Seni Islam dalam arsitektur |
Setelah beberapa hari berpuasa mungkin kita menemukan beberapa fenomena, ada yang membantu, ada yang menggoda dan ada juga yang merusak nilai puasa kita. Semua itu hanya kita saja yang tahu, cuma yang sering diperdebatkan dalam puasa khususnya di Indonesia yakni banyaknya acara-acara di radio, televisi, atau media lainnya dalam rangka menyambut ramadan. Acara tersebut tentunya akan melibatkan ranah dunia seni seperti seni gambar, lukis, suara, tari yang dibalut dengan muatan agama berhubung dalam bulan ramadan. Sebenarnya agama itu dekat dengan keindahan, agama suka keindahan dan Allah suka juga dengan keindahan. Kalau dirinci cara berpikirnya seperti ini: agama itu untuk mengatur kita, mengatur hubungan dengan Allah dengan manusia, alam semesta, aturan ini jika diemplementasikan (dijalankan) atau dalam bahasa filsafat-nya "etika", aturan hubungan, aturan relasi dalam bahasa agamanya disebut ahlak.
Kenapa sih hidup ini harus diatur? Karena hidup ini bisa terarah dengan baik sehingga menimbulkan rasa Aman, nyaman dan tentram. Nah dimensi rasa inilah yang berhubungan dengan estetika (keindahan), harmoni. Dan estetika ini wujudnya seni, itulah mengapa ajaran agama yang dibalut dengan seni akan lebih menyentuh hati. Meskipun seni terlibat dalam agama tentunya ada batas-batasnya, tidak semua jenis seni, tidak semua kemasan seni diterima begitu saja. Ada tokoh pemikir islam yakni Sayed Hussain Nasr membagi sifat dari jenis-jenis seni dalam agama diantaranya:
1. Sakral, seni yang sakral yaitu seni yang berhubungan langsung dengan praktek-praktek keagamaan seperti seni baca alquran, seni kaligrafi, biasanya bersifat baik dan tidak diragukan lagi.
2. Profan, seni yang tidak ada sama sekali nilai sakralnya. Kita harus sangat selektif dalam menghadapi seni profan. Usahakan seni profan naik kelas menjadi seni tradisional atau seni religious.
3. Tradisional atau religious. Jadi bentuknya mungkin seni profan tapi bentuknya atau prosesnya bersifat sakral. Wadahnya mungkin seni profan, musiknya seni profan, namun isinya, maknanya sangat sakral.
Berikut ciri dari seni yang meningkatkan nilai spiritual dalam estetika islam yaitu:
1. Seni yang tawajjud, seni yang membawa penikmatnya pada sebuah kesadaran akan wujud, tentang hakekat, tentang wujud yang sejati yaitu Allah. Dengan seni kita sadar bahwa manusia itu lemah dan keberadaan kita tergantung pada Allah. Jika seni memiliki ciri tawajjud itu termasuk seni religious meskipun mungkin kemasan-nya profan.
2. Tajarut, seni yang membebaskan dari hawa nafsu, dari alam benda. Jadi tajarut itu terbersihkan dari keterikatan alam benda/duniawi. Dengan sifat seni ini akan merasa bahwa dunia ini sementara, dunia ini bersifat fana. Seni ini boleh dinikmati karena masih tergolong religious.
3. Tazkiatun nafs, dimana seni ini menyucikan jiwa kita, seni menghilangkan dari sifat iri dengki, sombong, takabur, tamak.
4. Seni yang menghasilkan hikmah. Himah pada seni akan mengantarkan kita pada kearifan, pemahaman hidup yang lebih dalam (ada wawasan tentang manusia, alam dan Tuhan secara dalam).
5. Dakwah, jadi seni yang mengandung informasi, gagasan, ajaran yang berguna dan meningkatkan daya religious kita, meningkatkan keimanan, spiritual, dan keislaman.
6. Maddah (puji-pujian), seni yang mengandung puji-pujian pada kebaikan, Allah, dan rasul.
Syeh Ruji Al Faruki menulis buku yang judulnya Seni Islam, banyak kritik yang datang pada seni Islam khusus pada penggambaran mahluk atau hal-hal yang realistik. Menurut Syeh Al Faruki bahwa seni Islam suka pada kreatifitas, inovasi, produktifitas sehingga islam tidak suka meniru. Kalau Kita menggambar manusia, jeruk, atau hewan dengan sama persis (naturalist/realist) itu masuk dalam katagori meniru. Sementara Islam lebih suka pada kreatifitas, inovasi, daya imajinasi dan tidak suka imitatif. Makanya tidak masalah jika islam melarang menggambar objek sesuai dengannya.
Komentar