Langsung ke konten utama

Corat Coret Di Toilet - Eka Kurniawan

Galunggung Selangkah Dari Ramadan

Sabda Galunggung Untuk Sajian Kemolekan 

Pernah mendengar kata munggahan? Munggahan berasal dari akar kata dasar munggah yang berarti naik dalam bahasa Sunda, sementara munggahan adalah kata benda yang berarti kenaikan. Dalam Kamus Bahasa Indonesia versi online munggahan diartikan sebagai sebutan untuk hari terakhir bulan ruwah (syaban) atau sehari sebelum hari puasa bulan ramadan. Menurut istilah munggahan bisa diartikan sebagai tradisi penyambutan bulan puasa (ramadan) di hari terakhir bulan ruwah (syaban) pada suku Sunda. Adapun variasi penyambutan bulan ramadan (munggahan) bisa mencakup berbagai hal seperti berkumpul dengan kerabat dan keluarga, makan bersama, bersedekah, doa bersama, saling bermaafaan dan juga berziarah kubur kepada makam leluhur ataupun keluarga.

Munggahan bagiku merupakan tradisi yang tidak asing bagiku, sejak kecil saya sudah melaksanakan tradisi itu dengan masyarakat Sunda maupun Jawa di Kabupaten Ciamis. Tahun demi tahun munggahan selalu menjadi momen manis sebelum puasa ramadan, umumnya para anak muda selalu berkumpul dengan temannya dengan di-isi plesiran dan botram, ngaliwet alias makan-makan. Ajang tradisi ini tujuannya bukan lain untuk saling mengikat kuat peran persaudaraan antara manusia dengan manusia lainnya, dan tentunya sebagai ekspresi bersyukur pada Tuhan Yang Maha Agung. Pada kebudayaan Jawa munggahan umumnya ditandai dengan berziarah kubur kepada leluhur yang sudah meninggal yang dilaksanakan pada siang atau sore hari di akhir bulan ruwah, begitu pun dengan masyarakat Sunda.

Bagi sebagian orang munggahan adalah momen manis dan paling berharga jadi wajar saja penyambutannya bisa dikata cukup meriah dan bersifat konsumtif. Uang dikeluarkan untuk berbagi kenikmatan bersama, untuk mengeratkan kembali tali persaudaraan yang sudah renggang dan banyak lagi. Wajar rumah makan, restoran, tempat wisata ramai dikunjungi masyarakat yang menyambut munggahan. Kali ini saya dan ke-lima kawanku menyambut munggahan ini dengan plesiran ke kawah Galunggung di Tasikmalaya.

Makan Siang, Bakso Firman Yang Digadang-gadang Bakso Terenak Di Dunia

Yang enak adalah yang dadakan dibikinnya! Begitu juga sebuah rencana plesiran yang dibuat mendadak dalam rangka penyambutan munggahan. Rencana dadakan ini membuat sebagian orang syok, menolak, girang atau galau dibuatnya! Tak terkecuali aku sebagai pengagas Munggahan di Galunggung. Gagasan ini masuk dalam ruang kecil otakku dari sebuah keinginan Imam yang cukup lama tertunda oleh penyandraan waktu, uang dan kesempatan. Bersyukur ada moment munggahan yang mempunyai peluang cukup besar untuk menarik keikutsertaan kawan-kawan. 

Proposal acara Munggahan di Galunggung sudah saya sodorkan ke beberapa saudara dan kawan satu RT, bukan rasa kecewa yang keluar, tapi rasa yang bisa diterima dengan logika waras! Ada yang menolak dan ada yang bimbang, semua aku terima. Khawatir tidak ada yang ikut, proposal kembali diajukan kepada kawan-kawan baru yang 'lahir' dari nanjak Ciremai pada dua minggu lalu. Beberapa kontak yang tersimpan aku hubungi termasuk Miftah, Iman, Farhan dan Reihan, kontak lainnya tidak aku hubungi karena tidak ada kontak yang tersimpan di Google Drive. Maafkan saya melupakan kalian! 

Lagi-lagi jawaban proposal direspon dengan bimbang terlebih faktor 'kertas berharga', hampir semua menolak atau bimbang karena si kertas yang bernominal! Aku maklum mereka belum mendapatkan kertas bernominal dengan tangan sendiri. Proposal tetap diajukan sebagai pancingan dan juga penghargaan pada kawan baru. Hari berjalan lebih cepat dari biasanya, mungkin berkaitan pada hukum relativitas dimana seseorang akan merasa waktu cepat berlalu karena terdapat unsur kebahagiaan, sementara orang yang selalu berkesusahan menganggap waktu begitu lama berjalan. Dan tibalah tiga hari menjelang hari H! Jumat 3 Mei 2019.

