella S Haasse lahir dan besar di Batavia sehingga penjiwaan dan gambaran cerita begitu kuat dan sama persis. 

Demikian ulasan buku dari ku semoga terhibur. Sampai jumpa lagi.

Artikel ini pernah disiarkan di Radio Taiwan International Seksi Bahasa Indonesia pada tanggal 30 Januari 2019; 6,13 dan 20 Februari 2019.

Sumber foto: foto buku (dokumentasi pribadi) - foto keluarga Kerkhoven dari berbagai sumber di internet.

Komentar

Unknown mengatakan…
Mbak, untuk foto Rudolf muda sepertinya salah, itu foto buyut saya ( Eduard Sukarma Kerkhoven). Beliau cucu dari E.J. Kerkhoven dan sepertinya ada sedikit sejarah yang terlewat. Atas perhatiannya, Terima Kasih.
Unknown mengatakan…
Bisa kontak saya di ryanaprilio@gmail.com
Waluyo Ibn Dischman mengatakan…
Terima kasih atas perhatiannya. Nanti saya akan edit ulang.
Unknown mengatakan…
permisi kak, saya dan kelompok saya ada tugas untuk matakuliah sejarah perkotaan dan kelompok saya kebagian untuk mengangkat perkotaan yang diceritakan dalam novel Sang Juragan Teh, boleh info belinya dimana kak? Atau kelompok saya boleh pinjam/sewa sampai hari minggu? Karena kamis sudah mencarinya ke Gramedia dan toko buku sudah tidak dijual... Terima kasih :)
Waluyo Ibn Dischman mengatakan…
Hi, terima kasih sudah komentar dan baca blog ini. Untuk bukunya sendiri saya beli di Islamic Book Fair di Jakarta tahun 2014. Coba saja cari di bukalapak ataupun tokopedia, siapa tahu masih ada. Tabik!
Mezza mengatakan…
Wahh msh ada keturunannya di sini? Sangat menarik....👍👍👍👍
Unknown mengatakan…
Ayah saya pernah cerita.dulu ada kakenya orang belanda nyari bapak nya bpak saya abah manap.beliau (orang belanda)nyari2 di daerah sukabumi nyari2 kake saya beliau yang mempunyai kebun teh sagar yang ada di nagrak kabupaten sukabumi.apakah ini lelehur saya.
Unknown mengatakan…
Sebagai cucu dari Kakek Suli Kerkhoven Sinagar Nagrak Cibadak saya selalu bangga menyandang trah EJ .Kerkhoven tapi saya juga prihatin dengan kondisi makam Beliau tidak terurus ,terlantar lain ketika ada almh Tante Anon Saribanon ,almh Puteri dari Kakek Bakri kerkhoven .di Nagrak sana yg saya ketahui ada kang Bastian masih cicit EJ.Kerkhoven .saya berkeinginan untuk ada forum komunikasi Familie tree Buyut Sang Djoeragan Sepuh .
Yoni Haryono mengatakan…
Iya itu fotonya , Aki Mama (panggilan Aki Sukarma) yang bersaudara lain ibu dengan kakek saya aki Sukardja...

Postingan populer dari blog ini

Nama-nama Tai

Sega, beras yang ditanak Apa benar bahasa Jawa itu terlalu 'manut' ke bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris? Tampaknya ada benarnya juga, bahasa Jawa terpengaruh/meminjam banyak kosa kata dari bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Kekurangan kosakata dalam bahasa Jawa memang kebanyakan untuk hal-hal seperti teknologi ataupun hal lainnya. Jangan berkecil hati untuk penutur bahasa Jawa di seluruh dunia! Perlu diingatkan bahasa Jawa mempunyai keunikan tersendiri, misalnya saja untuk belajar bahasa Jawa 'satu paket' atau juga keseluruhan dari bahasa kasar/ngoko, bahasa sedang/madya hingga bahasa halus/kromo, sama saja belajar tiga bahasa!! Bayangkan belajar tiga bahasa, apa gak repot ya?! Itulah keistimewaan bahasa Jawa. Bersyukur! Berbagai keistimewaan bahasa Jawa juga terdapat di istilah-istilah yang sangat detail/spesifik pada suatu beda yang mengalami sebuah perubahan sedikit maupun perubahan besar. Misalnya saja untuk rangkaian nama dari sebuah padi/po

Secangkir Kopi Instan Vietnam: G7 CA PHE THU THIET

Kopi Instan Vietnam G7 3In1  Pulang dari kantor perwakilan VOV di Jakarta saya mendapatkan beberapa oleh-oleh istimewa dari Vietnam, salah satunya kopi instan asal Vietnam. Jenama kopi instan itu adalah G7 CA PHE THU THIET, milik perusahaan besar kopi Vietnam. Perusahaan kopi ini menyediakan berbagai produk kopi instan yang didagangkan ke beberapa negara dunia. G7 CA PHE THU THIET mempunyai beberapa jenis diantaranya: G7 2in1, G7 3in1, Pure Black, Cappuccino, Strong X2, Passiona dan White Coffee. Di Indonesia sendiri kopi Vietnam G7 3in1 masih dijual secara online melalui Shopie.Id, Bukalapak dan yang lainnya. Setiap toko online membandrol harga yang bermacam macam, berkisar dari Rp 70.000 sampai 150.000.  Cara Penyeduhan Cara penyeduhan seperti pada umumnya kopi instan lainnya dengan air panas baik 80°C atau 100°C atau bisa menggunakan air es sebagai hidangan kopi dingin. Siapkan cangkir kopi, sobek bagian atas kemasan, masukkan kopi, tuang air panas atau d

Mengenal Tanaman Kangkung Bandung (Kangkung Pagar)

Kangkung Bandung, sudah tahu tanaman ini? Menurut buku  biologi tanaman ini berasal dari Amerika Latin (Colombia, Costa Rica). Ciri tanaaman ini tumbuh tidak terlalu tinggi cuma sekitar satu meter sampai dua meter maksimal tumbuhnya. Kangkung Bandung tidak bisa dimakan layaknya kangkung rabut atau kangkung yang ditanam di atas air. Bentuk daun menyerupai kangkung yang bisa dimasak (bentuk hati) begitu juga dengan bentuk bunganya. Bunganya berbentuk terompet berwarna ungu muda terkadang juga ada yang berwarna putih. Batang Kangkung Bandung cukup kuat sehingga memerlukan tenaga cukup untuk memotongnya (tanpa alat).  Tanaman Kangkung Bandung Sebagai Patok Alami Pematang Sawah Fungsi dan manfaat Kangkung Bandung sendiri belum diketahui banyak, beberapa sumber mengatakan tanaman ini bisa dijadikan obat dan dijadikan kertas. Pada umumnya masyarakat desa menjadikan Kangkung Bandung sebagai tanaman untuk ciri (patok) batas antar pemantang sawah. Daya tumbuh tanaman ini cukup baik d