Langsung ke konten utama

Corat Coret Di Toilet - Eka Kurniawan

Mengelilingi Gunung Gegerbentang

Lanskap Pesawahan Terasering Di Kecamatan Banjaranyar

Boleh dikata minggu ini, tepat Imlek tahun Babi aku pecah rekor. Tentunya rekor yang yang diselenggarakan sendiri dan dari gagasan sendiri. Ingat ini adalah hal yang tak perlu dibanggakan tapi cukup ditulis di blog sendiri sebagai perasasti "aku pernah". Setiap tahun saya mempunyai tujuan fantastis untuk jangkauan berkelana dengan sepeda.

Hari libur Imlek merupakan waktu yang tepat untuk memanjakan mata melihat sudut-sudut desa yang asri penuh dengan kedamaian. Seperti biasanya saya mengajak teman, Imam dengan sepedanya yang sering sakit paha dan sakit punggung. Rencana kali ini tidak terlalu jauh sekitar 7-9 Km dari rumah, dekat memang tapi memerlukan banyak energi karena melewati perbukitan. 

Kami berangkat jam tujuh pagi lebih, jadi matahari cukup miring hingga 30-40 derajat. Cahaya hangat dan sedikit panas jika terlalu lama, kebulan debu dari deru mesin berbagai kendaraan bermotor menyebul dari knalpotnya masing-masing. Jalan nasional Banjar-Pangandaran masih tampak sepi, padahal hari libur. Kayuhanku seakan melambat karena terik matahari mulai terasa panas terlebih bisingnya suara kendaraan bermotor membuat akar-akar sarafku putus bahkan menciut satu-persatu. 

Jalan Menuju Cigayam 

Sesuai rencana, stang sepeda diarahkan ke kanan jalan menuju Cigayam, daerah yang baru 'mekar' dari indungnya Kecamatan Banjarsari. Cigayam dengan nama barunya Kecamatan Banjaranyar terletak di wilayah perbukitan yang merentang dari rangkaian gunung Gegerbentang hingga ujungnya di timur mendekati pusat Kota Kecil Banjarsari. Kondisi jalan menuju pusat pemerintahan Kecamatan Banjaranyar dalam kondisi sangat baik, berbalut aspal jenis hotmix dengan polet putih sebagai pembatas lajur kanan dan kiri. Tidak banyak tanjakan curam ataupun tikungan curam untuk menyelusuri jalan yang akan "diangkat" menjadi jalan alternative bebas kemacetan menuju Pangandaran.

Pemandangan yang disuguhkan tak kalah anggun nan ayu khas Priangan. Hutan jati milik rakyat dan milik perkebunan pemerintah berjajar rapih, berjarak sama bagai tanaman jagung yang ditata rapi. Hijaunya daun padi yang sedang hamil muda membawa kesegaran dan wangi angin yang sungguh bersifat surgawi. Aku merasakan harumnya ibu pertiwi. Kiri-kanan jalan manusia prahyangan memadu bumi untuk kesejahteraan.

Tepat di jantung Kecamatan Banjaranyar keramaian terasa seperti di Pamarican, lalu lalang masyarakat berbelanja di Pasar Rakyat Cigayam yang tak terlalu besar, tersedia buah-buahan lokal dijual dengan harga murah terlebih manggis dan durian yang memang sedang musimnya. Kami hanya berhenti barang lima menitan saja untuk mengabadikan suasana di Cigayam. Tujuan selanjutnya kami adalah pulang, karena tujuan telah tercapai. 

Hatiku memberontak bak anak kecil meminta dibelikan mainan di pasar. Perundingan dengan segala jurus persuasif dikeluarkan untuk meyakinkan Imam. Saat itu memang ada ide gila untuk memutari Gunung Gegerbentang yang mempunyai luas wilayah yang cukup besar, membentang dari Kecamatan Pamarican hingga sebagian Kecamatan Banjaranyar. Jika dilihat di peta Google Map, Cigayam dengan rumahku ditarik garis lurus amatlah dekat hanya dihalangi gunung Gegerbentang.

Peta Perjalanan Keliling Gunung Gegerbentang

Resep persuasif jitu akhirnya menundukan Imam untuk mengelilingi Gunung Gegerbentang dengan cara pulang melalui wilayah Desa Karyamukti dan Dusun Caringin (Golempang). Gowesan pertama meneteskan peluh yang sudah membulir di pelipis. Beberapa tanjakan terlewati dengan mudah, beberapa tanjakan memerlukan pergesesaran gigi rantai menjadi gigi satu agar tidak terlalu berat menggayuh.