Swafoto: Aku, Miftah, Farhan, Iman, Reihan, Dan Imam

Miftah dan Iman adalah dua orang yang cukup bimbang menerima proposal dariku, faktor 'kertas berharga' menjadi batu besar penghalang proposal ini. Dengan kejujurannya mereka mengungkap uang yang berada di kantongnya masing-masing. Jumlah ini bukanlah tanda suatu kemiskinan atau tanda sebuah derita, tapi ini adalah sebuah keadaan dimana jatah uang jajan sekolah surut yang berhubungan dengan masa transisi kalender pendidikan, dimana siswa sedang istirahat sejenak untuk berlari ke pendidikan perkuliahan. Nominal yang tersisa hanya Rp 20.000 - 30.000 saja! Mepet kejepit. Dengan segala perhitungan dari data informasi online tentang tiket masuk dan yang lainnya, nominal terhitung di atas sudah masuk kriteria mepet dan cukup mendapatkan subsidi sedikit. Dengan percaya diri aku meyakinkan mereka, tentunya dengan sedikit 'pelicin' subsidi. 

Kedua-nya setuju! Dan yang lebih menggembirakan adalah daging ayam dan makanan ringan sebagai buah tangan yang mereka berikan untuk perjalanan nanti! Wah aku semakin girang. Sementara proposal untuk saudara dan kawan se-rt menolak dengan sangat halus ala penolakan jawa. Kini proposal kembali ditabuh layaknya genderang perang yang menggebu dan membakar semangat. Dua target utama Farhan dan Reihan, negosiasi dalam percakapan WhatsApp sedikit agak membingungkan, tapi ini adalah nyata. Bagai petir di siang bolong, Farhan menerima proposalku dan yang paling luar biasa adalah Raihan yang sebelumnya menolak, kini dia ikut! Wow! 

Pukul sembilan pagi di hari jumat, semua seakan surprise dari semesta! Aku bersyukur ada temen yang kembali ikut. Waktu tunggu mereka membuatku cukup merasa bosan, hampir molor selama setengah jam dari waktu yang telah disepakati. Hasil investasi dari percakapan dengan Farhan di WhatsApp membuktikan molornya waktu setengah jam disebabkan Reihan yang butuh waktu untuk menyiapkan segala tetek-mbengek-nya. Setengah jam aku ampuni sebagai remisi pada anggota baru! 

Jabat tangan terulur di pertigaan KUA Kecamatan Pamarican, tanda please bertemu kembali. Tidak banyak cig-cong tarikan gas menaikkan jarum pada speedometer di kepala sepeda motor. Susunan formasi aku berada di depan sebagai Pemantau Satu dan Imam berada di urutan ke-dua sebagai informan langsung bila ada razia dari kepolisian, maklum Raihan dan Farhan tidak mempunyai SIM. Maafkan kami Pak Polisi.... tapi percayalah dua orang itu bisa lulus uji SIM tanpa nembak!

Ojeg Khusus Kawah Galunggung

Jalur yang saya pilih adalah jalur alternative Banjar-Manonjaya, bagiku jalur ini cukup nyaman dengan banyak pepohonan, volume kendaraan yang kecil dan kualitas jalan yang bagus sehingga waktu tempuh bisa lebih cepat daripada jalur Banjar-Ciamis-Sindangkasih. Aku sempatkan juga melewati kampus tercinta di Jalan Cilolohan 35 sebagai putaran klise di masa lalu agar selalu lestari dan manis. Rangakaian kalimat suci terdengar dari puluhan lebih masjid yang terlewati sebagai rangakaian dari peribadatan hari jumat, sayang aku bukanlah warga lokal yang diwajibkan untuk ibadah itu. Dengan dalil pendukung aku berani melewati ibadat istimewa dengan ganti sembahyang seperti pada hari biasa, dzuhur. 

