Hidup tanpa negative thingking |
Akhirnya kita pada masa akhir-akhir ramadan, di mana seharusnya kita dalam masa yang terbersihkan. Menarik jika perhatikan pada era akhir puasa ini di beberapa petunjuk mengindikasikan bahwa kita yang bersih ini untuk terjun ke dunia spesial, dunia masyarakat, dimana kita mengabdikan diri pada kehidupan nyata. Dalam islam pada akhir puasa ada zakat fitrah dan itu ada konotasi menuju ke kesolehan sosial. Kita masih ingat bahwa pada awal-awal puasa banyak fenomena yang mengindikasikan hati kita masih yang belum bersih, kita tahu banyak fenomena yang membawa nafsu seperti pergaduhan politik, pergaduhan agama, caci maki di media sosial pada akhir periode puasa ini kita diharapkan untuk bersih dari hal-hal demikian.
Kita tidak boleh hasud, jangan sengaja mencari-cari kesalahan, dan jangan saling membelakangi. Maka pada akhir puasa ini kita bersihkan dari sikap kebencian dan kebencian, namun kita peterat lagi persatuan, paling tidak kita paham bahwa kita sesama muslim dan sesama manusia.
Kita cermati bahwa hal-hal yang memicu kebencian setidaknya ada beberapa hal, mari kita cermati bersama:
1. Over generalisasi, hal-hal kecil yang dibesarkan dengan tujuan yang kurang baik. Misalnya orang barat menganggap semua orang Islam itu terrorist karena satu dua orang yang melakukan teror. Logika over generalisasi inilah yang digunakan untuk menghakimi orang yang berbeda dengan kita. Biasanya dimuali dari hasud, saling memata-matai dan mencurigai.
2. Read the thought, kita menyangka atau bisa membaca pikiran orang lain. Kita menyangka orang lain telah merencanakan hal-hal jahat yang akan dilakukan kepada kita. Dan kita berperasangka buruk selalu kepada orang lain. Oleh karena kita baiknya selalu berpositif thingking.
3. Mengedepankan emosi saat menghadapi sesuatu. Manusia ini wajar mengedepankan emosi, tapi jangan melupakan akal sehat. Kita bisa tidak suka terhadap sesuatu namun ketidaksukaan itu harus pada batasan yang wajar.
4. Costumisation, kita sering salah berpikir terhadap satu variable menjadi sebab dari segala peristiwa. Padahal variabelnya banyak. Misalnya penyebab kemunduran umat islam karena sebab A, karena sebab B atau dari kelompok Xr atau dari mazhab Xy. Padahal kalau kita lebih jeli penyebabnya itu sangat banyak.
Tidak ada bias dalam setiap langkah |
5. Ada juga penyebab kebencian yakni suka melebih-lebihkan dan suka mengurangi (tidak objective) kalau ada kebaikan dari orang yang tidak kita suka maka dikecil-kecilkan dan jika ada kesalahan maka akan dibesar-besarkan, dan sebaliknya jika suka pada orang atau kelompok tertentu.
6. Ada juga orang yang berfikirnya kacau, itu orang yang sangat panik, orang yang sangat marah, sangat lapar, sangat tersingung, atau jangan-jangan orang yang sedang sangat kenyang. Ini menunjukan berpikirnya tidak jernih.
7. Berpikir bias atau milih-milih, misalnya orang yakin bila angka 13 itu angka sial, sehingga dia mengindari angka 13, bila ditanya dia akan menjawab dengan mencari data kesialan, bencana yang terjadi pada angka 13. Tapi bencana itu bisa terjadi pada tanggal berapa pun, tapi dia hanya memilih pada tanggal 13 sebagai bukti jawaban (Confirmation Bias). Kalau tidak suka pada kelompok A maka dia akan selalu membesarkan atau mencari hal-hal yang tidak disukai dari kelompok A.
Pada akhir puasa ini diharapkan semua melenyapkan kebencian-kebencian sehingga pada akhirnya kita menemukan Idul Fitri (kesucian/bersihan jiwa), menemukan kembali kesucian, kembali kepada fitrah.
Bila kita susah menaklukan kebencian maka sisihkanlah ke tempat lain dan ganti lah dengan rasa kasih dan cinta ~ Mahatma Gandhi.
Komentar