Topi pemberian dari VOV5 Hanoi terlepas dan terbang terbawa angin di turunan curam. Aku yang tak mau kehilangan topi, kembali untuk mengambil topi yang melayang karena hempasan angin. Bokong terasa pegal oleh gerakan otot yang teratur, terkadang terasa tegang. Keramaian Cigayam lenyap ditelan jarak yang semakin lama semakin mejauh. 

Pertigaan pemisah jurusan antara ke Cikupa/Pamarican dan Pangandaran terdapat bangunan warung-warung yang seakan-akan berdiri di tengah jalan sebagai pemisah. Jalan menuju Pangandaran masih berkualitas sangat baik dengan garih putih sebagai pembatas, sementara jalan menuju Cikupa/Pamarican hanya berbalut aspal murahan, sebagian berlubang dan tampak tipis. Navigasi berlanjut ke arah barat laut persis ke arah Cikupa/Pamarican.

Papan Pentunjuk Jalan

Pemandangan semakin indah nan eksotis, tanaman padi yang hamil muda nampak menawan, sisi jalan banyak petani manggis meringis girang dengan lebatnya buah yang keluar. Sawah terasering semakin sering terlihat bahkan satu gundukan gunung menjadi sawah terasering yang aduhai bak Tegalalang di Bali. Kakiku mulai sedikit letih, energi begitu banyak keluar tanpa asupan energi lainnya. Peluh semakin banyak bak perasan kain pel lantai. Terlebih kondisi jalan semakin buruk membuat sepeda dipapah. Untunglah mulut kotor ku selalu membawa penyemangat dengan lagu anak-anak yang banyak kecabulan. Sesekali melempar banyolan kepada masyarakat dengan menanyakan "Mang ieu teh masih Indonesia keneh?" yang kurang lebih artinya "Paman, apa ini masih Indonesia?" Lemparan guyonan itu disabut tawa oleh masyarakat yang sedang kongko-kongko di warung.

Dua wafer coklat basah aku makan sebagai bahan bakar dan satu minuman rasa sirsak untuk memusnahkan dahaga. Lima menit sudah bersantai di warung warga. Aku memulai dengan kayuhan sedikit bertenaga daripada sebelumnya. Jalan semakin buruk hingga tidak bisa dilewati, bebatuan penyusun jalan lepas dari raganya menjadi ancaman nyawa setiap pengendara. Aku takut teluka dan lecet, aku tak mau dijemput karena luka dan aku turun menyusuri jalan yang sakit parah.

Lagi-lagi jalan sakit kritis, berbagai ancaman mengahadang terlebih untuk otot bokong yang sudah mulai letih terlalu banyak menahan dan bergeyal-geyol. Sudah belasan tanjakan dengan kondisi jalan sakit kritis kami lalui dengan memapah sepeda. Bokongku terasa ngilu karena tahanan berat sepeda. Inginku menyalahkan pembuat jalan, bayangkan saja lebih dari 150 meter panjang tanjakan. Bahkan ada satu gundukan gunung menjadi satu tanjakan, bila diukur bisa mencapai 200 meters panjangnya. Aku sedikit tersiksa dengan ini.

Pose Di Pesawahan Terasering

Empat kilo menjelang Desa Karyamukti, desa terdekat dari perbatasan kecamatan Pamarican ada percabangan jalan yang sangat mencolok dimana satu arah kualitas jalan begitu buruk seperti orang sakit tua dan satu lagi jalan dengan aspal kelas premium tampak segar dan mulus. Aku memilih yang mulus karena aku tergoda akan kemulusannya. Tapi kemulusannya harus dibayar dengan ngos-ngosan yang menyesakan dada! Seribu tanjakan dengan kemiringan tajam dihadapanku. Di sinilah aku mendorong sepeda sejauh 500 meter, dengan sebalnya aku menamakan tanjakan Sewu Kanjut, ya aku terinspirasi tanjakan fenomenal di Banjar yang bernama Tepung Kanjut. Imam seketika terbahak-bahak karena penamaan yang kuberikan pada tanjakan yang super ngeselin ini.

Berberapa kali mopo* di tanjakan yang tak berkesudahan. Memasuki Karyamukti masih saja menemukan tanjakan dengan segudang luka yang mengangga di badan jalan. Aduh aku mopo kembali! Energiku hilang bak kakek renta di rumah dengan kursi malasnya. Sesekali istirahat di warung tapi aku tidak jajan, bukan irit tapi takut keluar lagi terlebih jika memakan kue atau roti. Sedikit air tersisa di botol, dalam sekali tegukan langsung habis tak tersisa. 