Reihan sempat tidak percaya diri untuk "menghindar" dari ibadah jumat di meja rentet Rumah Bakso Firman, kembali jiwa setanku keluar untuk membujuknya yang tidak percaya diri itu "Tah tinggali Han, si Pa Haji anu pake kopeah ge teu jumatan! Eta teh pake kopeah haji! Urang mah katinggali atuh keur di perjalanan!" Tuturku dalam susunan sarkastik. Reihan hanya melebarkan dua apitan bibir sebagai tanda setuju dengan pendapat yang tersusun pada kalimat sarkastik itu. Bakso Firman sebenarnya bukan poin yang masuk dari deretan utama plesiran low budget ini, melainkan bonus! Terlebih pada Imam yang penasaran sedari seabad lalu. Usai makan tumpukan pesan di aplikasi WhatsApp hadir dengan pertanyaan lokasi keberadaan kami sekarang, pesan itu bukan lain dari Miftah dan Iman. 

Roda bundar menggelinding halus di padatnya lalu lintas Tasikmalaya yang mulai menjadi bayi kecil metropolitan. Tak ada lajur jalan yang lengang, semua padat dari meter ke meter hingga mencapai titik ujung Tasikmalaya. Deru mesin meraung dan debu melayang tak beraturan ke mana pun perginya, sejenak knalpot berhembus terenggah dan berhenti saat kunci membalik ke tanda off. Di pertigaan pasar Rajapolah kami membagi tugas untuk efesiensi bahan bakar dan waktu, Imam dan Reihan pergi menjemput Miftah sementara aku menjemput Iman. Sesuai pada kesepakatan kita akan kumpul di perempatan JB alias Jalan Baru, jalan ini merupakan rencana By Pass antara Ciawi dan Singaparna yang belum kunjung selesai. Semua perjalanan diatur oleh dua kapten yang merupakan warga lokal Tasikmalaya, Iman dan Miftah. Sementara yang lainnya hanya manut

Gumpalan awan hitam di beberapa sudut langit Tasikmalaya, hanya saja matahari masih terasa menyengat di kulit. Gejala cuaca susah diprediksi akhir-akhir ini, saya sendiri tidak bisa berharap banyak untuk cuaca bagus. Apalagi gunung cuaca selalu berubah sesuai kehendak semesta. Benar saja kami disambut rintik hujan hasil hembusan kabut yang selalu hilang timbul bak hantu. Roda karet merek Michelin tidak menghentikan perputarannya selama tenaga motor masih sanggup untuk terus naik. Dua kali kekuatan motor tak sanggup membawa dua tubuh manusia dan satu tas ukuran 45 liter. 

Iman Betmen Sang Porter Galunggung

Hembusan nafas dari mulutku terasa terenggah taatkala perpacu jalan yang menanjak dengan beban 45 liter tas berisi aneka peralatan perkemahan. Dalam enggahan nafas terdapat sisi bentuk kekecewaan pada pengelolaan karcis yang tidak jelas! Pintu masuk di pertigaan Kawah dan Cipanas kami diwajibkan membayar Rp 35.000 per-tiga motor dan pada pintu ke-dua menuju kawah kami dipungut biaya Rp 120.000 per-tiga motor dengan cakupan parkir, biaya berkemah, dan pinitipan helem. Ketidaksukaan kami adalah ketidakjelasan perincian tiket, tidak adanya kertas tiket yang diberikan, dan sitem tiket yang tidak satu pintu (dua kali bayar). Di sinilah mengundang banyak tanya dan curiga. Tapi apa daya rakyat jelata hanya mengaisi yang ada dan tak cukup kekuatan untuk beraspirasi. 

Opsi menuju kawasan kawah Galunggung ada tiga pilihan diantaranya nanjak dengan meniti sekitar 620 anak tangga, mendaki pada track pasir vulkanik atau naik ojek! Ya naik ojek, kaya naik grab atau gojek tapi ini khusus diselenggaran oleh pihak perhutani untuk memfasilitasi pengunjung yang berkesusahan untuk naik ke kawasan kawah. Harganya cukup murah hanya sekitar Rp 35.000 sekali jalan. Dari tiga opsi kami pilih dengan mendaki di track pasir vulkanik! Biar lebih menjiwai alam, katanya! 