Sebelum meluncur di turunan tercuram yang panjangnya lebih dari 5Km, kami merebahkan badan di mushola. Kami takut nahas menghampiri seperti empat pengendara lainnya yang tewas masuk jurang yang dalamnya 25 meter. Tanjakan/turunan ini memang sudh terkenal sejak dulu bahkan mendapatkan julukan resmi tanjakan sajuta. Wajar saja jika dinamai Tanjakan Sajuta karena satu bukit yang tingginya 400 Mdpl dibuat satu tanjakan dan hanya beberapa mempunyai jalan datar saja yang lainnya tanjakan curam.

Tanjakan Sajuta Kanjut

Bersyukur kami melewati Tanjakan Sajuta dengan selamat walau sepatu milik Imam harus dipertaruhkan karena tidak adanya rem. Rem sepedanya rusak, kabel rem putus dan bantalan rem habis tak tersisa! Ya Tuhan betapa gilanya hari ini. Terima kasih aku pecah rekor untuk berkeliling gunung Gegerbentang dengan sepeda. Sampai jumpa kembali di gowes spektakuker lainnya.

* Istirahat kelelahan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nama-nama Tai

Sega, beras yang ditanak Apa benar bahasa Jawa itu terlalu 'manut' ke bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris? Tampaknya ada benarnya juga, bahasa Jawa terpengaruh/meminjam banyak kosa kata dari bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Kekurangan kosakata dalam bahasa Jawa memang kebanyakan untuk hal-hal seperti teknologi ataupun hal lainnya. Jangan berkecil hati untuk penutur bahasa Jawa di seluruh dunia! Perlu diingatkan bahasa Jawa mempunyai keunikan tersendiri, misalnya saja untuk belajar bahasa Jawa 'satu paket' atau juga keseluruhan dari bahasa kasar/ngoko, bahasa sedang/madya hingga bahasa halus/kromo, sama saja belajar tiga bahasa!! Bayangkan belajar tiga bahasa, apa gak repot ya?! Itulah keistimewaan bahasa Jawa. Bersyukur! Berbagai keistimewaan bahasa Jawa juga terdapat di istilah-istilah yang sangat detail/spesifik pada suatu beda yang mengalami sebuah perubahan sedikit maupun perubahan besar. Misalnya saja untuk rangkaian nama dari sebuah padi/po

Secangkir Kopi Instan Vietnam: G7 CA PHE THU THIET

Kopi Instan Vietnam G7 3In1  Pulang dari kantor perwakilan VOV di Jakarta saya mendapatkan beberapa oleh-oleh istimewa dari Vietnam, salah satunya kopi instan asal Vietnam. Jenama kopi instan itu adalah G7 CA PHE THU THIET, milik perusahaan besar kopi Vietnam. Perusahaan kopi ini menyediakan berbagai produk kopi instan yang didagangkan ke beberapa negara dunia. G7 CA PHE THU THIET mempunyai beberapa jenis diantaranya: G7 2in1, G7 3in1, Pure Black, Cappuccino, Strong X2, Passiona dan White Coffee. Di Indonesia sendiri kopi Vietnam G7 3in1 masih dijual secara online melalui Shopie.Id, Bukalapak dan yang lainnya. Setiap toko online membandrol harga yang bermacam macam, berkisar dari Rp 70.000 sampai 150.000.  Cara Penyeduhan Cara penyeduhan seperti pada umumnya kopi instan lainnya dengan air panas baik 80°C atau 100°C atau bisa menggunakan air es sebagai hidangan kopi dingin. Siapkan cangkir kopi, sobek bagian atas kemasan, masukkan kopi, tuang air panas atau d

Mengenal Tanaman Kangkung Bandung (Kangkung Pagar)

Kangkung Bandung, sudah tahu tanaman ini? Menurut buku  biologi tanaman ini berasal dari Amerika Latin (Colombia, Costa Rica). Ciri tanaaman ini tumbuh tidak terlalu tinggi cuma sekitar satu meter sampai dua meter maksimal tumbuhnya. Kangkung Bandung tidak bisa dimakan layaknya kangkung rabut atau kangkung yang ditanam di atas air. Bentuk daun menyerupai kangkung yang bisa dimasak (bentuk hati) begitu juga dengan bentuk bunganya. Bunganya berbentuk terompet berwarna ungu muda terkadang juga ada yang berwarna putih. Batang Kangkung Bandung cukup kuat sehingga memerlukan tenaga cukup untuk memotongnya (tanpa alat).  Tanaman Kangkung Bandung Sebagai Patok Alami Pematang Sawah Fungsi dan manfaat Kangkung Bandung sendiri belum diketahui banyak, beberapa sumber mengatakan tanaman ini bisa dijadikan obat dan dijadikan kertas. Pada umumnya masyarakat desa menjadikan Kangkung Bandung sebagai tanaman untuk ciri (patok) batas antar pemantang sawah. Daya tumbuh tanaman ini cukup baik d