Daftar Harga Pada Pintu Ke-dua

Ada seorang porter setia dan cukup wooow untuk membawa seonggok kain tenda besar ala tenda pengungsian! Ya kali ini juga kami menggunakan tenda ala pengungsian atau tenda ala anak pramuka yang mampu menampung hingga 10 orang. Porter gratisan itu adalah si kuat tangguh dari Ciawi, Iman Betmen! Bukan hanya sekali jalan saja Iman membawa seonggok kain tenda itu melainkan pulang pergi! Mantap bukan. Sesampainya di mulut kawah kami disambut taburan bunga langit berupa tetesan air hujan, beruntung ada warung Abah yang berdiri di depan mulut kawah. Barang sepuluh menit hujan menghilang tanpa diusir, semua alami apa adanya semesta. Hal pertama di terfikir adalah mencari tempat yang cocok untuk mendirikan kemah. Dengan berbagai pertimbangan kami memilih lahan yang cocok seperti apa yang termaktub dalam mimpi! Di sisi ujung sebelah barat bagian utara kawah. Datar, lebar, mempunyai pemandangan yang keren dan jauh dari keramaian tenda-tenda lain. 

Di lokasi inilah kami hanya satu-satunya kelompok pendaki yang mendirikan tenda, tenda lain umumnya berada di tugu Galuh atau tugu Siliwangi. Perhatian untuk para pendaki yang berkemah tidak dizinkan untuk mendirikan kemah di dasar kawah karena resiko longsor yang cukup mengkhawatirkan, selain itu penting untuk diketahui sejak terjadinya longsor besar di kawasan kawah Galunggung, para penghuni hutan khususnya monyet ekor panjang berkeliaran dan mematok wilayah kekuasaannya hingga wilayah wisata Kawah Galunggung. Kejadian pencurian makanan dan perusakan barang oleh monyet terjadi persis pada saat kami membereskan tenda untuk pulang, sarapan sepasang pendaki diruda paksa oleh se-ekor monyet ekor panjang. Jadi hati-hati lah. 

Berbagai drama pada perkemahan kali ini sungguh menjadi narasi manis untuk dibaca di kemudian hari atau pada waktu-waktu di mana kejadian tersebut menjadi sebuah riwayat atau sejarah. Semua seakan manis dan cepat berlalu hingga waktu tak dapat lagi menggenggap segenap senyum tawa yang tulus dari sepasang bibir kami. Drama pertama muncul adalah kasus susahnya membuka bagasi motor milik Imam yang membutuhkan sejam lebih. Beruntung Imam pergi ke parkiran untuk membantu Reihan dan Iman yang sedang membuka bagasi motor. Tapi inilah kehendak semesta saat Imam datang, bagasi dengan mudahnya dibuka oleh alumni SMK Siliwangi Banjarsari tak lain dan tak bukan Reihan. 

Bukan Jerawat Raihan, Bukan Juga Farhan

Alam menunjukan kesyahduannya dengan berbagai macam cuaca yang tidak pernah terprediksi, kadang cerah, lautan kabut berhembus bak hantu, angin yang menampar saraf kulit dan hujan. Kondisi yang sulit dipahami bagi manusia yang terlalu penuh oleh kepecundangan. Malam ini kami tidak banyak kegiatan hanya menanak nasi, membakar ayam kampung hasil peternakan ayam milik Iman dan menikmati sejumlah kudapan yang dibawa Farhan dan Miftah. Semua terasa nikmat! 

Usai makan malam rencana kami adalah "kontrol" suasana di sepanjang bibir kawah hingga mencapai tugu Galuh atau Siliwangi. Berbagai pose gila tercipta dan terekam dalam jejak digital yang bisa abadi dalam rekap mantap di setiap akun media sosial milik masing-masing. Kepala sedikit pusing, tidak seperti biasanya mungkin karena pengaruh cuaca, tapi dipastikan karena pengaruh sajian yang kurang berselera, bau rempah-rempah yang menusuk. Bersyukur Miftah membawa buah pear, sekali gigit tiga kunyah pear lenyap dalam mulutku. Pusing mereda setelah sejam lepas meminum paracetamol dengan dosis 500 mg dalam sekali tegukan. Semua kembali cerah, untaian kalimat jorok nan durjana selalu dimuntahkan oleh mulutku. Dan tak terkecuali Si Farhan dan Miftah! Oh lelucon yang meremajakan kulit wajah. 

Hidup ini tercipta seperti jam yang berputar dengan kasus yang sama, manusia entah khilaf, entah terlalu bodoh untuk menyikapi. Karpet tenda yang aku pesan kepada Iman dan Miftah tak terbawa! Sama persis seperti saat nanjak ke Ciremai. Oh Tuhan! Kembali aku pada perkemahan yang penuh derita dengan grogotan angin yang dingin. Dan lagi-lagi sleeping bag dan kain tenun punyaku dijadikan permadani penghalau dingin. Kiri ke kanan, balik tengkurap, dan menempelkan badan pada tubuh yang lainnya adalah cara yang cukup efektif untuk mengusir dingin. Tapi semua seakan percuma! Dingin selalu masuk melalui jalan lainnya.

Tumbal Ayam 

Kualitas tidurku bisa dinilai buruk, bagaimana tidak tidur dengan kondisi terjaga karena gangguan dingin seakan-akan ayam yang sedang tidur di atas dahan pohon. Berbeda dengan Imam yang tampak nyenyak dengan suara nyaring ngoroknya. Jam setengah dua malam, di mana mata terbuka bukan untuk ibadah malam. Mata terbuka untuk ibadah lainnya yakni menikmati bintang-bintang yang bertaburan sebagai ayat-ayat nyata dari Tuhan. Betapa kudus-nya diri-Mu Tuhan dengan berbagai ciptaan. Cekrak-ckrek suara rana kamera tak mampu menaikan selera Miftah, Reihan dan Farhan untuk ikut bergabung dalam pose di belakang Bimasakti. Bukan hanya ke-tiga orang yang melujurkan tubuhnya di dalam tenda yang ta tertarik dengan suara rana kamera, dua orang di depan perapian pun sama acuhnya. Iman dan Imam sibuk dengan bara api yang mulai mendidihkan air dalam katel besi.

Ratusan topik pembicaraan tiada henti keluar dari mulut-mulut manusia penghuni tenda ini, hanya Imam saja yang irit kata. Mungkin bisa dijadikan kuis ya! Kira-kira berapa kata atau kalimat yang keluar dari mulut Imam selama perkemahan?! Hahahaha silakan hitung! Kembali rumus relativitas terjadi pada waktu yang tercerna begitu mudah hingga akhirnya suara adzan subuh dari tempat nun jauh di lembah terdengar di telinga begitu samar. Usai sembahyang subuh kami kembali berkeliling mulut kawah hingga akhirnya sampai ke dasar kawah yang dilarang oleh pihak pengelola. Kami memberanikan diri untuk masuk ke dasar kawah karena Si Abah Warung yang bertutur dibolehkan asal jangan sampai jam 10 pagi. 

Lanskap Kawah Galunggung

Sepanjang dasar kawah ada rasa berdosa dalam setiap langkah, dosa mengingkari aturan terbawa dalam langkah-langkah kecil dari kaki kami yang masuk ke rapuhnya pasir vulkanik. Saat itu hanya kelompok kamilah yang berani masuk ke dasar kawah yang sebagiannya terurug oleh tanah yang longsor. Sapuan kabut tebal menantang andrenalin, seakan menantang misteri yang penuh takut. Seiring kaki mendekati mulut kawah di atas sana, rasa berdosa itu luruh namun tersisa sebagai kebodohan konyol. 

Kembali para suhu Imam dan Iman menyalakan api untuk menghangatkan ayam bakar yang sudah hilang selera. Sejam api membakar kulit ayam yang menjijikan itu hingga berubah warna. Bumbu dan sambal kecap sudah tersaji untuk disantap bersama. Usai sarapan kami turun dengan langkah-langkah penuh jejak kenangan penuh kemanisan.

Sajian Pemandangan Malam Galunggung

Ada bonus perjalanan dengan dana ekstra yang keluar dari dana subsidi, hanya saja kurang beruntung. Cipanas kurang begitu nyaman untuk kami yang ingin berendam bugil! Kami tarik mundur dari Cipanas dan kembali ke rencana semula yakni mengembalikan Miftah dan Iman kepada tangan ibunya yang lembut. Ada catatan penting untuk kritik objek wisata Cipanas, dimana wisatawan harus membayar parkir resmi untuk Dishub sebesar Rp 2000 dan akan ditarik kembali secara ilegal oleh preman saat motor hendak meninggalkan objek wisata. Tarikan ilegal itu sebesar Rp 2000 per-motor, sama persis dengan tarif legal dari Dishub. 

Harapan Sebesar Dan Sepanjang Pisang Galunggung

Bersyukur kami pulang ke rumah masing-masing dengan keadaan selamat, sehat dan sejahtera. Tidak ada kekurangan apapun. Alhamdulillah. Sempat ada kekhawatiran mendalam dimana nyawa menjadi tumbal dari sebuah perjalanan pulang yang lemah, lesu dan juga mengantuk. Beberapa kali mata terpejam saat berkendara hingga konsentrasi buyar. Sempat ada komunikasi yang salah, dimana saya menunggu Reihan dan Imam namun ternyata mereka sudah jauh di depanku! Sesuatu penantian yang sia-sia. Aku di sini telah mencipta segala cerita yang tak mudah dituru orang, berbagai resep kebahagiaan, kekuatan cinta dan segenap ketulusan, aku bersyukur menjadi bagian dari kalian. Miftah, Iman, Reihan, Farhan dan Imam terima kasih. 

Pamarican saat mengurai kelelahan yang kusut, 4 Mei 2019
20:40 WIB

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nama-nama Tai

Sega, beras yang ditanak Apa benar bahasa Jawa itu terlalu 'manut' ke bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris? Tampaknya ada benarnya juga, bahasa Jawa terpengaruh/meminjam banyak kosa kata dari bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Kekurangan kosakata dalam bahasa Jawa memang kebanyakan untuk hal-hal seperti teknologi ataupun hal lainnya. Jangan berkecil hati untuk penutur bahasa Jawa di seluruh dunia! Perlu diingatkan bahasa Jawa mempunyai keunikan tersendiri, misalnya saja untuk belajar bahasa Jawa 'satu paket' atau juga keseluruhan dari bahasa kasar/ngoko, bahasa sedang/madya hingga bahasa halus/kromo, sama saja belajar tiga bahasa!! Bayangkan belajar tiga bahasa, apa gak repot ya?! Itulah keistimewaan bahasa Jawa. Bersyukur! Berbagai keistimewaan bahasa Jawa juga terdapat di istilah-istilah yang sangat detail/spesifik pada suatu beda yang mengalami sebuah perubahan sedikit maupun perubahan besar. Misalnya saja untuk rangkaian nama dari sebuah padi/po...

Mengenal Tanaman Kangkung Bandung (Kangkung Pagar)

Kangkung Bandung, sudah tahu tanaman ini? Menurut buku  biologi tanaman ini berasal dari Amerika Latin (Colombia, Costa Rica). Ciri tanaaman ini tumbuh tidak terlalu tinggi cuma sekitar satu meter sampai dua meter maksimal tumbuhnya. Kangkung Bandung tidak bisa dimakan layaknya kangkung rabut atau kangkung yang ditanam di atas air. Bentuk daun menyerupai kangkung yang bisa dimasak (bentuk hati) begitu juga dengan bentuk bunganya. Bunganya berbentuk terompet berwarna ungu muda terkadang juga ada yang berwarna putih. Batang Kangkung Bandung cukup kuat sehingga memerlukan tenaga cukup untuk memotongnya (tanpa alat).  Tanaman Kangkung Bandung Sebagai Patok Alami Pematang Sawah Fungsi dan manfaat Kangkung Bandung sendiri belum diketahui banyak, beberapa sumber mengatakan tanaman ini bisa dijadikan obat dan dijadikan kertas. Pada umumnya masyarakat desa menjadikan Kangkung Bandung sebagai tanaman untuk ciri (patok) batas antar pemantang sawah. Daya tumbuh tanaman ini cuk...

Menegang dan Mengeras Oleh Nyai Gowok

Ah...sialan! Padahal aku sudah kenal buku ini sejak Jakarta Islamic Book Fair tahun 2014 lalu! Menyesal-menyesal gak beli saat itu, kupikir buku itu akan sehambar novel-novel dijual murah. Ternyata aku salah, kenapa mesti sekarang untuk meneggang dan mengeras bersama Nyai Gowok. Dari cover buku saya sedikit kenal dengan buku tersebut, bang terpampang di Gramedia, Gunung Agung, lapak buku di Blok M dan masih banyak tempat lainnya termasuk di Jakarta Islamic Book Fair. Kala itu aku lebih memilih Juragan Teh milik Hella S Hasse dan beberapa buku agama, yah begitulah segala sesuatu memerlukan waktu yang tepat agar maknyus dengan enak. Judul Nyai Gowok dan segala isinya saya peroleh dari podcast favorit (Kepo Buku) dengan pembawa acara Bang Rame, Steven dan Mas Toto. Dari podcast mereka saya menjadi tahu Nyai Gowok dan isi alur cerita yang membuat beberapa organ aktif menjadi keras dan tegang, ah begitulah Nyi Gowok. Jujur saja ini novel kamasutra pertama yang saya baca, sebelumnya tidak pe...